Menuju konten utama

Apakah Bandara Kertajati Jabar Bisa Menyaingi Soekarno-Hatta?

Banyak aspek yang dibutuhkan bandara agar bisa melayani pesawat berbadan lebar. Bagaimana dengan bandara baru Kertajati di Jawa Barat?

Apakah Bandara Kertajati Jabar Bisa Menyaingi Soekarno-Hatta?
Alat berat melakukan pengerukan tanah di proyek pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Kamis, (11/1/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

tirto.id - Jumat, 28 Agustus 2017 terjadi insiden yang mencoreng keamanan dan keselamatan dunia penerbangan di Indonesia. Landasan pacu Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur terkelupas usai disinggahi pesawat berbadan lebar Boeing 777-300ER.

Insiden terjadi kala pesawat Boeing 777-300ER milik Garuda Indonesia usai lepas landas dalam misi mengangkut jemaah haji. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi langsung meminta maaf. Alasannya, karena kementerian perhubungan yang memberi izin mengangkut jemaah haji dengan B777 via Bandara Halim.

“Saya minta maaf kepada khalayak atas kejadian itu. Kami memang berani menggunakan Halim sebagai landasan untuk haji. Karena secara teknis, mestinya daya dukung landasan ini kuat,” kata Budi Karya.

Akibat peristiwa tersebut, Kementerian Perhubungan sempat mengeluarkan Notice to Airmen (Notam) menutup Bandara Halim selama tiga jam untuk memperbaiki landas pacu yang rusak.

Keputusan Menhub memaksakan keberangkatan haji melalui Bandara Halim Perdanakusuma bukan tanpa sebab. Lalu lintas pesawat di Bandara Soekarno-Hatta memang sudah sangat padat. Tahun lalu saja, jumlah pengguna jasa angkutan udara domestik naik 11 persen menjadi 89,4 juta orang dari 2016 sebanyak 80,4 juta orang.

Rata-rata dalam tiga tahun terakhir ini, pertumbuhan pengguna jasa angkutan udara mencapai sekitar 15 persen setiap tahun. Kondisi ini juga membuat lalu lintas pesawat semakin padat di bandara-bandara utama khususnya Soekarno-Hatta.

Bandara Soekarno-Hatta merupakan bandara paling padat di Indonesia. Saat ini, pergerakan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta saat ini sudah mendekati kapasitas maksimal 80 pergerakan per jam. “Rata-rata pergerakan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta sudah mencapai 75-76 pergerakan per jam dari maksimal 80 + 1 pergerakan per jam,” kata Yado Yarismano, Vice President Corporate Communication Angkasa Pura II kepada Tirto.

Permintaan jasa angkutan udara yang besar, dan lalu lintas pesawat yang kian padat di Soekarno-Hatta, membuat pemerintah pusat mencari jalan keluar, antara lain rencana pembangunan bandara baru di Karawang, Jawa Barat. Namun, Pemprov Jawa Barat sudah telanjur menggagas proyek Bandara Kertajati atau Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang akhirnya mendapat dukungan dari BUMN PT Angkasa Pura II.

Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama bandara yang berlokasi di Majalengka, Jawa Barat (Jabar) ini pada awal 2016. Rencananya, Bandara Kertajati akan dipakai sebagai embarkasi haji Jawa Barat pada Juli 2018. Pemberangkatan jemaah haji Jawa Barat sebelumnya masih mengandalkan Bandara Soekarno-Hatta. Lokasi bandara ini sekitar 68 km arah timur Kota Bandung.

Kapasitas Bandara Kertajati memang masih jauh di bawah kapasitas Soekarno-Hatta yang sudah memiliki kapasitas terminal hingga 44 juta penumpang per tahun. Kapasitas Bandara Kertajati hingga mencapai 18 juta penumpang per tahun. Tahap pertama berkapasitas 5 hingga 8 juta penumpang per tahun.

Namun, untuk urusan kemampuan melayani jenis pesawat, kapasitas Bandara Kertajati setara dengan Bandara Soekarno-Hatta. Bandara Kertajati disiapkan memiliki panjang landasan pacu hingga 3.500 meter. Pesawat berbadan lebar (widebody) seperti Boeing 787 Dreamliner, B777 series, Airbus 350 series dan pesawat angkut berat militer di kelas C-5A Galaxy bisa mendarat dan terbang di bandara ini.

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan telah mengumumkan soal kelahiran Bandara Kertajati kepada otoritas penerbangan di dunia. "Prosedur untuk pendaratan di Kertajati, per 1 Maret lalu kami sudah umumkan ke seluruh dunia bahwa ada bandara baru di Kertajati dan ini nanti akan diterbangi secara umum," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso.

Apakah Bandara Kertajati cukup dengan bermodal dengan landasan pacu 3.500 meter untuk bisa melayani pesawat berbadan lebar?

Pada dasarnya, bandara terbagi atas dua sisi, yakni sisi udara dan sisi darat. Fasilitas bandara yang berada di sisi udara di antaranya seperti landasan pacu, taxiway, tempat parkir pesawat (apron), menara pemantau (Air Traffic Controller/ATC). Sedangkan fasilitas bandara yang berada di sisi darat antara lain seperti garbarata, terminal bandara, curb—tempat penumpang naik-turun dari kendaraan darat ke dalam bangunan terminal—dan parkir kendaraan.

Fasilitas pada masing-masing sisi bandara dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Contoh, perluasan terminal Bandara Husein Sastranegara, dari sebelumnya hanya 700.000 penumpang per tahun, kini sudah bisa menampung 3,4 juta penumpang. Sisi udara juga bisa dikembangkan, terutama landasan pacu atau runway. Begitu juga dengan taxiway—penghubung antara landas pacu dengan apron—yang terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya lalu lintas pesawat di bandara.

Infografik 7 bandara

Banyak Faktor

Banyak aspek sebuah bandara agar dapat melayani naik turunnya berbagai pesawat hingga berbadan lebar, antara lain landas pacu, fasilitas sisi darat, penunjang keselamatan dan keamanan penerbangan, serta standar prosedur operator bandara dan operator navigasi. “Jadi satu paket. Tidak bisa kurang satupun. Tentunya, disesuaikan dengan ukuran pesawat yang akan mendarat atau lepas landas,” kata Corporate Communications Department Head PT Angkasa Pura I Awaluddin kepada Tirto.

Misalnya, pesawat berbadan lebar membutuhkan apron yang lebih luas ketimbang pesawat yang lebih kecil. Begitu juga dengan tempat tunggu penumpang (lounge). Bandara harus menyiapkan lounge yang lebih luas bagi penumpang pesawat berbadan lebar.

Namun, landasan pacu seringkali menjadi kendala bagi pesawat berbadan lebar saat mendarat atau terbang di sebuah bandara. Selain membutuhkan landas pacu sekitar 3.000 meter, kekerasan landas pacu juga harus dipenuhi agar dapat melayani pesawat jenis ini.

Ada beberapa sistem untuk menilai kekuatan dari permukaan landasan pacu, hingga taxiway dan apron. Namun, yang paling umum dipakai adalah pavement classification number (PCN). Sistem ini juga mendapat rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO).

Sistem PCN digunakan bersama-sama dengan aircraft classification number (ACN). Jika PCN digunakan untuk menilai kekuatan landas pacu, maka ACN digunakan untuk menilai efek relatif pada sebuah pesawat terhadap permukaan landas pacu. Aturannya sederhana, pesawat yang boleh menggunakan landas pacu harus memiliki ACN yang lebih kecil dari PCN. Adapun, pengukuran PCN dilakukan oleh otoritas bandara. Sedangkan ACN dikeluarkan oleh ICAO atau pabrik pesawat.

Sebagai contoh, nilai ACN pesawat Boeing 777-300ER seberat 352,4 ton pada permukaan beton (rigid) dengan kekuatan lapisan di bawah pavement D (very low) sebesar 120. Alhasil, PCN yang dibutuhkan harus di atas atau sama 120.

Contoh lainnya, nilai ACN untuk Airbus A330-300 seberat 235,9 ton pada permukaan beton dengan kekuatan lapisan di bawah pavement D sebesar 87. Dengan demikian, agar dapat melayani A330, PCN yang dibutuhkan harus di atas atau sama 87.

Jika pesawat dipaksakan mendarat atau lepas landas dari landas pacu yang memiliki PCN lebih rendah dari ACN, besar kemungkinan landas pacu akan rusak. Alhasil, risiko terjadinya kecelakaan semakin tinggi. Ini yang terjadi pada Bandara Halim Perdanakusuma.

“Namun, pesawat juga diperbolehkan untuk mendarat dan lepas landas di landas pacu dengan PCN yang lebih rendah dari ACN pada kondisi-kondisi tertentu. Ada aturannya itu,” tambah Awaluddin.

Saat ini, panjang landasan pacu Bandara Soekarno-Hatta adalah 3.600x60m. Sementara PCN sebesar 120 dengan permukaan beton, dan memiliki kekuatan lapisan D. Dengan kata lain, Bandara Soekarno-Hatta bisa melayani B777 dan A330.

Dengan PCN itu, Bandara Soekarno-Hatta juga bisa melayani pesawat super jumbo seperti Airbus A380. Pasalnya, nilai ACN A380 seberat 562 ton pada permukaan beton dengan kekuatan lapisan di bawah pavement D (very low) sebesar 110.

Untuk Bandara Kertajati, panjang landas pacu yang ada saat ini baru 2.500x60 meter. Namun dalam waktu dekat, landas pacu itu akan diperpanjang menjadi 3.000x60 meter agar dapat melayani pesawat-pesawat widebody, termasuk pesawat A380 yang membutuhkan landas pacu sepanjang 3.000 meter. Hingga pada akhirnya akan mencapai 3.500 meter, dengan target dua landasan terbang.

Untuk kekerasan landas pacu, PCN Bandara Kertajati hanya 89 atau masih lebih rendah dari PCN Bandara Soekarno-Hatta. Namun, PCN itu akan dinaikkan menjadi 94 dengan permukaan landas pacu Bandara Kertajati adalah aspal (fleksibel) dengan kekuatan lapisan di bawah pavement C (low).

Dengan PCN 94 F/C/X/T, Bandara Kertajati bisa melayani pesawat-pesawat widebody seperti A330, B777-300ER, termasuk A380 yang memiliki ACN sebesar 75 apabila permukaan landas pacu bandara adalah aspal dengan kekuatan lapisan di bawah pavement C.

Secara teknis Bandara Kertajati memang bisa melayani pesawat berbadan besar. Ihwal ini pernah ditegaskan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

"Apabila nanti ada maskapai penerbangan yang hendak menerbangkan penumpangnya dengan pesawat Airbus A380 ke Indonesia, di mana mendaratnya? Ya di Bandar Udara Kertajati di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat," kata Jokowi dalam laman Facebook resminya.

Namun, selain persoalan panjang dan kekuatan landasan pacu, operator bandara juga harus melakukan modifikasi pada hal lainnya, seperti apron, ruang tunggu penumpang, dan garbarata. Angkasa Pura II belum menyediakan garbarata untuk pesawat A380 yang memiliki dua lantai kabin penumpang.

Bila seluruh komponen itu rampung, baru dibilang Bandara Kertajati siap menampung seluruh jenis pesawat komersial widebody.

Baca juga artikel terkait BANDARA atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra