tirto.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan kurikulum pendidikan vokasi belum dapat memenuhi kebutuhan industri.
Disamping itu, adanya syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan insentif pajak dinilai menjadi penyebab minimnya dunia usaha yang mau bekerjasama dengan pendidikan vokasi.
"Pendidikan vokasi akan sulit dijalankan tanpa perubahan kurikulum. Ada satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Karawang punya 10 jurusan dan gurunya memiliki kualifikasi di bawah standar," ucap Harijanto, Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo pada Rabu (5/12/2018).
Menurut Harijanto, Apindo kini tengah mengupayakan proyek percontohan di Kabupaten Karawang. Dalam proyek itu, Apindo membantu perubahan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan sektor industri. Kurikulum itu juga meminjam konsep dari Jerman yang menerapkan 70 persen pendidikan lapangan dan 30 persen pendidikan kelas.
"Dengan sistem Jerman, dalam tiga tahun ke depan mereka bisa siap pakai, langsung masuk ke industri," ucqp Harijanto.
Selain itu, Harijanto juga menyoroti adanya kebijakan super deductice tax hingga 200 persen bagi perusahaan yang mau bekerjasama dengan pendidikan vokasi. Namun, ia menuturkan program itu belum banyak diminati lantaran memerlukan bukti perjanjian tertulis yang perlu memetakan daya serap tenaga kerja yang dilatih.
"Setahu saya belum ada yang apply karena tanpa hitam di atas putih akan dikoreksi sama [petugas] pajak," ucap Harijanto.
Akan tetapi, Harijanto juga mengatakan kerjasama pendidikan vokasi ini perlu dipelopori oleh swasta. Sebab, ia menuturkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) belum mampu merealisasikannya dengan maksimal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri