tirto.id - Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, baru sekitar 30 persen dari total pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang melek digital. Padahal hal ini penting agar UMKM mendapat kredit mudah dan murah.
“Dari 64 juta UMKM di Indonesia itu kira-kira hanya 19 juta UMKM yang melek digital, sehingga masih banyak ruang yang harus didorong oleh pemerintah agar UMKM bisa mendapat akses kredit mudah dan murah,” katanya dikutip Antara, Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Namun demikian, menurutnya, pelaku UMKM menyambut positif komitmen pemerintah untuk meningkatkan pagu KUR dari sekitar Rp373,17 triliun menjadi Rp460 triliun di 2023.
“Saya pikir ini bisa menjadi alat pendorong UMKM yang efektif, bagaimana UMKM bisa bertumbuh dengan lebih baik dan bagaimana pertumbuhan ekonomi juga bisa terdongkrak secara agregat,” kata Ajib.
Sampai Agustus 2022, penyaluran kredit perbankan telah mencapai Rp6.155 triliun, tetapi kredit yang disalurkan untuk UMKM baru mencapai Rp1.214 triliun atau 19,7 persen dari total kredit perbankan.
UMKM sebagai penopang 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) perlu mendapatkan lebih banyak kredit dari perbankan yang antara lain didorong oleh program seperti KUR.
Agar KUR lebih efektif, pemerintah perlu mendorong pelaku UMKM membuat ekosistem bisnis dengan klasifikasi yang lebih detil, seperti ekosistem bisnis berdasarkan komoditas yang dihasilkan atau diolah.
“Sistem klusterisasi KUR yang sekarang sudah ada tidak cukup, masih terlalu makro. Sehingga dibutuhkan teknik lebih mikro tentang bagaimana pelaku UMKM per komoditas punya klustering,” katanya.
Dengan demikian evaluasi yang akan dilakukan perbankan terkait kelayakan UMKM mendapatkan KUR dapat lebih mudah dilakukan.
“Klustering per sektor usaha, per komoditas, menjadi sangat penting karena semua risiko menjadi lebih terukur. Harapan kita NPL (Non Performing Loan) KUR bisa turun, bahkan bisa di bawah NPL kredit perbankan secara umum,” tandasnya.