tirto.id -
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, situasi ini akan menimbulkan efek kerentanan bagi negara-negara yang bergantung pada kiriman minyak Arab Saudi. Dampak tersebut akan terasa di seluruh dunia mengingat luasnya jangkauan suplai minyak Saudi.
"Ini suatu preseden yang belum pernah terjadi. Ini pasti menimbulkan apa yang disebut dampak vulnerabilitas dari munculnya serangan tersebut. Kalau dilihat dari jumlahnya, konsekuensinya dari sisi yang bisa disuplai Saudi dan mereka suplai ke seluruh dunia," ucap Sri Mulyani kepada wartawan saat ditemui di kompleks parlemen Senin (16/9/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, apa yang menimpa Saudi merupakan salah satu contoh ketidakpastian ekonomi global. Kali ini penyebabnya langsung dari faktor geopolitik.
Dalam hal ini, Houthi, Al Masirah yang menyatakan bertanggung jawab terhadap serangan itu sekaligus sebagai kelompok gerilyawan Yaman yang berafiliasi dengan Iran. Sekitar 10 drone dilansir dari CNN menargetkan fasilitas minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais.
Kendati demikian, Sri Mulyani belum mau tergesa-gesar merespon ini. Ia mau melihat terlebih dahulu perkembangan situasi saat ini. Salah satunya seberapa cepat Saudi Aramco mampu memulihkan pasokan minyak yang terhenti akibat serangan teror ini.
Di samping itu, ia juga perlu memastikan berapa lama alonjakan harga minyak yang disebabkan hilangnya separuh pasokan minyak dari Saudi
"Sampai saat ini kita harus melihat kejelasan seberapa cepat mereka recover maka muncul (pertanyaan) berapa banyak negara yang suplai minyaknya bisa dipenuhi dari cadangan mereka. Distrupsi ini tentu akan menimbulkan kenaikan (harga). Kita liat permanen atau sebatas sementara," tambah Sri Mulyani.
Hingga saat ini, Saudi Aramco mengaku belum dapat memastikan seberapa cepat pasokan minyak mereka akan pulih. Informasi lebih lanjut baru akan tersedia 48 jam usai serangan berlangsung.
Menteri Energi Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, serangan yang menyebabkan lebih dari setengah produksi Saudi berhenti berisiko membahayakan perekonomian global
Data OPEC terakhir menunjukkan, produksi minyak Saudi mencapai 9,8 juta barel per hari, setara dengan sekitar 10% dari total suplai minyak dunia.
Editor: Hendra Friana