tirto.id - Sebuah satelit milik BUMN mengorbit ke angkasa. Bukan milik perusahaan teknologi ataupun telekomunikasi, melainkan milik PT Bank Rakyat Indonesia Tbk [BRI]. BRI menjadi satu-satunya bank yang memiliki satelit sendiri. Melalui satelit BRIsat, BRI berharap bisa memperluas jangkauannya hingga ke wilayah-wilayah terpencil. Dengan demikian, inklusi keuangan Indonesia bisa semakin mendalam.
Sejarah tercipta ketika satelit BRIsat, resmi meluncur ke orbit Minggu dini hari (19/6/2016) pukul 04.39 WIB atau Sabtu (18/6/2016) pukul 17.30 WIB waktu Kourou, French Guyana, Amerika Selatan. BRIsat akan mengorbit di atas pulau Papua, Indonesia. Orbit tujuannya adalah Geostationary dengan titik koordinat 150.5 derajat Lintang Timur.
BRIsat dibawa ke orbit menggunakan roket peluncur Ariane 5 dari Bandar Antariksa Guyana di Kourou. Selain BRIsat, peluncuran bernomor VA 230 itu juga membawa satelit EchoStar XVIII milik perusahaan televisi kabel asal AS, DISH Network LLC, seperti disiarkan langsung situs perusahaan peluncur roket Arianespace.
Setelah dibawa oleh roket Ariane 5 berdaya angkut 10 ton, satelit dengan 45 transponder ini akan dilepaskan oleh roket peluncur di angkasa, dan memulai proses menuju slot orbit Geostationary yang membutuhkan waktu maksimal 20 hari.
Setelah BRIsat menemukan orbitnya, perusahaan pembuat BRIsat asal Amerika Serikat, Space System/Local (SSL), akan menyerahkan secara resmi satelit itu ke BRI untuk dioperasikan langsung oleh sumber daya manusia BRI. Khusus untuk BRIsat ini, BRI mengerahkan 53 teknisinya yang sudah dilatih di perusahaan manufaktur satelit, Space System Lorel, Amerika Serikat.
Direktur Konsumer BRI Sis Apik Wijayanto mengatakan, BRI akan menghemat 40 persen biaya operasional untuk satelit, setelah pengoperasian BRIsat ini. Sebelum ada BRIsat, BRI menyewa satelit dengan biaya sewa Rp500 miliar per tahun.
"Ini akan Percepat unit kerja baru BRI karena otomatis pengendalian satelit ada di bawah BRI, tidak tergantung perusahaan lain," ujarnya, seperti dilansir dari Antara.
BRIsat sebelumnya sempat mengalami tiga kali penundaan peluncuran karena kerusakan teknis pada roket peluncur dan gangguan cuaca
Sedianya, BRIsat diluncurkan pada 9 Juni 2016 waktu Jakarta, tetapi Arianespace menemukan adanya gangguan pada konektor fluida kriogenik, bahan bakar roket, pada bagian atas roket dengan dudukan peluncur roket. Peluncuran ditunda selama 8 hari, sehingga dijadwalkan ulang menjadi 17 Juni 2016 waktu Jakarta.
Namun, pada 16 Juni 2016, Arianespace kembali mendeteksi adanya gangguan sistem elektrik umbilikal pada roket yang menghubungkan tempat satelit EchoStar XVIII dengan pusat pengendali peluncuran roket. Peluncuran pun harus diundur satu hari menjadi 18 Juni 2016 atau Sabtu dini hari WIB.
Sabtu dini hari kemarin, peluncuran kembali dibatalkan karena tekanan angin yang begitu besar di Kourou. Peluncuran baru benar-benar berjalan dengan lancar pada Minggu dini hari.
Era Baru Industri Perbankan
Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Asmawi Syam menyatakan peluncuran satelit milik perseroan BRIsat mengawali era baru industri perbankan, khususnya era industri perbankan digital.
"BRIsat membawa era baru dalam dunia perbankan, dan juga langkah awal dalam industri finansial secara global," katanya dalam sambutan pascapeluncuran BRIsat, yang disiarkan langsung oleh laman resmi perusahaan antariksa Arianespace, di Jakarta, Minggu.
Pernyataan Asmawi itu merujuk pada BRIsat, yang merupakan satelit perbankan yang dimiliki dan dioperasikan pertama kali di dunia oleh perusahaan perbankan.
BRIsat akan efektif beroperasi memfasilitasi layanan perbankan perseroan pada 50 hari pascapeluncuran atau pada pekan kedua Agustus 2016. Satelit senilai Rp3,375 triliun itu akan membantu BRI memperluas jangkauan layanan keuangan ke daerah-daerah terpencil, dan memasok infrastruktur digital kepada 59 ribu agen Laku Pandai BRI.
Merujuk data yang dilansir Arianespace, setelah beroperasi, BRIsat akan menyediakan teknologi untuk kegiatan perbankan yang diperlukan lebih dari 10.600 kantor cabang BRI, 236 ribu gerai jaringan elektronik dan 53 juta nasabah BRI.
Efisiensi Menjelang MEA
Keputusan BRI untuk memiliki satelit sendiri memang merupakan salah satu jawaban untuk menghadapi era persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sudah menjadi rahasia umum jika perbankan Indonesia masuk dalam kategori paling tidak efisien di ASEAN. Indikatornya adalah Biaya Pendapatan Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO).
BOPO merupakan ukuran efisiensi bank dengan membandingkan biaya operasional, termasuk biaya bunga dengan pendapatan operasional bank. Hingga kuartal I-2016, BOPO BRI ada di kisaran 68 – 69 persen. Persentase itu lebih rendah dari rata-rata BOPO perbankan Indonesia.
Hingga April 2016, BOPO perbankan Indonesia ada di kisaran 82,74 persen. Angka ini turun dibandingkan BOPO hingga akhir 2015 yang sebesar 86,36 persen. Namun, BOPO Indonesia itu jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata BOPO bank di ASEAN yang ada di kisaran 56 persen.
Angka BOPO yang tinggi itu menunjukkan bahwa bank-bank Indonesia kurang efisien jika dibandingkan dengan bank-bank di ASEAN lainnya. Rendahnya efisiensi ini antara lain berimplikasi pada tingginya suku bunga kredit.
Untuk menekan suku bunga kredit agar lebih rendah, penurunan BOPO adalah salah satu jalannya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator berupaya untuk "menekan" bank agar menurunkan BOPO. Sebuah peraturan sedang disiapkan, salah satunya dengan memberikan insentif kepada bank dengan BOPO rendah.
OJK memberikan iming-iming diskon alokasi modal inti yang cukup signifikan untuk pendirian kantor cabang jika mampu menurunkan BOPO. "Jika BOPO turun ke level tertentu dapat diskon juga besar, turunnya lebih besar lagi dapat diskon lebh besar lagi. Pelonggaran syarat pendirian kantor cabang itu mencapai 40-50 persen," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad.
Sesuai Peraturan OJK (P-OJK) tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, perbankan tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru apabila alokasi modal inti tidak cukup. Syarat modal inti tersebut yang akan dikurangi OJK, sesuai jumlah penurunan BOPO yang berhasil dilakukan perbankan. Ini tentu saja membuat bank-bank tergiur untuk menurunkan BOPO. Jika semua bank bergerak menurunkan BOPO, maka suku bunga satu digit tinggal menghitung waktu.
Inklusi Keuangan
Selain menurunkan biaya operasional, kehadiran BRIsat akan memberikan poin tersendiri bagi inklusi keuangan Indonesia. BRIsat memungkinkan BRI untuk menjangkau daerah-daerah terpencil yang selama ini belum tersentuh oleh layanan perbankan.
Dalam hal akses perbankan, Indonesia masih berada di posisi bawah di ASEAN. Menurut Global Financial Inclusion Index yang dirilis Bank Dunia, persentase orang dewasa Indonesia yang memiliki rekening bank hanya 36 persen. Angka ini lebih rendah dari Thailand sebesar 78 persen, dan Malaysia sebanyak 81 persen.
Untuk memperbesar inklusi keuangan Indonesia, OJK meluncurkan Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Laku Pandai merupakan penyediaan layanan perbankan atau layanan keuangan lainnya melalui kerja sama dengan pihak lain (agen bank), dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
Hingga akhir 2016, ada 9 bank yang telah mengeluarkan produk Laku Pandai yaitu BRI, Bank Mandiri, BTPN, BCA, BTN, BNI, BRI Syariah, BPD Kaltim, dan Bank Sinarmas. BRI tercatat sebagai bank dengan jumlah agen Laku Pandai terbanyak.
Hingga akhir Mei, BRI telah memiliki 62.000 agen Laku Pandai yang disebut BRILink. BRILink merupakan layanan keagenan BRI, di mana BRI bekerja sama dengan nasabahnya untuk memberikan berbagai layanan perbankan secara real time online dengan konsep sharing fee.
Agen laku pandai ini tersebar di pelosok-pelosok daerah untuk menjangkau wilayah yang sulit mengakses perbankan. Kehadiran BRIsat akan membantu BRI untuk terus menyebar luas, melayani agen-agen inklusi keuangan, sehingga nantinya seluruh rakyat Indonesia bisa mendapatkan akses keuangan. Akses keuangan inilah yang nantinya menjadi salah satu modal untuk kemajuan ekonomi.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti