tirto.id - Hampir seluruh rakyat Kurdistan di Irak yang ikut dalam referendum memutuskan untuk berpisah dari Baghdad. 92,73 persen mengatakan 'Ya' sebagai jawaban atas pertanyaan 'Apakah Anda ingin Wilayah Kurdistan dan wilayah Kurdistan di luar administrasi daerah menjadi negara merdeka?'.
Hasil pemungutan suara yang dihelat Senin (25/9/2017) lalu itu diumumkan pada Rabu (27/9/2017) malam waktu setempat oleh petugas pemilihan di Irbil, semi-otonom ibu kota Pemerintah Wilayah Kurdistan (Kurdish Regional Government/KRG).
Sayang, tak hanya pemerintah Irak yang marah atas referendum yang diikuti 72 persen dari 8,4 juta populasi Kurdistan itu. Amerika Serikat juga tidak mengakui hasil referendum tersebut karena dianggap berlangsung "sepihak". AS meminta semua pihak tidak menggunakan kekerasan dan melakukan dialog, demikian kata Menteri Luar Negeri Rex Tillerson, Jumat (29/9/2017) waktu setempat.
"Amerika Serikat tidak mengakui referendum sepihak Pemerintah Daerah Kurdistan yang diadakan pada Senin. Pemilihan dan hasil tersebut tidak sah dan kami akan terus mendukung Irak yang bersatu, federal, demokratis dan sejahtera. Amerika Serikat meminta semua pihak, termasuk para tetangga Irak, tidak melakukan tindakan sepihak dan tidak menggunakan kekerasan," kata Tillerson dalam sebuah pernyataan.
Tillerson mengatakan Washington "cemas dengan kemungkinan dampak negatif dari langkah sepihak ini." Washington sebelumnya telah memperingatkan bahwa pemungutan suara di wilayah otonom Kurdi di Irak utara dan beberapa daerah bersengketa akan "meningkatkan ketidakstabilan".
"Kami mendesak pihak berwenang Kurdi Irak untuk menghormati peran pemerintah pusat yang diamanatkan secara konstitusional dan kami menyerukan pemerintah pusat untuk tidak menebarkan ancaman atau bahkan mengisyaratkan kemungkinan penggunaan kekuatan," kata Tillerson sebagaimana dikutip AFP dan dilaporkan ulang Antara.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan