tirto.id - Puasa Syawal merupakan salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Apabila seorang muslim berpuasa Ramadhan, kemudian melanjutkannya dengan puasa 6 hari Syawal, pahalanya seakan-akan berpuasa setahun penuh.
Namun, bagaimana jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan karena uzur. Misalnya, pada bulan Ramadhan, ia mengalami sakit dan tidak bisa berpuasa, kemudian ia bermaksud membayar utang puasa Ramadan pada Syawal. Lantas, apakah boleh menggabungkan puasa Syawal dengan qada puasa Ramadan?
Pada dasarnya, sebagian ibadah sunah boleh digabungkan dengan ibadah wajib. Orang yang mengerjakannya akan memperoleh pahala 2 ibadah tersebut sekaligus, meskipun hanya dikerjakan sekali.
Sebagai misal, orang yang mandi janabah pada Jumat pagi (ibadah wajib), kemudian ia berniat menggabungkannya dengan mandi sebelum salat Jumat (ibadah sunah), maka ia memperoleh pahala 2 ibadah tersebut sekaligus, meski hanya sekali mandi.
Demikian juga dengan puasa 6 hari Syawal. Ibadah sunah ini, menurut sebagian ulama Syafi'i, boleh digabungkan dengan qada puasa Ramadan. Umat Islam yang melakukannya akan memperoleh pahala puasa sunah dan wajib sekaligus.
Puasa 6 hari Syawal memiliki keutamaan besar dalam Islam. Hal itu tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:
"Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadan, kemudian dia melanjutkannya dengan berpuasa selama 6 [enam] hari pada bulan Syawal, maka dia [mendapatkan pahala] sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun," (HR. Muslim).
Terkait waktu pelaksanaannya, puasa sunah Syawal dapat dikerjakan secara berturut-turut atau terpisah. Waktu pelaksanaan puasa Syawal paling utama adalah di awal bulan Syawal, sesegera mungkin selepas Ramadan.
Jika ingin dikerjakan secara berturut-turut, puasa Syawal dapat dimulai sejak 2 hingga 7 Syawal (6 hari). Sementara itu, jika dilakukan terpisah, seseorang dapat berpuasa pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 Syawal atau waktu lainnya selama masih pada bulan Syawal.
Sebenarnya, hukum menggabungkan puasa Syawal dengan qada Ramadan merupakan ikhtilaf para ulama. Perbedaan pendapat itu dirangkum dalam laman Al-Ifta sebagai berikut:
Pertama, sebagaimana disebutkan di atas, sebagian ulama mazhab Syafi'i membolehkan untuk menggabungkan puasa Syawal dengan qada Ramadan. Alasannya berdasarkan analogi mandi janabah dan mandi sunah sebelum salat Jumat.
Akan tetapi, Imam Syihabudin Ar Ramli dalam kitab Fatawa Ar-Ramliy (2/63) menjelaskan bahwa orang yang berniat puasa Syawal dan qada puasa Ramadan sekaligus tidak tidak memperoleh kemuliaan puasa setahun penuh, sebab dua ibadah tersebut tidak setara (salah satunya wajib, yang satunya sunah).
Karena itulah, meskipun diperbolehkan, sebaiknya puasa Syawal dan qada puasa Ramadan sebaiknya dipisah, tidak disatukan untuk memperoleh pahala penuh dari ibadah wajib dan sunah tersebut.
Untuk pengerjaannya, qada puasa Ramadan sebaiknya didahulukan sampai selesai, barulah melakukan puasa Syawal, sebagaimana dikutip dari buku Tanya Jawab Agama (2020) yang dieditori Imron Rosyadi.
Kedua, ulama lainnya dengan tegas tidak memperbolehkan umat Islam menggabungkan puasa Syawal dengan qada puasa Ramadan. Alasannya sama, yakni puasa Syawal adalah ibadah sunah sehingga tidak layak digabungkan dengan qada Ramadan yang notabenenya merupakan ibadah wajib.
Analoginya adalah dengan ibadah lainnya, yakni keharaman menggabungkan salat sunah dua rakaat qablyiah Subuh (ibadah sunah) dengan pengerjaan salat Subuh (ibadah wajib). Dalam pendapat ini, dua ibadah yang berbeda tidak bisa disatukan.
Umat Islam diperbolehkan memilih salah satu dari pendapat di atas karena sebab ikhtilaf. Salah satu golongan seyogyanya tidak menyalahkan golongan lain karena dua pendapat di atas sama-sama berlandaskan dalil yang diakui Islam.
Bacaan Niat Qadha Puasa Ramadhan
Qada puasa Ramadan diniatkan sejak malam harinya sebagaimana puasa Ramadan pada umumnya.
Berikut bacaan niat qada puasa dalam dalam bahasa Arab, latin, beserta artinya.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ."
Artinya: "Aku berniat untuk mengqada puasa Ramadan esok hari karena Allah Ta'ala."
Bacaan Niat Puasa Syawal
Berbeda dengan puasa wajib atau qada puasa Ramadan yang mewajibkan niat pada malam harinya, niat puasa Syawal dapat dilakukan di pagi atau siang hari, sejauh yang berniat, belum makan, minum, atau mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa, terhitung sejak subuh.
Jika seseorang bermaksud puasa Syawal sejak malam harinya, maka lafal niat yang dapat dibaca adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ."
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”
Sementara itu, jika seseorang tidak berniat puasa Syawal pada malam harinya, kemudian pada pagi atau siang harinya terbersit keinginan berpuasa Syawal, hukumnya tetap sah. Ia dapat mengucapkan lafal niat yang berbeda, seperti di bawah ini.
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Bacaan latinnya: "Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ."
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.”
Editor: Iswara N Raditya