Menuju konten utama

Babak Baru Konektivitas Singapura - Malaysia

Singapura dan Malaysia memasuki babak baru dengan menandatangani nota kesepahaman pembangunan High-Speed Rail (HSR). Jika terealisasi, konektivitas Singapura-Malaysia pun akan semakin mudah. Bagaimana nasib Indonesia?

Babak Baru Konektivitas Singapura - Malaysia
Model berfoto di samping miniatur kereta cepat Jakarta-Bandung di Jakarta. [Antara Foto/Hafidz Mubarak A]

tirto.id - “Saat kereta cepat sudah jadi, orang-orang Malaysia akan mendapatkan nasi lemak di Kuala Lumpur, deal chilli crab di Singapura, dan pulang untuk makan malam dengan rendang bersama keluarga.”

Ini adalah impian, sekaligus perumpamaan dari Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Tun Razak ketika proyek kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura tuntas enam tahun lagi. Dengan kereta cepat, penduduk kedua negara bisa saling melintas, menempuh perjalanan hanya 90 menit tanpa harus menggunakan pesawat terbang. Segalanya bisa terjadi dengan kereta cepat. Koneksi antar penduduk dan deal bisnis kedua negara semakin mudah.

Untuk mewujudkan mimpi bersama negara tetangganya, Malaysia bersama Singapura menyepakati tonggak pijakan mimpi mereka. Pada Selasa (19/7/2016), PM Singapura Lee Hsien Loong dan delegasinya terbang ke Putrajaya, Malaysia. PM Lee dan sang tuan rumah PM Najib menjadi saksi sejarah kepastian proyek kereta cepat yang sudah disepakati kedua negara beberapa tahun lalu.

Kesepakatan proyek kereta cepat tertuang dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) antara Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Singapura Khaw Boon Wan dan Menteri di Departemen Perdana Menteri Datuk Abdul Rahman Dahlan. Penandatanganan MoU ini merupakan “tanda jadi” setelah PM Lee dan PM Najib mengumumkan megaproyek tersebut secara bersama pada 2013 lalu.

MoU ini menjadi simbol erat dan mesranya hubungan kedua negara. Sebelum acara penandatanganan, PM Lee dan delegasinya dijamu makan siang oleh PM Najib. PM Lee didampingi sang istri dan delegasi Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan. Delegasi lain yaitu para pejabat dari kantor Perdana Menteri, Departemen Perhubungan, Departemen Luar Negeri, Departemen Komunikasi dan Informasi, Land Transport Authority, dan Kejaksaan Agung Singapura.

“Penandatanganan MoU ini sebagai tonggak yang signifikan dan sebagai bukti kerja sama kedua negara yang erat,” kata PM Lee dalam sebuah pernyataan Senin kemarin dikutip dari todayonline.

MoU ini memberikan kepastian kelanjutan proyek kereta cepat. Beberapa investor dari Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Cina sudah tertarik dan ingin ambil bagian dari proyek bergengsi ini. Mereka tak hanya berminat mengikuti tender, tapi juga bersedia bersama melakukan transfer teknologi dan ahli soal kereta cepat.

Setelah MoU, proyek kereta cepat Singapura-Kuala Lumpur baru akan dimulai pada 2017 melalui tahapan proses tender sebelum konstruksi. Proyek ini targetnya akan tuntas pada 2022. Sementara itu, Indonesia sudah memulai lebih dahulu proses groundbreaking untukproyek kereta cepat Jakarta - Bandung pada Januari 2016. Namun, memulai lebih cepat tak menjamin Indonesia akan lebih dulu punya kereta cepat dari Singapura dan Malaysia. Kenapa?

Ambisi Versus Visi

Kereta cepat Singapura-Kuala Lumpur tak terlepas dari visi besar pemerintah Malaysia pada 2020. Pada 2010, Malaysia meluncurkan sebuah program transformasi ekonomi untuk menyambut negeri jiran tersebut sebagai negara yang berpendapatan tinggi di 2020.

Mirip dengan di Indonesia, proyek kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura juga diwarnai kontroversi dan jadi sorotan lawan politik pemerintah yang berkuasa. Di Malaysia, kelompok partai oposisi “Pakatan Harapan” menolak tegas proyek kereta cepat. Mereka yang menolak mempermasalahkan penggunaan anggaran negara dan prioritas pembangunan antara wilayah semenanjung di barat dengan Malaysia bagian timur.

Berdasarkan studi, kereta cepat akan mendongkrak ekonomi Singapura dan Malaysia, serta menumbuhkan kawasan pertumbuhan baru. Proyek ini juga untuk menjawab kebutuhan transportasi penduduk kedua negara. Dari hitungan di atas kertas, keberadaan kereta cepat menjadi sarana yang efektif sebagai transportasi baru antar Kuala Lumpur-Singapura.

Kecepatan kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura dirancang pada kecepatan 350-450 km/jam, dengan tujuh stasiun pemberhentian. Harga tiketnya diperkirakan di bawah RM 400 ringgit, atau sekitar Rp1,2 juta. Proyek tersebut diperkirakan akan menelan biaya USD14,8 miliar. Target awal proyek dimulai pada 2015, selesai pada 2020. Namun, jadwal pekerjaan mundur dan diperkirakan baru dimulai 2017, selesai pada 2022.

Sejak proyek kereta cepat ini diumumkan pada Februari 2013, kedua negara terus berupaya mengembangkan kerja sama strategis lintas batas negara. Pada April 2014, Malaysia mengumumkan pangkalan udara militernya di Sungai Besi menjadi terminal kereta cepat. Singapura juga harus menggusur lapangan golf Jurong Country Club untuk stasiun kereta cepat.

Kedua negara juga cukup sistematis dalam mempersiapkan proyek skala besar ini. Malaysia's Land Public Transport Commission (SPAD) dan Singapore's Land Transport Authority (LTA) pada Oktober 2015 bersama-sama mengumumkan kegiatan pratender melalui Request for Information (RFI) untuk rute proyek kereta cepat. Ada 14 perusahaan yang tersaring di November 2015.

Menginspirasi Indonesia

Rencana proyek kereta cepat Singapura - Malaysia yang disampaikan PM Lee dua tahun lalu merupakan pendorong Presiden Joko Widodo untuk memiliki proyek serupa. Lahirlah proyek kereta cepat Jakarta - Bandung, yang akhirnya sudah terlebih dahulu diteken MoU-nya.

"Saya tanya pada PM Lee di Singapura. Dia mau bangun kereta api cepat dari Singapura ke Kuala Lumpur. Kalau infrastruktur tidak dilakukan cepat, maka daya saing akan lemah,” kata Presiden Jokowi pada Desember 2014 lalu.

Sebelum itu, Presiden Jokowi memang sempat melirik proyek kereta cepat setelah mencoba salah satu rute kereta cepat Beijing-Tianjin pada Oktober 2014. Sejak saat itu, semua rangkaian persiapan proyek ini berlangsung cepat, termasuk persiapan studi kelayakan oleh Cina yang hanya berlangsung Mei-Agustus 2015.

Pada 10 Agustus 2015, delegasi Cina menemui Presiden Jokowi. Secara gamblang, delegasi yang dipimpin Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi Cina, Xu Shaoshi memaparkan hasil studi kelayakan terhadap proyek kereta cepat Jakarta - Bandung.

Semua rangkaian yang begitu cepat itu memang membuahkan hasil yang cepat pula. Pada 21 Januari 2016 atau hanya setahun lebih, upaya merealisasikan proyek kereta cepat berujung pada groundbreaking. Namun, memulai dengan singkat ternyata dibarengi dengan cepat menuai masalah pula. Persoalan lahan, perizinan, trase, kontrak perjanjian dengan investor ternyata belum sepenuhnya deal saat groundbreaking dimulai.

Kurang dari sebulan peletakan batu pertama oleh Presiden Jokowi, masalah masih mendera proyek ini. Setidaknya hingga pertengahan Februari 2016, pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengembang masih meminta jaminan risiko politik, yakni jaminan konsistensi kebijakan jika terjadi pergantian pejabat. Permintaan itu dianggap wajar oleh pemerintah, karena nilai investasi proyek kereta cepat mencapai Rp77 triliun dan izin konsensi yang diberikan selama 50 tahun.

Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung berisiko molor dari target. Sebagai pembanding saja, pada proyek MRT Jakarta, pihak pengembang yaitu PT MRT Jakarta aktif menampilkan progres perkembangan proyek ini secara online semenjak groundbreaking 10 Oktober 2013. Presiden Jokowi bahkan sudah mengecek dua kali perkembangan proyek MRT ini. Namun, dengan sistem yang lebih transparan dan pengawasan langsung dari orang nomor satu di Indonesia saja, proyek ini bakal molor dari target karena persoalan kontraktor dan pembebasan lahan.

Bagaimana dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang sudah genap 7 bulan berjalan tanpa ada sistem informasi perkembangan proyek secara terbuka seperti yang dilakukan pada proyek MRT Jakarta? Selama 7 bulan pula, Presiden Jokowi setidaknya tak muncul lagi ke lokasi groundbreaking yang pernah dikunjunginya 21 Januari lalu.

Apakah ini kabar buruk? Kita berharap kereta cepat Jakarta-Bandung tak kalah cepat dengan Singapura-Malaysia yang memulai start lebih belakangan. Kita lihat apakah 2019 kereta cepat meluncur di Jakarta-Bandung, atau Singapura-Kuala Lumpur pada 2022. Kita tunggu saja.

Baca juga artikel terkait KERETA CEPAT atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti