tirto.id - Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta menjelaskan, permasalahan industri tekstil saat ini tak hanya berkutat pada serbuan impor.
Ada permasalahan lain yang membuat sektor industri tekstil dalam negeri lesu. Salah satunya, pengusaha tekstil yang enggan meningkatkan daya saing.
"Dari awalnya dulu kita memang tidak pernah melakukan, agenda peningkatan daya saing. Jadi awalnya karena kita tidak pernah melakukan itu dari sisi daya saing yang saya maksud adalah dari sisi cost dari sisi cost struktur kita gak pernah ada perbaikan," kata dia kepada Tirto, Rabu (11/9/2019).
Di samping itu, menurutnya, pengeluaran dari biaya operasional sebenarnya bisa ditekan, salah satunya biaya di sektor energi.
Sayangnya, insentif penurunan biaya gas untuk industri yang sempat dijanjikan pemerintah hingga saat ini belum terealisasi.
"Nah sementara dari sisi gas juga malah tambah mahal sebenarnya. Meskipun Pak Jokowi sudah kasih peraturan soal harga gas. Tapi harga gas sampai sekarang belum turun bahkan akan dinaikkan. Ini kan jadi agak aneh gitu," kata dia.
Kemudian ada pula permasalahan lainnya yaitu, masih terbatasnya logistik serta upgrade teknologi untuk produksi barang jadi tekstil juga tidak dilakukan.
"Soal teknologi juga dulu ada program peremajaan mesin. Mesin-Mesin udah nggak ada," imbuhnya.
Ia mengatakan, berbagai rangkaian tersebut tidak pernah dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Sementara di sisi lain, produk impor diberikan karpet merah.
"Malah yang impor yang sepertinya dikasih karpet merah. Itu yang Permendag 64, yang dulu ekspor seharusnya bisa dilakukan oleh produsen, Itu pun sebetulnya bocor. Karena banyak yang bodong. Bagian yang harusnya untuk diproduksie barangnya malah dijual lagi," terang dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana