tirto.id - Amerika Serikat melakukan serangan udara di Suriah timur dan diduga menyasar kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran. Serangan itu dilakukan dalam satu hari.
BBC melaporkan, pada hari Rabu, pesawat jet Amerika mengebom bunker di provinsi Deir al-Zour. Hal itu dilakukan sebagai bentuk balasan atas serangan terhadap pasukan AS pekan lalu.
Militer AS mengatakan, pada malam harinya, dua pangkalan AS diserang roket yang mengakibatkan tiga anggota militer terluka.
Selain itu, helikopter menyerang kendaraan yang dipakai untuk meluncurkan beberapa roket, sehingga menewaskan dua atau tiga pejuang.
“Amerika Serikat tidak akan ragu untuk membela diri terhadap agresi yang didukung Iran dan Iran ketika itu terjadi,” kata Wakil Menteri Pertahanan AS Colin Kahl.
Sementara itu, Al Jazeera melaporkan, serangan udara Amerika di Suriah timur itu menargetkan fasilitas infrastruktur kelompok yang berafiliasi dengan Korps Pengawal Revolusi (IRGC) elit Iran.
Komando Pusat militer AS mengatakan, serangan itu diperintahkan langsung oleh Presiden Joe Biden. Namun demikian, Iran membantah memiliki hubungan dengan para pejuang, dan pemerintah Suriah pun tidak berkomentar secara langsung.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan serangan itu menyasar Kamp Ayash yang dikelola kelompok Fatimiyoun, sebagian dari pejuang Syiah yang didukung Iran dari Afghanistan.
Menurut organisasi itu, setidaknya enam pejuang Suriah dan orang asing tewas dalam serangan tersebut.
Kementerian luar negeri Iran mengutuk serangan itu sambil mengatakan "tentara AS melakukan pelanggaran terhadap rakyat dan infrastruktur Suriah". Menurut kementerian, itu juga merupakan pelanggaran integritas teritorial dan kemerdekaan negara.
Mengutip BBC, ada sekitar 1.000 tentara AS beroperasi dari pangkalan di Suriah selatan dan timur.
Mereka tidak memiliki izin dari pemerintah Suriah dan mengklaim sebagai bagian dari koalisi global pimpinan AS melawan kelompok jihadis Negara Islam (IS). Para tentara itu ditugaskan untuk menghalau kebangkitan ISIS.
Editor: Iswara N Raditya