Menuju konten utama

Bagaimana Ahok Mempertahankan Suara di Pulau Pramuka?

Tablig akbar yang mendatangkan Aa Gym memompa suara Anies-Sandi.

Bagaimana Ahok Mempertahankan Suara di Pulau Pramuka?
Slamet setelah menggunakan hak pilihnya dari TPS 07 yang didatangkan ke rumahnya di RT 02 RW 05 pulau pramuka. Tirto.id/Kresna

tirto.id - Cuaca sedang tak karuan di Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Dua hari berturut-turut sebelum gelaran Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan, hujan lebat mengguyur sejak sore hingga pagi kembali. Ombak pun tidak bersahabat. Banyak nelayan memilih menepi. Akibatnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang letaknya di utara pulau pun terlihat sepi.

TPI itu adalah saksi mati ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama soal surat Al Maidah ayat 51 pada 27 September 2016 yang menghebohkan itu. Tiga kali aksi bela Islam, satu kali dzikir dan salat subuh bersama muncul sebagai respon omongan Ahok itu. Tuntutan agar Ahok segera dihukum karena ucapannya dianggap menista agama pun datang bergelombang.

Namun semua kehebohan itu sebenarnya tidak terjadi di pulau Pramuka. Ucapan Ahok yang menyebutkan penggunaan surat Al Maidah 51 untuk membohongi warga justru mengundang gelak tawa dari warga Pulau Pramuka yang berada di lokasi. Mahyudin (61) adalah salah satu yang ikut tertawa saat itu. Tidak ada amarah karena omongan itu.

Sehari sebelumnya, Mahyudin sudah mendengar kabar bahwa Ahok akan berkunjung ke Pramuka. Sebagai warga senior di Pramuka, dia pun berinisiatif untuk hadir dalam acara Ahok itu. Saat itu, Ahok dijadwalkan memberikan bantuan untuk Koperasi Keramba di Pramuka.

“Saya datang juga di sana, waktu saya dengar (ucapan tentang Almaidah) itu saya tertawa, juga warga yang hadir di sana. Kenapa saya tertawa? Karena kami tahu nada pak Ahok bercanda,” kata Mahyudin saat ditemui Tirto di GOR Pulau Pramuka, Selasa 14 Februari 2017.

Pasca kejadian itu, suasana di Pulau Pramuka adem ayem saja. Sampai akhirnya aksi bela Islam yang digeber di Jakarta membuat sebagian warga tersulut. Pergunjingan Ahok sebagai penista agama mulai jadi perbincangan dari mulut ke mulut. Namun tidak sampai ada gerakan massa seperti di Jakarta.

“Kita adem, kok, di sini. Karena pada dasarnya warga di sini tidak pernah mempermasalahkan perbedaan, mau suku atau pun agama,” tutur Mahyudin.

Keragaman Warga Pulau Pramuka

Mahyudin merupakan warga asli pulau. Sebutan “asli pulau” ini biasa digunakan oleh warga di Kepulauan Seribu untuk orang yang lahir dan tumbuh besar di pulau. Pulau sendiri merujuk Kepulauan Seribu. Sementara untuk menyebut orang Jakarta, warga biasa menggunakan istilah “orang darat”.

Mahyudin sendiri sebenarnya adalah keturunan Bugis. Namun ayah dan ibunya sudah menetap di pulau Panggang sejak lama. Barulah pada 1984 Mahyudin pindah ke pulau Pramuka. Pulau Pramuka mulai dibuka pada 1974 karena pulau Panggang sudah terlalu padat penduduknya.

Saat Mahyudin pindah, hanya ada satu RT di Pulau Pramuka. Jumlah warganya tidak lebih dari 100 Kepala Keluarga. Mereka yang tinggal di sana punya latar belakang beragam. Beberapa suku yang datang saat itu adalah Betawi, Bugis dan Sunda. Belakangan baru datang suku Madura dan lainnya.

Selama puluhan tahun warga hidup berdampingan dengan baik. Sebagian besar akhirnya menjadi saudara lantaran perkawinan campur. Sementara dari agama, pada awalnya seratus persen penduduknya adalah Islam. “Kalau sekarang sudah ada yang agama lain, tapi tetap kalau hitung 99 persen itu Islam di sini,” ungkap Mahyudin.

Meski hampir 100 persen beragama Islam, mereka tidak anti dengan para pendatang yang berbeda suku atau pun agama. Termasuk pada Ahok. Namun gelombang dakwaan soal penistaan agama di media massa akhirnya membuat sebagian warga terpengaruh.

Gempuran Tim Sukses Rival

Menggoreng isu Al Maidah dan latar belakang agama yang dianut Ahok membuat friksi-friksi kecil muncul di Pulau Pramuka. Saling gunjing antar warga pun terjadi. Selentingan “itu tim sukses kafir” atau “jangan pilih penista agama” hampir menjadi obrolan sehari-hari.

Beruntung sindir-sindiran itu tidak sampai menyulut konflik antar warga. Bahkan selama aksi bela Islam digelar, sejauh kesaksian beberapa narasumber yang ditemui Tirto, tidak ada warga Pulau Pramuka yang ikut ke darat. Sebagian besar warga yang merupakan nelayan memilih melaut.

Front Pembela Islam (FPI) di bawah komando Rizieq Shihab memegang peran penting dalam aksi bela Islam di Jakarta. Di Kepulauan Seribu, FPI juga bergerak menggencarkan dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Di Pulau Pramuka, FPI bekerjasama dengan pengurus Masjid Al Makmurai untuk membuat tablig akbar dengan mendatangkan Abdulah Gymnasiar yang akrab dipanggil Aa Gym. Pada 9 Januari 2017, tablig akbar pun digelar dan dihadiri banyak warga.

Momentum itu pun dimanfaatkan tim rival untuk menggembosi suara Ahok. Noval Abuzar, ketua DPD PKS Kepulauan Seribu mengatakan pasca tablig akbar itu terasa ada perubahan sikap warga. Suara Ahok benar-benar amblas dan beralih ke Anies.

“Signifikan suara Anies ini. Kalau boleh jujur karena tanggal 9 Januari ada tablig akbar di sini. Kondisi masyarakat juga cukup panas,” kata Noval saat ditemui Tirto di sekretariat DPD PKS Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka usai penghitungan suara.

Anies pun menyempatkan datang ke Pulau Pramuka setelah kejadian itu. Anies datang di waktu yang tepat ketika aksi bela Islam sudah dilakukan dua kali. Kedatangan Anies pada 21 November 2016 pun disambut oleh banyak warga dan ulama.

“Anies cuma datang sekali, warga antusias sekali menyambutnya. Itu mungkin kedatangan pertama dan pertama kali dalam hidup Pak Anies ke pulau Pramuka,” jelas Noval.

PKS dan Gerindra pun mengerahkan 83 relawan di Pulau Pramuka. Mereka bergerak mendekati warga secara personal tanpa membuat forum atau kegiatan. “Tim kami semua adalah warga di sini, mereka adalah orang-orang yang dikenal baik di masyarakat dan tidak memiliki masalah. Karena itu kami mudah mendekati warga,” beber Noval.

Hasil dari perjuangan tim sukses Anies berbuah manis. Anies mendapat suara terbanyak dari tiga TPS di pulau Pramuka. Di TPS 06 yang berada di balai warga pulau, Anies berhasil menang dengan perolehan suara 161 suara dari 347 suara. TPS 06 merupakan TPS terdekat dari TPI tempat Ahok menyebut Al Maidah. Jaraknya sekitar 500 meter saja.

Di TPS 07 yang berada di gedung departemen Agama, Anies kalah tipis dari Ahok. Anies hanya memperoleh 142 suara sedangkan Ahok mendapat 143 suara. Di TPS yang lebih jauh dari TPI, Ahok menang banyak. Dia memperoleh 156 suara sedangkan Anies hanya 143 suara. Namun jika dihitung keseluruhan suara Anies lebih banyak dari Ahok. Anies mendapat 446 suara sedangkan Ahok hanya 403 suara.

Sementara itu tim sukses Agus-Sylvi juga tidak mau kalah memanfaatkan kondisi. Mereka juga mendatangkan calonnya untuk merebut hati pemilih. Sayangnya kunjungan Agus di bulan November itu tidak berbuah banyak. Agus kalah telak di tiga TPS. Di TPS 06 dia mendapat 72 suara, di TPS 07 80 suara dan di TPS mendapat 77 suara.

Penyebab Ahok Bertahan

Sebulan sebelum celotehan soal Al Maidah, Ahok sempat bertandang ke pulau Pramuka. Kedatangan Ahok di bulan Agustus 2016 itu untuk meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), sebuah taman bermain anak yang dibangun oleh pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan PT Astra.

“Iya, itu (RPTRA) baru diresmikan Pak Ahok. Itu dibangun menggunakan dana CSR (Corporate Social Responsibelity),” kata Rosyid pengurus DPD Partai Nasdem Kepulauan Seribu yang merupakan koordinator tim sukses Ahok di Pulau Pramuka.

Sebelumnya Ahok juga menggandeng Pelindo untuk mengembangkan taman baca “Manca” di pulau Pramuka. Menurut Rosyid taman baca “Manca” itu sudah ada sejak lama. Namun mulai tahun 2015 taman itu dikembangkan oleh Ahok.

Kerja terakhir Ahok di Pulau Pramuka adalah bantuan untuk kelompok Budidaya Keramba. Lagi-lagi Ahok menggandeng perusahaan dalam program bantuan itu. “Kalau tidak salah dengan Pertamina, saya lupa pastinya,” ujar Rosyid.

Dengan kiprah Ahok yang nyata dirasakan warga, Rosyid dan kawan-kawan pun berani menargetkan perolehan suara 80 persen di Pulau Pramuka. Kalau pun meleset dari target tidak kurang dari 60 persen. Namun kasus Al Maidah yang menjerat Ahok membuat Rosyid tim sukses pecah kepala.

“Kalau warga tidak ada masalah soal perbedaan, kita di sini sudah biasa. Tapi masalahnya jadi berat karena di Jakarta ramai sekali. Ditambah lagi sikap keras pak Ahok,” ungkap Rosyid.

Infografik TPS Pulau Pramuka

Tim sukses pun harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan suara supaya tidak hancur. Sejak Ahok ditetapkan sebagai tersangka, pertemuan tim sukses ditingkatkan. Yang semula dilakukan seminggu sekali ditingkatkan menjadi dua kali seminggu.

“Kami tim itu dari Nasdem ada 20, dari PDIP 20 orang. Nah untuk Hanura dan Golkar mereka fokus di pulau Panggang, kita bagi tugas,” kata Rosyid.

Membalas kedatangan Aa Gym dalam tablig akbar, Ahok pun menggunakan akhir-akhir masa kampanye untuk mendatangi Pulau Pramuka. Pada 27 Januari 2017, Ahok singgah ke Pulau Pramuka dan bertemu dengan warga. Tidak ada penolakan terhadap kedatangan Ahok.

“Pak Ahok datang itu sosialisasi saja, bertemu warga. Warga sebenarnya juga sudah tahu, kalau kerja pak Ahok bagus. KJP, BPJS, ada RPTRA itu semua dirasakan langsung warga. Karena itu tidak ada penolakan,” pungkasnya.

Sementara itu dari kubu Anies menuding jika bertahannya suara Ahok lantaran ada bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh tim sukses Ahok kepada warga sehari sebelum pemilihan. Namun kabar tak sedap itu ditepis oleh Abdillah, kader PDI Perjuangan di Pulau Pramuka.

“Benar memang ada 100 paket sembako yang datang, tapi kami tidak bagikan. Rencananya itu hanya untuk tim sukses dan anak yatim. Kami akan bagi sembako setelah pemilihan agar tidak dituduh curang,” tegas Abdillah.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS