Menuju konten utama
Hukum-Pasal KUHP

Aturan Pembebasan Bersyarat dan Isi Pasal 15 KUHP

Isi pasal 15 KUHP tentang Aturan Pembebasan Bersyarat bagi terpidana di Indonesia.

Aturan Pembebasan Bersyarat dan Isi Pasal 15 KUHP
Ilustrasi Sidang. foto/istockphoto

tirto.id - Sistem hukum negara Indonesia memiliki induk peraturan untuk urusan pidana positif yaitu KUHP.

KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan landasan penegakan hukum pidana yang digunakan untuk mengadili perkara pidana yang bertujuan untuk melindungi kepentingan umum.

Di dalam KUHP terdapat peraturan-peraturan mengenai tindak pidana yang akan berdampak buruk terhadap keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum.

Sistem hukum pidana merupakan bentuk upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian perkara dan memiliki sanksi yang bersifat memaksa.

Pada sejarahnya, KUHP dibentuk berdasarkan sebuah produk hukum pada zaman kolonial Belanda yaitu Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI).

WvSNI dibentuk pada 15 Oktober 1915 dan diresmikan untuk mulai berlaku pada 1 Januari 1918.

Dalam WvSNI masih terdapat unsur-unsur khas kolonialisme seperti aturan tentang kerja rodi dan denda dalam bentuk mata uang gulden.

Namun setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, WvSNI akhirnya dimodifikasi untuk menyesuaikan tujuan dan situasi negara Indonesia pada pasca-kemerdekaan.

Akhirnya pada tanggal 26 Februari 1946, WvSNI resmi diubah menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui UU No.1 tahun 1946.

Dalam UU ini, KUHP juga menghapus unsur-unsur kolonialisme seperti aturan kerja rodi serta mengganti denda dengan mata uang gulden ke mata uang rupiah.

KUHP terdiri dari 3 buku yaitu Buku 1 tentang Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 tentang Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Isi Pasal 15 KUHP Tentang Pembebasan Bersyarat

Pasal 15 KUHP masuk dalam Buku 1 tentang Aturan Umum dan Bab II tentang Pidana.

Pasal ini mengatur tentang pembebasan bersyarat bagi terpidana, syarat-syaratnya, serta ketentuan dan konsekuensi pelanggaran pada masa percobaan.

Berikut adalah isi dari Pasal 15 KUHP:

Pasal 15

(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.

(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.

(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Pasal 15a

(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.

(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.

(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat yang tersebut pada Pasal 14d ayat 1.

(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.

(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau dihapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.

(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.

Pasal 15b

(1) Jika orang yangdiberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.

(2) Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.

(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.

Baca juga artikel terkait PEMBEBASAN BERSYARAT atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Dhita Koesno