Menuju konten utama

AS Kenai Sanksi Dua Pejabat Elite Korut Perancang Program Nuklir

Sanksi terbaru untuk dua pejabat Korea Utara itu merupakan bagian dari kampanye untuk memaksa Korea Utara meninggalkan program senjata rudal bertingkat nuklir.

AS Kenai Sanksi Dua Pejabat Elite Korut Perancang Program Nuklir
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memberi pengarahan mengenai program senjata nuklir dalam foto tanpa tanggal yang dirilis Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) di Pyongyang, Minggu (3/9/2017). ANTARA FOTO/KCNA via REUTERS

tirto.id - Amerika Serikat telah mengumumkan sanksi terhadap dua pejabat Korea Utara di balik program rudal balistik negara mereka.

Langkah ini merupakan yang terbaru dalam sebuah kampanye untuk memaksa Korea Utara meninggalkan program senjata rudal bertingkat nuklir yang mampu menyerang Amerika Serikat (AS).

AS menyebut nama para pejabat tersebut sebagai Kim Jong-sik dan Ri Pyong-chol. Dikatakan bahwa Jong-sik merupakan tokoh kunci dalam upaya Korea Utara untuk mengalihkan program rudalnya dari bahan cair ke bahan bakar padat, sementara Pyong-chol dilaporkan menjadi pejabat kunci dalam pengembangan rudal balistik antar benua (ICBM).

"Departemen keuangan menargetkan para pemimpin program rudal balistik Korea Utara itu, sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum kami [AS] untuk mengisolasi [Korea Utara] dan mencapai sebuah semenanjung Korea yang sepenuhnya denuklirisasi," kata sekretaris keuangan Steven Mnuchin seperti dikutip The Guardian.

Langkah-langkah yang sebagian besar simbolis itu menghalangi setiap properti atau kepentingan yang mungkin ada di dalam yurisdiksi AS dan melarang transaksi oleh warga AS dengan mereka.

Kebijakan tersebut menyusul sanksi baru PBB yang diumumkan pada Jumat (22/12/2017) lalu sebagai tanggapan atas uji coba ICBM Korea Utara pada tanggal 29 November yang menurut Pyongyang menempatkan semua wilayah daratan AS dalam jangkauan senjata nuklirnya.

Sanksi tersebut berusaha untuk lebih membatasi akses Korea Utara terhadap produk minyak bumi dan minyak mentah dan pendapatannya dari pekerja di luar negeri.

Korea Utara menyatakan langkah PBB sebagai tindakan perang dan sama saja dengan blokade ekonomi yang lengkap.

Melihat kredensial militer, ilmiah dan pekerja mereka, Ri Pyong-chol dan Kim Jong-sik diyakini merupakan dua dari tiga pakar terkemuka yang dianggap sangat diperlukan untuk program senjata Korea Utara.

Foto dan cuplikan televisi menunjukkan bahwa pria tersebut jelas merupakan favorit pemimpin negara tersebut, Kim Jong-un. Perilaku keduanya dengan Jong-un sangat berbeda dengan ketaatan pembantu senior lainnya, yang kebanyakan membungkuk dan memegang tangan mereka di atas mulut mereka saat berbicara dengan pemimpin muda tersebut.

Ri Pyong-chol adalah salah satu pembantu paling menonjol, dan kemungkinan mewakili partai dalam program rudal tersebut, kata para ahli. Lahir pada tahun 1948, Pyong-chol dididik sebagian di Rusia dan dipromosikan saat Kim Jong-un mulai bangkit dari barisan di akhir tahun 2000-an.

Pyong-chol pernah berkunjung ke Cina sekali dan Rusia dua kali. Dia bertemu dengan menteri pertahanan Cina pada tahun 2008 sebagai komandan angkatan udara dan menemani ayah Jong-un, Kim Jong-il, dalam sebuah kunjungan ke sebuah pabrik jet tempur Rusia pada tahun 2011, menurut media pemerintah.

Sementra itu, Kim Jong-sik adalah seorang ilmuwan roket terkemuka yang mencuat setelah memainkan peran dalam peluncuran roket pertama Korea Utara pada tahun 2012. Dia memulai kariernya sebagai teknisi aeronautika sipil, namun sekarang memakai seragam jenderal di departemen industri amunisi, menurut para ahli dan pemerintah Korea Selatan.

Kebuntuan antara Amerika Serikat dan Korea Utara telah menimbulkan kekhawatiran akan adanya konflik baru di semenanjung Korea, yang tetap dalam keadaan teknis perang sejak Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai.

Washington mengatakan bahwa semua opsi, termasuk militer, menjadi pilihan dalam menangani Korea Utara. Dikatakan bahwa AS lebih memilih solusi diplomatik, namun Korea Utara tidak memberikan indikasi bahwa pihaknya bersedia untuk membahas denuklirisasi.

Pada Selasa (26/12/2017) waktu setempat, Rusia yang telah lama meminta kedua belah pihak untuk mengadakan perundingan, mengatakan bahwa pihaknya siap untuk bertindak sebagai mediator jika Amerika Serikat dan Korea Utara bersedia.

"Kesiapan Rusia untuk menghapus jalan bagi de-eskalasi sudah jelas," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

Diminta mengomentari tawaran tersebut, juru bicara departemen luar negeri AS, Justin Higgins, mengatakan Amerika Serikat "memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan Korea Utara melalui berbagai saluran diplomatik."

"Kami ingin rezim Korea Utara memahami bahwa ada jalan lain yang dapat dipilih, namun terserah kepada Korea Utara untuk mengubah arah dan kembali ke perundingan yang kredibel,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait NUKLIR KOREA UTARA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari