tirto.id - Selama PPKM Darurat, Kementerian Perhubungan menerbitkan perubahan dua surat edaran dalam rangka memperketat perjalanan menggunakan transportasi umum dan pribadi di masa PPKM Darurat.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menjelaskan perubahan SE ini dilakukan untuk menekan perjalanan orang dengan transportasi darat, penyeberangan, dan perkeretaapian, khususnya di kawasan aglomerasi, dalam rangka membantu menurunkan kasus harian COVID-19.
“Dari evaluasi yang kami lakukan hingga hari ke-5 pelaksanaan PPKM Darurat, tingkat penurunan mobilitas di kawasan aglomerasi yaitu di Jabodetabek dan di Jakarta, masih di bawah angka 30 persen dibandingkan masa sebelum PPKM Darurat, baik itu untuk angkutan bus, KRL komuter, dan kendaraan pribadi,” jelas dia dalam konferensi pers, Jumat (9/7/2021).
Adita menjelaskan, sesuai arahan Menkomarves selaku Koordinator PPKM Darurat, untuk menurunkan angka kasus harian COVID-19, diperlukan penurunan tingkat pergerakan/mobilitas masyarakat paling minimal 30 persen sampai dengan 50 persen.
“Perubahan SE ini merupakan hasil dari rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menhub bersama Kakorlantas, Dinas Perhubungan se-Jabodetabek, Satgas Penanganan COVID-19, terkait pengetatan syarat perjalanan di Kawasan aglomerasi,” kata Adita.
Berikut kedua perubahan Surat Edaran tersebut ada di sektor perhubungan darat dan perkeretaapian yaitu:
Pertama, SE No 49 tahun 2021 tentang perubahan atas SE Menhub No 43 Tahun 2021 Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Covid-19.
Kedua, SE No 50 tahun 2021 tentang perubahan atas SE Menhub No 42 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Perkeretaapian Pada Masa Pandemi COVID-19.
Isi Aturan PPKM Darurat Transportasi Darat dan Kereta Api
Secara umum ada dua poin perubahan di dalam SE tersebut, yaitu:
Pertama, khusus perjalanan rutin dengan moda transportasi darat kendaraan pribadi maupun angkutan umum, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, dan kereta api komuter, dalam satu wilayah aglomerasi perkotaan, hanya berlaku untuk kepentingan sektor esensial dan sektor kritikal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Kedua, perjalanan tersebut wajib dilengkapi dengan persyaratan dokumen berupa Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau Surat Keterangan lainnya yang dikeluarkan oleh Pemda setempat atau surat tugas yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan atau pejabat minimal eselon 2 untuk pemerintahan dan berstempel atau cap basah atau tanda tangan elektronik.
“Kedua SE ini berlaku efektif mulai Senin, 12 Juli 2021, untuk memberikan kesempatan kepada operator untuk kesiapan dan sosialisasi kepada calon penumpang dan masyarakat,” ungkap Adita.
Dalam melaksanakan ketentuan ini, seluruh unsur baik Kemenhub, Pemerintah Daerah, Satgas Penanganan COVID-19 di Pusat dan Daerah, dan operator transportasi melakukan koordinasi, sosialisasi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan SE ini.
Kemudian, Kemenhub berkoordinasi intensif dengan Kepolisian/Korlantas Polri untuk melakukan pengawasan dan Pengendalian di lapangan.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, angka kendaraan bus maupun pribadi yang datang dan keluar dari Jakarta mengalami penurunan dibandingkan masa sebelum PPKM Darurat.
Untuk angkutan bus di sejumlah terminal penurunannya bervariasi sekitar 30 sampai dengan 60 persen dan untuk angkutan penyeberangan di Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk turun sekitar 30 persen. Sedangkan, untuk angkutan logistik tetap sama cenderung ada peningkatan, hal ini selaras dengan arahan Menteri Perhubungan agar kebutuhan sehari-hari masyarakat tetap terpenuhi.
Kepala BPTJ Polana B. Pramesti menjelaskan, dari hasil pantauan BPTJ, pergerakan kendaraan pribadi dan umum yang menuju Jakarta, tercatat untuk kendaraan pribadi menurun 28 persen dan angkutan umum 15 persen. Sedangkan untuk pergerakan kendaraan yang keluar Jakarta, tercatat untuk kendaraan pribadi menurun 24 persen dan angkutan umum menurun 14 persen.
Dirjen Perkeretaapian Zulfikri mengungkapkan, untuk kereta api jarak jauh alias antarkota menurun signifikan hingga 70 persen. Sementara angkutan ka perkotaan di Bandung Raya juga menurun 70 persen. Begitupun KRL Jogja-Solo juga menurun sekitar 51 persen. Namun, untuk KRL Jabodetabek penurunannya masih sekitar 28 persen.
Terkait persiapan implementasi di lapangan, Zulfikri mengatakan, telah berkoordinasi dengan kereta api komuter dan Pemerintah Daerah yang akan melaksanakan pemeriksaan syarat perjalanan, agar tidak menimbulkan kerumunan.
Korlantas Polri Irjen Pol Istiono menuturkan, dengan terbitnya perubahan SE ini akan memudahkan petugas Korlantas Polri di lapangan untuk melakukan pemeriksaan di titik-titik penyekatan.
Apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, tentunya akan dilakukan tindakan putar balik kendaraan. Irjen Pol Istiono meminta kepada masyarakat yang tidak bekerja di sektor esensial dan kritikal agar mematuhi aturan yang berlaku dengan tetap di rumah.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri