Menuju konten utama

Aparat 'Menduduki' Kantor KNPB, Aktivis Papua: Ini Tanah Ulayat

Sejak malam tahun baru sekretariat KNPB di Timika, Papua, diduduki aparat. Pengacara dan pengurus KNPB tengah berupaya agar itu dikembalikan.

Aparat 'Menduduki' Kantor KNPB, Aktivis Papua: Ini Tanah Ulayat
Perusakan Sekretariat Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Kampung Vietnam, Waena, Papua dan pembubaran diskusi di Asrama Mahasiswa Pegunungan Bintang, Jayapura, Papua, Senin (19/11/2018). Diduga dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri. Polres Jayapura Kota menangkap 107 aktivis yang menjadi peserta diskusi. FOTO/Dok.KNPB

tirto.id - Polres dan Kodim menduduki sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang terletak di komplek sosial Timika, Kabupaten Mimika, Papua, sejak malam tahun baru (31/12/2018). Setelah diduduki, tembok sekretariat berkelir putih itu divandal dengan gambar bendera merah-putih hingga tulisan “NKRI Harga Mati.”

Dilaporkan Antara, TNI dan Polri menjadikan sekretariat itu sebagai pos terpadu.

“Setelah dipelajari, maka diputuskan untuk mengambilalih dan tempatkan sebagai pos terpadu TNI dan Polri. Personel yang ditempatkan, yaitu satu regu dari Polres, Kodim, dan Brimob,” kata Kapolres Mimika Agus Marlianto.

Pendudukan oleh aparat jelas tindakan ilegal dan menyalahi aturan, kata KNPB serta Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (PAHAM). Salah satu upaya yang telah mereka lakukan agar aparat mengembalikan sekretariat adalah mengirim surat somasi ke Kapolres Mimika, Kamis (3/1/2019) kemarin.

Veronica Koman, salah satu kuasa hukum Ketua Umum KNPB Agus Kosay, mengatakan pendudukan dilakukan setelah KNPB mengirim surat pemberitahuan untuk menyelenggarakan ibadah peringatan lima tahun berdirinya organisasi tersebut.

Surat itu diberikan pada 29 Desember 2018, atau dua hari menjelang pelaksanaan.

Dalam perihal surat pemberitahuan, KNPB menuliskan bahwa yang akan mereka selenggarakan adalah ibadah hari ulang tahun. Ibadah rencananya dilaksanakan jam 09.00 WIT. Hingga satu jam jelang acara, tidak ada masalah apa pun.

Namun pada 31 Desember pukul 08.00 WIT, puluhan polisi dan TNI mendatangi markas KNPB. Mereka menunjukkan surat perintah penangkapan dan penggeledahan. Veronica menyatakan ketika itu aparat melakukan vandalisme.

“Padahal mengacu UU Kemerdekaan Berpendapat [UU 9/1998], kegiatan ibadah di rumah sendiri tidak perlu pemberitahuan kepada polisi, kecuali di muka umum,” kata Veronica kepada reporter Tirto, Jumat (4/1/2019) siang.

Enam orang ditangkap pada pagi hari itu, dua di antaranya mengalami penganiayaan fisik saat hendak dibawa ke kantor polisi. Mereka baru dibebaskan pada hari pertama tahun baru setelah dipaksa menandatangani pernyataan “cinta NKRI.”

Mereka juga dipaksa berjanji agar tidak terlibat lagi dalam segala aktivitas KNPB—kelompok yang menurut polisi tak sesuai Pancasila karena bercita-cita memerdekakan Papua dari Indonesia.

Tindakan yang dilakukan aparat, bagi Veronica, tak mengedepankan asas praduga tak bersalah. Selain tanpa klarifikasi, mereka juga bertindak semena-mena.

“Pendudukan yang polisi lakukan benar-benar tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Penggusuran saja ada prosesnya, apalagi ini tanah ulayat dan gedung yang memang sudah jadi miliki KNPB,” jelas Veronica.

Tuduhan bahwa KNPB mau membubarkan diri dari NKRI juga dinilai tak berdasar. Veronica menegaskan bahwa ucapan polisi hanyalah opini tanpa bukti. Hal ini, menurut Veronica, menambah deretan ketidakadilan yang dialami orang Papua.

Somasi yang mereka kirim berusia tiga hari. Jika aparat tak juga keluar dalam waktu tiga hari setelah surat dilayangkan, PAHAM akan membawa kasus ini ke jalur hukum.

“Selama ini kasus-kasus Papua yang berat, menyangkut nyawa manusia, kan tidak ada yang tuntas. Ini sekalian test case, apakah insiden ini akan tetap jadi impunitas aparat seperti kasus pelanggaran HAM lainnya di Papua atau tidak.”

Komnas HAM Belum Tahu Detail, Aparat Ngotot

Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengaku belum mendapat laporan detail terkait pendudukan ini—meski sebetulnya sudah banyak diberitakan media massa. Amir mengatakan perwakilan mereka di lokasi akan melihat dulu.

“Nanti kantor perwakilan Komnas HAM di Papua pasti akan melihat,” kata Amir kepada reporter Tirto.

Meski mengaku belum tahu detail, namun Amir sudah berani berasumsi jika kepolisian menerapkan prosedur yang pantas sebelum bertindak.

“Aku enggak terlalu tahu peristiwanya seperti apa. Tapi kan kebebasan berpendapat itu tentu tak boleh bertentangan dengan hukum yang lain,” kata Amir. “Polisi punya pertimbangan dan segala macam,” tambahnya.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal menolak anggapan bahwa mereka membubarkan ibadah seperti yang diklaim PAHAM dan KNPB. Kamal mengatakan apa yang dilakukan pada hari itu adalah bagian dari upaya melepaskan diri dari Indonesia.

“Setiap kegiatan yang berafiliasi kepada bukan ke Pancasila, maka kami bubarkan, apalagi mau merdeka,” kata Kamal kepada reporter Tirto.

Meski demikian, Kamal tak menunjukkan bukti apa-apa bahwa kegiatan KNPB benar seperti yang dituduhkan. Dia hanya menegaskan bahwa tindakan KNPB mengarah kepada perlawanan terhadap negara. “Makar,” katanya.

Sementara Juru Bicara Polda Papua, Suryadi Diaz, sebagaimana dilaporkan KBR, mengatakan pendudukan dilakukan karena kantor KNPB sebetulnya milik pemda setempat–klaim yang dibantah Wakil Ketua KNPB Yanto Awekion. Kata Suryadi rencananya kantor itu akan dikembalikan ke yang berhak.

Baca juga artikel terkait PAPUA MERDEKA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino