tirto.id - Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah Zainal Abidin Petir dikabarkan lolos seleksi tahap kedua anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Ketua Bidang Advokasi dan Hukum FPI Jateng itu berhasil lolos tes tertulis yang diselenggarakan oleh panitia seleksi Komnas HAM.
Ketua panitia seleksi Komnas HAM Jimly Asshiddiqie berkata tidak mengetahui lolosnya Zainal pada seleksi tahap pertama dan kedua. Alasan Jimly, saat seleksi pertama dan kedua, tim pansel tidak mendapatkan nama peserta, melainkan hanya nomor pendaftaran saja.
"Saya tidak tahu," kata Jimly kepada reporter Tirto, Senin kemarin. "Ini, kan, masih panjang prosesnya. Setelah ini baru cek track record mereka yang mendaftar. Sekarang lagi proses."
Jimly mengatakan proses selanjutnya akan digelar dialog publik dengan mengundang LSM dan pemangku kepentingan. Mereka akan berdialog dengan para calon komisioner Komnas HAM yang lolos seleksi kedua.
"Dialog publik tanggal 16 dan 17 Mei ini. Kami mengharapkan LSM hadir untuk berdialog. Kalau memang ada masukan soal calon-calon ini, silakan disampaikan," kata Jimly.
Terkait seleksi calon anggota Komnas HAM, Zainal Abidin tak mengelak ia adalah pengurus FPI Jawa Tengah. Ia menegaskan, tidak ada larangan bagi siapa pun untuk ikut dalam proses seleksi selagi memiliki kompetensi.
"Kan tetap boleh mendaftar. Sebagai warga negara, kita berhak memilih pekerjaan apa yang kita inginkan," katanya kepada reporter Tirto, Senin kemarin.
Zainal menjelaskan alasannya bergabung dengan FPI sejak 2013 lantaran ia sepakat dengan tujuan FPI, yakni "amar makruf nahi munkar"—perintah menganjurkan kebaikan dan mencegah keburukan. Ia juga mengetahui FPI sendiri memiliki rekam jejak melakukan kekerasan di Indonesia.
"Kekerasan itu, kan, oknum, bukan organisasinya. Justru saya itu bergabung dengan FPI untuk membuat FPI menjadi organisasi yang humanis," dalih Zainal, anggota komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Jateng ini.
Rekam Jejak Zainal Abidin
Dari informasi yang dihimpun Tirto, Zainal Abidin pernah dituntut mundur dari jabatannya sebagai komisioner KPI oleh Aliansi Masyarakat dan Ormas Penjaga Kedamaian dan Bhineka Tunggal Ika Semarang pada 17 April silam.
Ormas Penjaga Kedamaian menilai Zainal tidak sepantasnya memangku jabatan publik dan mendapat gaji dari negara, yang justru memimpin organisasi “yang gemar memusuhi, memfitnah, dan menggerakkan upaya makar terhadap pemerintah yang sah.”
Aksi itu buntut dari penolakan sejumlah ormas termasuk Patriot Garuda Nusantara (PGN) yang menolak pendirian FPI di Kota Semarang pada 13 April lalu. Saat itu sempat terjadi ketegangan di rumah Zainal Abidin di Kelurahan Bulu Lor, Semarang Utara, antara tokoh FPI Jateng dan perwakilan Ormas. Zainal saat itu menjadi Ketua Advokasi FPI Jateng.
Zainal membantah FPI bermaksud melakukan tindak kekerasan sebagaimana dikhawatirkan para penolak. “Saya ingin membangun FPI Jawa Tengah yang humanis, yang dibutuhkan masyarakat,” dalih Zainal.
Ketua PGN Muhammad Mustofa Mahendra mengatakan mereka menolak organisasi yang ingin mengganti ideologi Pancasila. “Tolak ganyang FPI, bumihanguskan FPI, karena ia akan mengganti ideologi kita,” ujar Mustofa.
Sebagai Ketua Advokasi FPI, Zainal membela saat pendirian FPI ditolak di Banyumas, Jawa Tengah, pada 22 Februari 2016. Zainal menyatakan, ormas yang menolak keberadaan FPI berarti tidak paham Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas.
Kendati kerap membela FPI, Zainal berkata pernah keluar dari keanggotaan FPI saat ia mendaftar sebagai anggota KIP. "Iya, dulu waktu aku daftar komisi informasi, kan, sempat ramai, kemudian undur diri," kata Zainal.
Setelah penolakan itu, Zainal berkata bahwa ia berkonsultasi dengan kiai dan beberapa pejabat. Kata Zainal, mereka mendukungnya untuk tetap di FPI karena tidak ikut aksi kekerasan FPI.
"Mereka memberi masukan supaya aku di FPI bisa membawa FPI yang humanis dan tidak liar," ujarnya.
Aksi tolak pembentukan FPI di Semarang pada 13 April 2017. ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom/foc/17
Bagaimana Zainal Abidin Lolos Seleksi?
Lolosnya Zainal dalam seleksi di kedua tahap bukan hal istimewa untuk Komnas HAM. Dua seleksi hanya berkutat masalah administrasi dan tes tertulis. Pada seleksi administrasi, tidak ada penelusuran latar belakang pendaftar. Seleksi itu sebatas kelengkapan berkas.
Berkas yang harus dikirim oleh calon tidak sulit pula. Hanya butuh surat lamaran di atas kertas bermaterai Rp6.000 yang ditujukan kepada Panitia seleksi Pemilihan Calon Anggota Komnas HAM Republik Indonesia. Dalam lamaran itu, pendaftar harus melampirkan daftar riwayat hidup, salinan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga yang dilegalisasi, foto berwarna terbaru (3 lembar ukuran 4x6), salinan ijazah terakhir yang telah dilegalisasi, surat keterangan sehat, termasuk pernyataan bebas narkoba dari rumah sakit pemerintah, dan salinan nomor pokok wajib pajak.
Selain itu diperlukan beberapa surat pernyataan, seperti surat pernyataan berpengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia; surat pernyataan tidak pernah dijatuhi pidana yang diancam penjara 5 atau lebih; surat pernyataan kesediaan tidak merangkap menjadi pejabat negara; surat rekomendasi dari dua tokoh masyarakat; dan membuat makalah tentang peran Komnas HAM di masa depan.
Syarat administrasi itu bagian seleksi tahap pertama. Jika berkas lengkap, pendaftar dipastikan akan lolos dari seleksi itu.
Tahap kedua ialah tes tertulis: pendaftar menjawab sejumlah soal dan menjabarkan jawaban dari soal-soal yang ada.
Ketua Panitia Seleksi Komnas HAM Jimly Asshiddiqie menjanjikan panitia akan mengecek latar belakang pendaftar pada seleksi tahap ketiga. Pada tahap ini panitia meminta masukan dari masyarakat terkait latar belakang calon-calon yang mendaftar.
Namun, bagi Puri Kencana Putri, penggiat KontraS, salah satu organisasi HAM terkemuka di Indonesia, lolosnya Zainal Abidin pada seleksi tahap pertama dan kedua menunjukkan banyak kelemahan pada proses perekrutan di Komnas HAM.
“Ada sejumlah kelemahan dalam seleksi yang memberikan celah kepada pihak-pihak tertentu. Apa posisi mereka terhadap hak asasi mereka? Apa sepak terjang mereka? Kita harus melihat satu figur ini bukan jadi satu-satunya perkara. Rekaman jejak juga harus dilakukan kepada yang lain,” kata Puri.
Menurut Puri, Komnas HAM dibentuk sebagai badan pengawas independen dalam melakukan pemantauan advokasi dan investigasi resmi kasus pelanggaran HAM. Karena itu calon komisioner harus memiliki visi dan misi yang merepresentasikan visi dan misi Komnas HAM.
Puri mewanti-wanti agar seleksi kali ini benar-benar bisa mengembalikan citra Komnas HAM. Ia menilai selama ini para komisioner Komnas HAM kehilangan aura yang seharusnya membela korban dan memberikan pandangan strategis kepada presiden.
“Jangan sampai mereka yang tidak berintegritas lagi yang masuk di Komnas HAM. Jangan sampai kita punya penyusup seperti periode ini,” tegas Puri.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Agung DH