Menuju konten utama

Arti Tren Pink Tote Moment Viral di TikTok dan Penjelasannya

Penjelasan mengenai tren pink tote moment yang banyak ditemukan di video-video TikTok. Tren ini mengulik pengalaman ketika mendapat kekerasan.

Arti Tren Pink Tote Moment Viral di TikTok dan Penjelasannya
Ilustrasi TikTok. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pink tote moment belakangan menjadi viral di TikTok dan mulai diikuti warganet Indonesia. Jauh dari keceriaan, tren ini digunakan wadah bagi pengguna TikTok untuk menceritakan pengalaman kurang menyenangkan terkait pola asuh orangtua di masa lalu. Tak jarang juga tentang trauma atas kekerasan fisik.

Tren pink tote lid moment banyak digunakan warganet di TikTok. Umumnya, mereka membagikan cerita melalui caption dalam video, serta dengan memasukkan backsound lagu Billie Eilish "What Was I Made For"? Lantas apa maksudnya?

Apa Maksud & Asal Mula Tren Pink Tote Moment

(Trigger Warning) artikel ini mengandung penjelasan tentang kekerasan yang berpotensi memicu trauma.

Pink tote moment merupakan tren yang digunakan para warganet di TikTok untuk menceritakan pengalaman kurang mengenakan yang didapatkan dari orangtua. Umumnya, pengalaman itu dialami seorang anak di masa kecil.

Seperti yang dibagikan akun @and*fa*et** di TikTok, yang mengungkapkan pernah diabaikan ibunya karena masalah di sekolah.

Pink tote moment saya adalah ketika saya berusia 7 tahun dan mendapat masalah di sekolah dan ibu saya berkata ‘tunggu saja sampai kita pulang.’ Saya sangat gugup sampai terjatuh dalam perjalanan pulang dan lutut saya tergores,” tulis akun @and*fa*et**.

“Saya merasakan ibu saya menggendong dan memeluk saya, sambil berpikir dia sudah memaafkan saya, tetapi ketika saya mendongak, saya melihat ibu saya berdiri jauh dari saya dan menatap saya. Itu adalah ibu siswa lain,” sambungnya dalam caption di video.

Terkadang, pink tote moment bisa bermakna gelap. Pasalnya, tak sedikit pengguna mengisahkan dirinya menjadi samsak kemarahan orangtua, dengan ataupun tanpa alasan. Beberapa bahkan mengalami kekerasan fisik, yang juga mengakibatkan trauma.

Pink tote moment saya adalah ketika ibu saya pergi selama 4 hari ketika saya berusia 12 tahun dan hampir tidak meninggalkan makanan, listrik padam, dan dia muncul dalam keadaan mabuk, dengan seorang pria yang mengenakan cincin menunjukkannya kepada saya, tersenyum dan berkata ‘saya bilang ya’,” tulis akun @ti***aly**0*.

“Ketika saya tidak mengucapkan selamat kepadanya, dia menjambak rambut saya dan membanting kepala saya ke dinding, berteriak dan mengatakan kepada saya bahwa saya tidak pernah bahagia untuknya, dan pergi lagi selama 2 hari lebih,” tambahnya dalam caption.

Kenapa disebut pink tote moment? Bukan tanpa alasan tren TikTok ini dinamakan pink tote moment. Melansir Forbes, tren tersebut berawal dari unggahan seorang remaja di TikTok yang kini videonya telah dihapus.

Dalam unggahan itu, sang anak merekam dirinya sendiri di dalam kamar gelap. Ia menceritakan pengalamannya sehabis dibentak ibunya, ketika sedang mengeringkan rambut di dalam kamar mandi.

“Dalam kasus ini, pengguna telah menceritakan kejadian orangtua mereka yang meluapkan amarah, sering kali karena pelanggaran kecil yang dianggap remeh,” tambah Forbes.

Pink Tote Moment Refleksi bagi Orangtua

Tren pink tote moment yang viral di TikTok belakangan ini, disebut bisa menjadi pengingat bagi orangtua, untuk menerapkan pola asuh lebih baik. Hal itu seperti diungkapkan psikiater anak dari Universitas California San Diego, Dr. Willough Jenkins.

Jenkins mengatakan, bahwa orangtua terkadang melakukan hal-hal buruk tersebut, dengan tanpa sadar. Oleh karenanya, pink tote moment semestinya menjadi refleksi bagi orangtua untuk mengerti bahwa tindakan kurang menyenangkan itu bisa berakibat buruk bagi seorang anak.

"Terkadang, sebagai orang tua, kita melampiaskan rasa frustasi kita terhadap satu hal — hari yang buruk di tempat kerja, stres tentang keuangan — kepada anak-anak kita tanpa menyadarinya," kata Jenkins dilansir dari Forbes.

"Tren ini menawarkan cermin, yang memungkinkan kita melihat bagaimana momen-momen tersebut dapat terjadi pada anak-anak kita,” tambahnya.

Tidak saja bagi orangtua yang pernah berlaku buruk, tren pink tote moment bisa menjadi pembelajaran bagi orangtua lain untuk tak melakukan tindakan yang sama.

“Yang paling mengejutkan saya adalah potensi untuk belajar dan berkembang. Mengenali dampak perilaku Anda (orang tua) tanpa harus berada langsung dalam situasi tersebut, dapat menjadi cara yang transformatif untuk merenung dan melakukan yang lebih baik," tutur Jerkins.

Demikian, tren pink tote moment bisa berakibat sebaliknya. Jerkins mengkhawatirkan, apabila cerita para warganet dapat dieksploitasi sebagai bahan hiburan. Alih-alih warganet lain turut berempati serta bersimpati atas kejadian-kejadian buruk yang dibagikan secara luas.

“Ada juga risiko cerita mereka diremehkan, direduksi menjadi hiburan, atau bahkan disalahpahami,” ucap Jerkins.

Jerkins menambahkan, bahwa tren tote pink moment juga bisa membangkitkan memori si pembagi cerita atas traumanya sendiri. Sebab, mereka bisa saja mendapatkan respons kurang mengenakan dari penontonnya. Ia mengingatkan, lebih baik untuk mengkonsultasikan masalah atau trauma, sebelum membagikan ke medsos.

"Saya khawatir sebagian orang yang menceritakan trauma mereka berisiko mengalami trauma lagi dan juga memicu reaksi dari pemirsa lain," terang psikiater tersebut.

"Saya mendorong siapa pun untuk berpikir, dan jika mereka masih di bawah umur, bicarakan dengan orang dewasa, sebelum membagikan kisah mereka sendiri ke dalam tren," tambah Jerkins.

Baca juga artikel terkait TREN TIKTOK atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Dipna Videlia Putsanra