Menuju konten utama

Apakah Candaan Soal Bom di Bandara Bisa Berujung Penjara?

Berdasarkan UU Penerbangan, orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan bagian dari pelanggaran hukum.

Apakah Candaan Soal Bom di Bandara Bisa Berujung Penjara?
Ilustrasi: Sejumlah penumpang membawa barang bawaan di Terminal Domestik Bandara Ngurah Rai, Senin (18/12/2017). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

tirto.id - Dua anggota DPRD Banyuwangi, Jawa Timur Basuki Rahmad dari Partai Hanura dan Nauval Badri dari Partai Gerindra diamankan petugas bandara karena mengaku membawa bom saat hendak naik pesawat Garuda rute Banyuwangi-Jakarta, di Bandara Banyuwangi, Rabu (23/5/2018).

Informasi palsu soal bom yang disebut kedua politikus itu tak hanya membuatnya berurusan dengan aparat hukum, melainkan juga meresahkan masyarakat, meski hanya sebatas candaan. Kenapa ada orang bercanda untuk urusan yang membahayakan?

Psikolog Ratih Ibrahim menilai, ada sejumlah hal yang bisa mendasari seseorang menyebarkan hoaks setelah kejadian sensasional, termasuk juga aksi terorisme. “Jika kita membaca profil orang yang menyebarkan hoaks itu, menurut saya, ada hal yang sama,” kata Ratih kepada Tirto, Jumat (25/4/2018).

Menurut Ratih, ada sikap antipati pada pemerintah, dalam hal ini kepolisian. Ratih menilai, penyebar hoaks justru memandang apapun upaya yang dilakukan aparat untuk menenangkan masyarakat tidak berarti. Justru hal-hal yang sifatnya mengkhawatirkan dibuat menjadi sesuatu yang lebih menghebohkan lagi.

Ratih menduga, penyebar hoaks mempunyai lacks of empathy dan tidak bisa merasakan perasaan orang-orang yang khawatir mengenai teror. Menurut Ratih, yang ada di pikiran orang seperti itu tanpa rasa khawatir dan perhitungan yang matang.

“Sehingga berita yang terkait dengan pemberitaan apapun enggak bermakna, jadi dia enggak bisa menempatkan dirinya di situ. Jadi seolah-olah enggak masalah dia membuat berita macam-macam yang bertentangan dengan itu [tidak benar]” kata Ratih.

Penyebab lainnya karena ada niatan untuk membuat suatu kehebohan atas dasar niat jahat seseorang. Ratih menganggap, ada juga pelaku yang memang hanya berniat memicu keramaian. Artinya pelaku tak bisa dikatakan mendukung terorisme, tetapi menyukai peristiwa yang menghebohkan.

Faktor selanjutnya, kata Ratih, adalah keisengan semata. Biasanya pelaku merupakan anak-anak muda yang hanya ingin bercanda dan membuat bahan tertawaan.

Ratih menuturkan, kasus teranyar yang terjadi di Bandara Banyuwangi, Jawa Timur soal hoaks yang dilakukan oleh kedua anggota DPRD itu adalah contoh sempurna dari sejumlah faktor tersebut. Namun, Ratih menduga faktor yang dominan adalah lack of empathy dan niatan jahat untuk membuat heboh.

Menurut Ratih, setingkat politisi dan petinggi partai pasti mengetahui kondisi yang tengah terjadi dan masalah hukum pidana. Jika hanya bercanda, kata dia, tindakan iseng yang dilakukan oleh kedua anggota legislatif itu termasuk berlebihan.

“Enggak mungkin anggota DPRD enggak ngerti isu pidananya,” kata Ratih. “Kalau anak 15 tahun, oke lah. Tapi anggota DPRD? Enggak mungkin dia enggak sengaja.”

Ratih menyatakan, pada sebuah peristiwa sensasional, banyak orang yang memiliki kecenderungan untuk menambah kehebohan tersebut. Apa yang dilakukan oleh Basuki Rahmad dan Nouval Badri adalah salah satunya.

Sedangkan psikolog lainnya, Kasandra Putranto mengatakan, sebagai anggota DPRD tidak seharusnya bercanda soal bom di bandara. Apalagi, bandara merupakan salah satu objek vital dan dijaga sangat ketat setelah rentetan aksi terorisme.

“Bercanda ataupun tidak, hoaks tentang bom itu menunjukkan bagaimana sikap pelaku itu terhadap kejahatan terorisme ini. Masak dia tidak tahu? Berarti tujuannya adalah menyamarkan, mengabarkan fakta yang bertujuan untuk memanipulasi atau mempengaruhi persepsi masyarakat,” kata dia.

Bukan Tempat Bercanda

Bercanda, terlebih mengancam keselamatan penumpang di bandara bisa dikenakan hukuman penjara. Hal ini tertulis dalam Pasal 437 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam aturan itu, pelaku yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dapat dipenjara paling lama satu tahun. Apabila informasi itu menyebabkan kecelakaan atau kerugian harta benda, pelaku bisa dipidana hingga 8 tahun penjara.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyatakan, Basuki dan Nauval bisa dipenjara dengan aturan tersebut. Namun, aturan ini tidak berlaku apabila informasi tersebut tidak ada kaitannya dengan keselamatan penerbangan.

Dalam konteks ini, Basuki dan Nauval mengaku membawa bom kepada petugas di Bandara Banyuwangi, meski keduanya kemudian menampik hal itu. Ketika berada dalam pesawat, keduanya kemudian diturunkan karena dianggap tidak aman untuk ikut dalam penerbangan.

Senior Manager Public Relations Garuda Indonesia, Ikhsan Rosan menyampaikan keduanya membawa bom kepada petugas bandara. Menurut Ikhsan, pihak Basuki menuturkan temannya membawa bom, sedangkan Nouval mengatakan kepada pramugari dirinya membawa bom. Akibat ucapannya kedua orang ini dibawa turun oleh petugas saat sudah berada dalam pesawat.

“Jadi mereka bukan berteriak-teriak ada bom begitu,” katanya.

Namun, Ikhsan mengimbau, agar masyarakat tidak bermain-main dengan kata “bom” di sekitar bandara, apalagi di dalam pesawat. Ikhsan menegaskan, prosedur pengecekan bom saat penerbangan tidak main-main, begitu pun kerugian yang ditimbulkan akibat pemeriksaan tersebut.

“Sebenarnya candaan-candaan bom itu ‘kan sangat tidak perlu bagi penumpang. Karena itu akan mengganggu penerbangan. Kami dari pihak bandara atau maskpaai akan mengecek-ngecek bagasinya,” katanya.

Ketika penumpang sudah melakukan check-in dan memasukkan barang bawaan ke dalam bagasi, Ikhsan mengatakan seluruhnya akan dikeluarkan dan diperiksa. Akibatnya, penerbangan bisa terhambat hingga 1-2 jam. Hal ini tentu bisa lebih parah apabila ada penumpang yang protes karena nyatanya info bom tersebut adalah hoaks atau tidak berdasar.

“Itu merugikan masyarakat dan merugikan maskapai. Ruginya kaitan apa? Penerbangan akan terlambat dan pesawat melayani beberapa rute dan rute lain akan terhambat,” tegasnya.

Namun, Ikhsan mengaku belum tahu bahwa pelaku yang menginformasikan bohong tersebut bisa dikenakan pidana. Menurutnya, selama ini, pelaku yang menyebar hoaks hanya diperiksa dan ditahan untuk tidak mengikuti jadwal penerbangan.

“Kami dari maskapai enggak tahu bisa mempidanakan seperti itu. Selama ini dia hanya di-reject flight dan ikut penerbangan berikutnya,” kata Ikhsan.

Sementara Corporate Communication Lion Air Group, Danang Mandala mengatakan, selama ini proses hukum memang diserahkan kepada petugas keamanan bandara dan kepolisian setempat. Selama ini, Lion Air Group juga belum pernah meminta ganti rugi akibat hoaks yang ditimbulkan penumpang yang bermasalah.

“Kami enggak tahu. Selama ini sih belum ada. Selama ini seluruhnya diselesaikan melalui pidana pelanggaran Undang-undang Penerbangan saja,” kata Danang.

Kapolres Banyuwangi, AKBP Donny Adityawarman tak mau menanggapi lebih rinci soal penanganan kasus kedua anggota DPRD tersebut. Ia menegaskan, penyelidikan sudah ditangani oleh PPNS Bandara Juanda. Keduanya tidak ditahan, karena ancaman pidananya hanya satu tahun penjara.

“Tindak lanjutnya penyidik PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Bandara Juanda. Kami hibahkan ke sana karena sesuai Pasal 399 dan Pasal 400 tentang Penerbangan. Penyidikan bagian mereka. Kami serahkan kasus kepada mereka,” kata Donny.

Infografik CI Bercanda Bom Nggak lucu

Teguran untuk Ketua DPC

Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Sarifuddin Suding mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh Basuki tidak patut ditiru. Ia menegaskan, setelah rentetan aksi terorisme yang memakai bom dalam satu bulan terakhir, seharusnya candaan seperti itu tidak dilontarkan.

“Jangan malah dijadikan bahan mainan, apalagi ketika di penerbangan,” kata Sudding.

Meski belum mengetahui waktu pemanggilan Basuki, Sudding memastikan Partai Hanura akan meminta klarifikasi darinya. Menurut Sudding, kasus ini akan menjadi pembelajaran kadernya dan ia mempersilakan polisi untuk memproses Basuki jika memang bersalah.

“Paling tidak nanti kami ingatkan dengan surat supaya hal seperti itu jangan dijadikan mainan,” katanya.

Hal yang serupa juga dikatakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Hukum dan Advokasi, Sufmi Dasco Ahmad. Ia menyatakan, tindakan Nauval akan diperiksa juga oleh Partai Gerindra. Apabila ditemukan kesalahan, kata dia, Nauval akan menerima sanksi sesuai kadar kesalahannya.

“Nanti akan dipanggil oleh Mahkamah Partai. Belum tahu kapan. Tapi nanti kalau memang ada kesalahan, tentu akan ditegur berdasar kesalahannya. Sama kalau ada pidana, ya silakan diproses polisi,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait HOAKS atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz