Menuju konten utama

Bagaimana COVID-19 Mengganas di India?

Kasus COVID-19 mengganas di India setelah sempat melandai. Penyebabnya beragam, termasuk kampanye politik.

Bagaimana COVID-19 Mengganas di India?
Seorang pasien memakai masker oksigen dibawa ke rumah sakit COVID-19 untuk dirawat di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Ahmedabad, India, Senin (26/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave/hp/cfo

tirto.id - India mencekam. Per 28 April 2021, negara itu mencatat total kasus positif 18.754.925 dengan penambahan harian 386.829. Ini merupakan penambahan kasus tertinggi sejak gelombang kedua pandemi menghantam negeri itu pada April 2021. Sejak 21 April, pertambahan kasus infeksi COVID-19 harian menembus 314 ribu—dan tak menunjukkan tanda-tanda melandai di hari-hari berikutnya.

Kasus COVID-19 di India sempat melandai setelah melewati badai pertama pada September 2020. Saat itu India sempat menyentuh angka penularan harian 96.793 (tertinggi sejak Maret 2020) pada 17 September 2020. Angka itu lantas melandai kendati belum ada vaksinasi di negara itu. Vaksinasi tahap pertama di India baru dilakukan pada 16 Januari 2021, selang tiga hari dari jadwal vaksinasi Indonesia.

Kasus perlahan mulai merangkak naik sejak Maret 2021. WHO menyebut penambahan kasus harian di India merupakan 50 persen dari penambahan kasus baru di dunia.

Fasilitas kesehatan India mulai kolaps, rumah sakit kekurangan tabung oksigen, bed ICU, dan obat-obatan. Korban meninggal terus berjatuhan, mayoritas bahkan sebelum mendapat perawatan. Jenazah mulai dikremasi secara massal seiring lahan yang sudah habis.

Sejak 27 April 2021, angka kematian harian terus bertambah di atas 3 ribu kasus. India menjelma menjadi neraka COVID-19.

Prokes yang Mengendur

Lantas apa yang membuat COVID-19 mengganas di India? Pakar penyakit paru dokter Tjandra Yoga Aditama menyebut setidaknya ada sejumlah faktor yang menyebabkan itu. Pertama, penerapan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak) yang mengendur setelah kasus melandai. Bioskop dan pasar-pasar mulai ramai kembali jika dibandingkan dengan September 2020 ketika negara itu masih memberlakukan lockdown. India merupakan salah satu negara dengan pemberlakuan karantina wilayah paling ketat di dunia.

Selain itu, kata Tjandra, ada beberapa event besar selama Maret-April di India, yakni pemilu legislatif di lima negara bagian dan acara keagamaan. Festival Kumbh Mela memang disebut-sebut sebagai penyebab melonjaknya kasus COVIID-19 di India. Namun Tjandra sendiri enggan menyebutnya sebagai satu-satunya faktor.

"Itu masih jadi perdebatan. Tidak mungkin satu acara keagamaan bikin melonjak," lanjut Tjandra dalam diskusi daring bersama PB IDI pada Rabu (28/4/2021).

Pada Januari 2021, Menteri Dalam Negeri Amit Shah menyebut “India di bawah kepemimpinan PM Narendra Modi merupakan negara yang paling berhasil mengalahkan pandemi COVID-19 di seluruh dunia.”

Saat itu India sudah mencatat penambahan kasus harian rata-rata 17 ribuan per hari. Keadaan itu lantas membuat India lengah. Perdana Menteri Nahendra Modi memanfaatkan kondisi tersebut untuk gencar melakukan kampanye di sejumlah negara bagian: Benggala Barat, Assam, Kerala, Tamil Nadu dan Puducherry yang tengah melangsungkan pemilu legislatif sepanjang April 2021.

Pelandaian kasus juga menjadi justifikasi untuk tetap merayakan festival Kumbh Mela, serangkaian ritual keagamaan mandi suci di Sungai Gangga yang dirayakan setiap 12 tahun. Festival ini dirayakan selama satu bulan lebih.

Kendati banyak perdebatan sebagai biang kerok penyebab lonjakan penularan COVID-19, namun sejumlah data menunjukkan terjadi ledakan kasus aktif COVID-19 sampai 1.800 persen sejak 31 Maret sampai 24 April—bertepatan dengan serangkaian upacara Kumbh Mela di Uttarakhand. Pada akhir Maret, Uttarakhand mencatat 1.800-an kasus aktif COVID-19.

Kurang dari sebulan kemudian, angkanya sudah mengudara jadi 33.330 kasus. Pemerintah memperkirakan 3,5 juta orang hadir pada upacara pada 12 April, sementara dua hari kemudian jumlahnya berkisar 1,35 juta orang.

Mutasi Virus B1617

Penularan masif ini, menurut Tjandra Yoga, juga dipicu oleh varian COVID-19 B1617 yang ditemukan di India. Varian yang membawa sejumlah mutasi ini, disebut Strait Times sebagai “mutan ganda” lantaran memiliki dua mutasi utama pada protein virus yang berfungsi mengikat lebih banyak sel dan menyebabkan penularan.

Mutasi L452R meningkatkan transmisi penularan dan mengurangi efikasi antibodi sementara mutasi E484Q meningkatkan pengikatan sel dan mengurangi sistem imun.

Kepala Teknis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dokter Maria van Kerkhove mengatakan pada wartawan pada pekan lalu bahwa varian tersebut adalah varian yang tengah dilacak WHO. “Memiliki dua mutasi ini, yang juga ditemukan pada varian lain di dunia, sangat mengkhawatirkan,” katanya, seperti dilansir Strait Times.

Peran varian virus ini dalam lonjakan kasus di India memang belum ada bukti ilmiah, namun prevalensinya meningkat dari sampel sekuens yang dites. Pemerintah India sendiri pada 24 Maret sudah menyatakan 15 hingga 20 persen kasus di antaranya memiliki varian B1617, meningkat dibandingkan Desember 2020 kendati belum diketahui jumlah pasti yang terdapat strain mutasi varian tersebut.

Direktur Center for Cellular & Molecular Biology (CCMB) dokter Rakesh Kumar Mishra memastikan proporsi kasus dengan varian ganda ini secara bertahap mengalami peningkatan. “Itulah mengapa varian ini mengkhawatirkan, karena menyebar lebih cepat,” katanya kepada Strait Times.

Ia menambahkan, strain mutasi ini mungkin saja bukan penyebab kematian yang lebih besar atau menurunkan kekebalan dari vaksin, namun menurutnya pun hal itu masih perlu penelitian lebih lanjut.

Krisis Pasokan Oksigen

Kurangnya pasokan oksigen di rumah sakit di kota-kota besar, termasuk Delhi, di mana fasilitas kesehatan terbesar dilaporkan dalam kondisi berbahaya lantaran persediaan yang rendah, juga memperparah kondisi di India, India Today edisi 3 Mei 2021 melaporkan.

India memiliki kapasitas untuk menghasilkan 7.287 ton oksigen per hari. Pada 12 April, misalnya, hanya dapat menggunakan 3.842 ton atau sekitar 54 persen dari kapasitas produksi harian. Melihat permintaan yang diprediksi akan semakin meningkat, pemerintah lantas melarang penggunaan oksigen untuk industri.

Negara bagian Maharasthra menjadi daerah terparah dengan konsumsi oksigen medis sudah mencapai kapasitas penuh sebesar 1.250 ton per hari. Dari laporan Covid19india.org, negara bagian ini, per 29 April 2021, memiliki 670 ribu kasus aktif dan 10 persen di antaranya, sekitar 60 hingga 65 ribu pasien membutuhkan, support oksigen. Total Maharasthra mencatat 4,5 juta kasus positif.

Sementara Kerala mencatat 1,5 juta kasus kumulatif dengan kasus aktif mencapai 28 ribu pasien. Negara bagian Karnataka mencatat kumulatif kasus mencapai 1,4 juta, sementara Uttar Pradesh melaporkan kasus sebanyak 1,3 juta dengan 30 ribu kasus aktif.

Bahkan, rumah sakit di India utara dan barat, termasuk ibu kota New Delhi, mengeluarkan peringatan kalau mereka hanya memiliki oksigen medis yang hanya bisa dipakai beberapa jam saja, terutama untuk menjaga pasien COVID-19 tetap bertahan.

Berdasarkan data yang dirilis pemerintah New Delhi, lebih dari dua pertiga rumah sakit di sana tidak punya lagi tempat tidur kosong. Oleh karena itu, dokter pun meminta pasien tetap berada di rumah saja. "COVID-19 menjadi krisis kesehatan di India yang menyebabkan sistem kesehatan ambruk," tulis Krutika Kuppalli, asisten profesor di Divisi Penyakit Menular, Medical University of South Carolina (MUSC) Amerika Serikat di Twitter.

Shashi Tharoor, mantan Wakil Sekretaris Jenderal PBB sekaligus mantan Menteri Luar Negeri India, menulis sebuah artikel berjudul "India's Covid Tsunami" di Project Syndicate. Dalam artikel itu, ia memuji langkah India yang mengirimkan jutaan dosis vaksin COVID-19 ke lebih dari 60 negara. Aspirasi India untuk diakui sebagai kekuatan global pun mendapat dorongan nyata.

Namun kini India harus membayar mahal akibat lengah saat pelandaian kasus terjadi. Masifnya lonjakan kasus membuat banyak pihak pesimistis. India saat ini berada dalam lorong gelap bencana COVID-19, yang hampir sulit menemukan jalan keluar.

Baca juga artikel terkait COVID-19 DI INDIA atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Rio Apinino