tirto.id - Virus Corona varian terbaru yaitu B.1.1.529 atau Omicron terus menyebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Meski gejala yang ditimbulkan Omicron tidak separah varian Delta, menurut Organisasi kesehatan Dunia atau WHO, Omicron jauh lebih menular dibandingkan Delta.
Melansir situs Nationalgeographic, menurut bukti dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa varian Omicron menyebabkan gejala COVID-19 yang tidak terlalu parah.
Di Afrika Selatan, di mana Omicron pertama kali terdeteksi pada November 2021, administrator asuransi kesehatan swasta melaporkan pada pertengahan Desember bahwa orang dewasa dengan Omicron kemungkinan 29 persen lebih kecil untuk dirawat di rumah sakit, dibandingkan dengan orang dewasa yang terinfeksi beberapa bulan sebelumnya.
Di Inggris, tingkat masuk rumah sakit di antara orang-orang yang pergi ke ruang gawat darurat dengan Omicron adalah sepertiga dari Delta, menurut ringkasan penelitian dari Badan Keamanan Kesehatan Inggris yang dirilis pada 31 Desember 2021.
Sementara itu terkait lonjakan kasus Omicron, berdasarkan data terakhir dari situs resmi Satgas COVID-19, hingga minggu ke-3 Januari, Indonesia mengalami lonjakan hingga 1.000 lebih kasus varian Omicron di Indonesia.
Rata-rata lonjakan kasus Omicron tersebut berasal dari pelaku perjalanan yang baru pulang dari luar negeri.
Lalu, di tengah merebaknya varian-varian baru corona yang bermutasi, apakah seseorang bisa terinfeksi 2 varian corona secara bersamaan?
Meskipun tidak umum, setidaknya ada beberapa kasus terdokumentasi dari pasien yang memiliki dua jenis COVID-19 sekaligus.
Sebuah makalah ilmiah yang dipresentasikan pada European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases pada musim panas ini menguraikan kisah seorang wanita berusia 90 tahun di Belgia yang terkena COVID-19 varian Alfa dan Beta.
Pasien ini, seperti dikutip dari Health, Kamis (20/1), dirawat di rumah sakit dan meninggal lima hari setelah diagnosis.
Sementara itu, sebuah makalah dalam jurnal Virus Research pada April 2021 mengidentifikasi dua pasien berusia 30-an di Brasil yang terinfeksi pada November 2020 dengan varian P.2 dan Gamma.
Kedua pasien mengalami gejala ringan, termasuk batuk kering, sakit tenggorokan dan sakit kepala.
Meskipun belum ada laporan tentang koinfeksi dengan varian Delta dan Omicron, dokter mengatakan kondisi itu bisa terjadi.
"Ini sangat mungkin dari sudut pandang molekuler," kata pakar penyakit menular di University at Buffalo, Thomas Russo, MD, seperti dilansir dari Antara, Kamis (20/1).
Hal senada diungkapkan pakar penyakit menular Johns Hopkins Johns Center for Health Security Amesh A. Adalja, MD. Dia juga mengatakan koinfeksi dengan dua jenis virus yang sama dapat terjadi.
"Secara biologis, ya, mungkin saja terinfeksi Omicron dan Delta sekaligus," demikian kata dia.
Mengenal Varian Omicron
Seperti dilansir laman resmi CDC, munculnya kasus varian baru Omicron dimulai pada 24 November 2021, ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendapat laporan varian baru SARS-CoV-2, B.1.1.529.
Varian baru itu dideteksi pertama kali pada spesimen yang dikumpulkan pada 11 November 2021 di Botswana dan pada 14 November 2021 di Afrika Selatan. Baru pada tanggal 26 November 2021, WHO menamakan varian baru itu sebagai B.1.1529 Omicron dan mengklasifikasikannya sebagai Varian of Concern (VOC).
Menurut CDC, kemungkinan, varian Omicron ini akan lebih mudah menyebar daripada virus SARS-CoV-2 asli, tetapi belum diketahui apakah varian ini lebih mudah menyebar dibandingkan dengan Delta.
National Geographic melaporkan, ahli epidemiologi dan spesialis penyakit menular dari Universitas Emory di Atlanta bernama Carlos del Rio mengatakan, Omicron lebih cepat menular dan lebih baik dalam menghindari antibodi yang ada.
Pada saat yang sama, Omicron menyebabkan gejala yang berbeda dan tampaknya menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah. Hal tersebut bisa dilihat dari kasus Afrika Selatan, di mana Omicron dideteksi pertama kali pada November 2021.
Berdasarkan laporan administrator asuransi kesehatan swasta pada pertengahan Desember, orang dewasa yang terjangkit Omicron memiliki kemungkinan 29 persen lebih kecil untuk dirawat di rumah sakit, bila dibandingkan dengan orang dewasa yang terinfeksi beberapa bulan sebelumnya.
Sedangkan di Inggris, berdasarkan penelitian dari Badan Keamanan Kesehatan yang dirilis 31 Desember 2021, tingkat orang yang masuk rumah sakit akibat Omicron dan pergi ke ruang gawat darurat masih sepertiga persen dari Delta.
Di Amerika, menurut penelitian Case Western Reserve University School of Medicine, dari orang dewasa AS yang terkena Omicron kemungkinan setengahnya yang masuk ke ruang gawat darurat, dirawat di rumah sakit atau memakai ventilator.
Ciri-Ciri dan Gejala Omicron
Seperti dilansir NBC News, Dr. Katherine Poehling, seorang spesialis penyakit menular dan ahli vaksin di Atrium Health Wake Forest Baptist di North Carolina mengatakan, gejala Omicron bisa dilihat dari ciri-ciri berikut ini:
- Batuk
- Kelelahan atau kelelahan
- Hidung tersumbat dan pilek
- Sakit tenggorokan
- Sakit kepala
“Kami sering mengalami sakit tenggorokan, pilek, kelelahan, dan sakit kepala ringan,” kata Dr. Rahul Sharma, kepala dokter darurat di NewYork-Presbyterian/Weill Cornell Medical Center.
Editor: Iswara N Raditya