tirto.id - Bagi sebagian orang, hari “H” pemilihan capres-cawapres yang berlangsung Rabu, 17 April 2019 barangkali bikin deg-degan. Bahkan, kecemasan-kecemasan itu biasanya merembet ke pasar modal. Namun, bila dilihat secara umum, aktivitas di bursa saham relatif berjalan normal--setidaknya dua hari jelang pemilihan.
Pada Senin, 15 April kemarin, misalnya, data RTI mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,49 persen menjadi 6.435,15. Sementara pada sesi ke-II perdagangan hari ini, IHSG ditutup hijau 0,72 persen ke level 6.481,54.
Menanjaknya kinerja pasar memang tidak bisa hanya dikaitkan dengan dampak Pilpres. Sebab, investor tetap harus mencerna faktor-faktor fundamental, seperti kinerja perusahaan, kinerja sektor riil, tingkat inflasi, pergerakan rupiah, serta data-data lainnya.
Namun, menurut analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta, ketidakpastian yang disebabkan Pemilu membuat para pelaku pasar cenderung wait and see. Karena itu, dalam sepekan terakhir, IHSG tercatat melemah 0,04 persen. Rata-rata IHSG bergerak pada rentang 6.394,91-6.487,75.
Meski demikian, kata Nafan, ada peluang market akan mengalami peningkatan bila pilpres berjalan sesuai ekspektasi pasar. Ekspektasi pasar bukan hanya soal terpilihnya Joko Widodo atau Prabowo Subianto sebagai presiden, tetapi juga stabilitas proses pemilu itu sendiri.
“Pemilu yang berlangsung dengan lancar, aman, dan damai ini tentunya akan memberikan situasi kondusif bagi para pelaku pasar untuk berinvestasi di tanah air,” kata Nafan saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (16/4/2019).
Pelaku pasar, menurut Nafan, juga masih optimistis bahwa siapa pun calon yang menang akan memfokuskan ekonomi kepada pertumbuhan dan stabilitas.
“Penguatan IHSG juga akan didukung sentimen domestik. Misalnya neraca perdagangan yang surplus kemarin, membuat IHSG tatap di zona hijau,” kata dia.
Sementara itu, Dennis Christoper Jordan Analis Artha Sekuritas memprediksi bahwa geliat investasi akan mengalami perbaikan setelah pilpres. Pasar saham diyakini masih bullish seiring dengan dorongan tiga faktor, yakni ekonomi stabil, pertumbuhan laba kondusif, dan sentimen politik membawa optimisme baru.
Tekanan dari eksternal juga tidak seberat 2018, karena kenaikan suku bunga the Fed tertahan dan berdampak positif bagi rupiah.
“Dovishstatement dari para pejabat the Fed, kemudian perundingan atau negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang masih on the track. Ini membuat pergerakan bursa secara regional rata-rata ditutup menguat," ujar Dennis.
Dari sisi sektor emiten, Dennis memprediksi infrastruktur dan konstruksi akan bergeliat jika Jokowi keluar sebagai pemenang. Beberapa emiten yang berpotensi menguat seperti WIKA, WSKT, PTPP, ADHI, JSMR, TLKM.
Namun, jika Prabowo unggul, kata Dennis, ada potensi saham-saham yang terkait dengan Saratoga Grup akan menguat.
“Saya rasa tidak ada sektor yang spesifik terdorong melihat program kerja yang disampaikan tidak bisa dijelaskan secara spesifik oleh capres nomor 2. Namun ada potensi saham yang terkait Grup Saratoga bisa menguat seperti SRTG, ADRO, MPMX," kata Dennis.
Dikutip dari Bloomberg, ahli strategi PT Pinnacle Persada Investama John Rachmat menyebutkan, kemenangan Prabowo akan berdampak negatif terhadap pasar ekuitas karena di luar ekspektasi. IHSG berpeluang turun hingga 5% dalam jangka pendek, setelah itu rebound dalam jangka panjang.
Sektor atau emiten yang berorientasi ekspor kemungkinan relatif masih positif karena tidak terlalu terpengaruh persoalan politik dan keuntungan pendapatan dari dolar AS. Adapun, sektor konsumsi akan dirugikan jika Prabowo menjalankan kebijakan semua harga bahan pokok murah.
“Setiap sektor tentunya terkena dampak yang berbeda dengan hasil yang di luar ekspektasi,” tuturnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz