Menuju konten utama

Asuransi dan Fakta-Mitos yang Mengelilinginya

Sebagian masyarakat menganggap asuransi menjurus pada pamali: sebuah upaya mendahului kehendak Tuhan. Benarkah demikian?

Asuransi dan Fakta-Mitos yang Mengelilinginya
ilustrasi asuransi kesehatan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Adat pasang berturun naik. Peribahasa ini rasanya tepat untuk menggambarkan nasib kita yang tak pernah sama. Keadaan terus berubah, susah dan senang silih ganti menghampiri.

Di novel Hujan Bulan Juni (2015), Sapardi menulis, “Nasib memang diserahkan kepada manusia untuk digarap, tetapi takdir harus ditandatangani di atas materai dan tidak boleh digugat kalau nanti terjadi apa-apa, baik atau buruk. Kata yang ada di Langit sana, kalau baik ya alhamdulillah, kalau buruk ya disyukuri saja.”

Sebagai manusia, kita ditakdirkan menjalani hidup dalam ketidakpastian, sekaligus bertugas “menggarap” nasib: mau pasrah dengan ketidakpastian dan segala risikonya, atau mencari solusi perlindungan yang sanggup memberi kepastian.

Solusi perlindungan itu bernama asuransi. Namun, topik soal asuransi sendiri menimbulkan banyak persepsi. Ada yang bilang pemilik asuransi hanyalah orang-orang berduit. Sudahlah bayar mahal, klaim asuransi, konon, kerap dipersulit. Ada pula yang lebih pilih mengabaikan risiko-risiko hidup.

Hasbullah Thabrany, profesor Fakultas Kesehatan Publik Universitas Indonesia, mengatakan bahwa kecenderungan masyarakat yang tak terlalu memedulikan risiko hidup disebabkan oleh dua persepsi umum, yaitu relatif tak melihat jangka panjang serta tak lepas dari kepercayaan dan tradisi.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 (PDF) yang dilakukan OJK, 96,81% masyarakat Indonesia mengaku memiliki tujuan keuangan, tetapi mayoritas untuk jangka pendek—sekadar memenuhi kehidupan sehari-hari dan mempertahankan hidup. Bagi mereka, banyak kebutuhan mendesak yang lebih perlu dipenuhi ketimbang membeli produk asuransi yang manfaatnya tak bisa dirasakan langsung.

“Sering kali orang yang membeli asuransi malah diomeli karena dianggap mendoakan orang untuk sakit,” ujar Hasbullah, yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI).

Sebagian masyarakat menganggap pamali bila berpikir apalagi bertindak mendahului kehendak Tuhan. Mereka menerima takdir sebagai wujud kepasrahan. Padahal konsep asuransi adalah mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, bukan melawan atau mendahului takdir. Dengan kata lain, mengutip ungkapan orang bijak, "Manusia boleh berusaha tetapi Tuhan yang menentukan." Dengan asuransi, seseorang bisa lebih tenang merespons takdir (dalam wujud hal-hal tak terduga) karena yakin masa depan aman.

Sudah Saatnya Mengenal Asuransi Lebih Dekat

Wajar bila mayoritas masyarakat Indonesia belum menganggap proteksi diri sebagai kebutuhan. Per 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks literasi asuransi masih cukup rendah. Dari 100 orang, hanya 15–16 yang memahami asuransi dan tersisa 12 yang menggunakannya. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pun mengungkap, hingga kuartal pertama 2019, bisnis asuransi belum bisa berlari kencang.

Bekal literasi keuangan, terutama asuransi, penting untuk mengatasi beragam tantangan finansial dalam perjalanan kita menuju kesejahteraan. Misalnya tantangan biaya kesehatan yang tiap tahun meningkat tanpa melihat siapa kita, berapa besar gaji kita, lajang atau menikah. Karena itu, asuransi bukan hanya milik orang-orang berduit. Justru kesadaran akan kondisi finansial yang terbatas membuat seseorang tergerak melindungi keuangannya.

Mahalnya biaya pengobatan, menurut OJK, bisa diatasi bila kita memiliki asuransi kesehatan. Apalagi melawan penyakit tak hanya menguras emosi dan fisik. Dalam situasi darurat, seseorang tak jarang memerlukan dana relatif besar sehingga mengancam kestabilan finansial: hal yang biasanya turut membebani orang terdekat. Bila hal buruk terjadi, asuransi juga diperlukan untuk menjamin ketersediaan dana bagi orang-orang yang ekonominya sangat bergantung kepada pencari nafkah utama.

Infografik Asumsi asumsi Asuransi

Infografik Asumsi-asumsi Asuransi. tirto.id/Mojo

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi Penyakit Tidak Menular seperti kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi yang termasuk penyakit kritis mengalami peningkatan dibandingkan enam tahun lalu. Riset KPPPA dan BPS menyebut gaya hidup memengaruhi faktor kesehatan—konsumsi makanan tak sehat, kurang olahraga, stres, rokok dan alkohol berlebihan.

Lalu bagaimana dengan premi asuransi yang kelewat mahal dan kabar proses klaim yang rumit? Ungkapan "mahal atau murah itu relatif"juga berlaku untuk asuransi. Jika asuransi termasuk dalam skala prioritas seseorang, maka tidak ada istilah mahal. Bandingkan dengan bujet perawatan wajah, pengeluaran untuk kopi dalam sebulan, hangout akhir pekan, atau dana seputar hobi. Mana yang lebih besar?

Premi asuransi sebetulnya bisa disiasati dengan mulai memilikinya sedini mungkin (mengingat makin bertambah usia, premi kian mahal) dan memilih produk sesuai kebutuhan. Bandingkan dana yang dikeluarkan untuk membayar premi dengan manfaat klaimnya suatu saat nanti. Masih mau bilang mahal?

Selain premi mahal, isu proses klaim juga menjadi perhatian. Banyak orang sering kali tidak benar-benar memahami cara klaim dan kondisi yang disyaratkan sehingga menganggap proses hingga nilai klaim tak sesuai harapan. Sebab itulah OJK mengajak masyarakat memerhatikan macam dan besarnya manfaat yang akan diterima, juga bagaimana dan pada kondisi apa klaim dapat dilakukan sebelum menyetujui polis asuransi.

Membeli produk asuransi, terutama kesehatan, merupakan keputusan besar yang memengaruhi masa depan finansial. Karena itu, #AturSesukamu sebuah produk asuransi seperti halnya kamu memilih outfit of the day (OOTD)—fleksibel, nyaman, lengkap, serta memiliki jangkauan luas.

Semua itu bisa ditemukan sekaligus dalam perlindungan asuransi tambahan kesehatan dengan manfaat utama rawat inap PRUPrime Healthcare Plus (PPHPlus) dan PRUPrime Healthcare Plus Syariah (PPHPlus Syariah).

Laiknya fesyen yang serba-fleksibel, nasabah bebas memilih batas harga kamar rawat inap dengan memaksimalkan manfaat kamar menggunakan harga mana yang lebih tinggi antara pilihan kamar dan batas harga kamar sesuai plan yang dipilih.

Laiknya padu padan fesyen, pemilihan produk asuransi mesti disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter tiap orang. Kita tidak bisa mengikuti semua tren yang ada, tetapi hanya perlu memilih gaya yang membuat nyaman dan percaya diri. Itulah mengapa kedua asuransi tambahan (rider) yang melengkapi PRULink Generasi Baru dan PRULink Syariah Generasi Baru ini menawarkan manfaat perawatan sebelum maupun sesudah tindakan bedah rawat jalan dan rawat inap, termasuk rawat jalan (sesuai tagihan) untuk perawatan kanker dan cuci darah. Tersedia pula batas manfaat tahunan hingga Rp65 miliar (sesuai plan yang dipilih) bila ditambahkan fitur PRUPrime Limit Booster. Manfaat-manfaat tersebut dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang beragam.

Laiknya fesyen yang universal, wilayah pertanggungan rider pun tak hanya mencakup Indonesia, tetapi seluruh dunia (termasuk Amerika Serikat) sesuai plan dengan pilihan masa perlindungan hingga Tertanggung berusia 99 tahun! Belum lagi, khusus untuk PPHPlus Syariah, ada manfaat tambahan santunan Dana Marhamah yang dibayarkan bila peserta meninggal dunia.

Jangan biarkan risiko ketidakpastian hidup membuat langkah kita terhenti. Bagaimanapun, seperti kata pebisnis Mellody Hobson, "Jika bisa belajar menangani situasi tak nyaman, hidup akan lebih baik."

Saatnya memberanikan diri menghadapi hari-hari penuh kejutan berbekal perlindungan lengkap yang tak cuma sefleksibel OOTD, tetapi juga memberikan kita kenyamanan untuk bergerak bebas. Selamat tinggal, rasa cemas dan kekhawatiran!

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis