Menuju konten utama

Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Terinfeksi Corona COVID-19?

Selain gejala klinis seperti batuk, demam, bersin, kesulitan bernapas, penderita corona COVID-19 juga mungkin akan mengalami kerusakan paru-paru.

Apa yang Terjadi pada Tubuh Jika Terinfeksi Corona COVID-19?
Petugas kesehatan menangani pasien saat simulasi penanganan pasien virus corona di RSUD Dokter Slamet Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (5/2/2020). (FOTO ANTARA/HO-Diskominfo Garut)

tirto.id - Virus corona baru bernama COVID-19 yang mematikan muncul di Cina pada akhir Desember 2019 telah menyebar ke setidaknya 177 negara di enam benua. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global.

Hingga saat ini, jumlah korban meninggal akibat virus ini telah mencapai sekitar 13.000 dan jumlah kasus yang dilaporkan lebih dari 311.000 secara global, menurut Universitas Johns Hopkins, sebagaimana dilansir dari laman Aljazeera, Senin (23/3/2020).

Corona COVID-19 adalah penyakit yang menginfeksi saluran pernapasan manusia, dan dapat menyerang siapapun dalam segala jenis usia.

Virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laman resminya menyatakan, virus corona COVID-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau keluar dari hidung ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, kontak fisik seperti jabat tangan, ciuman dan lainnya.

Apa yang akan terjadi pada tubuh jika dinyatakan positif terinfeksi COVID-19?

Sama dengan penyakit corona lainnya seperti SARS, MERS, dan flu biasa, COVID-19 adalah penyakit pernapasan, sehingga biasanya paru-paru yang akan terkena lebih dulu.

Jika seseorang diduga terinfeksi COVID-19, maka akan mengalami gejala klinis seperti batuk, bersin, demam, dan kesulitan bernapas yang muncul setelah 2 hari, atau selama 14 hari setelah terpapar virus.

LamanCenters for Diseases Control and Preventionmenuliskan, gejala-gejala ini dapat muncul 2-14 hari setelah paparan (berdasarkan periode inkubasi virus MERS-CoV).

Dilansir dari Healthline, tingkat keparahan COVID-19 bervariasi dari gejala ringan atau tanpa gejala hingga penyakit parah atau kadang fatal.

Menurut data pada lebih dari 17.000 kasus yang dilaporkan di Cina menemukan bahwa, hampir 81 persen kasusnya ringan. Sisanya parah atau kritis.

Aljazeera menuliskan, rata-rata dibutuhkan sekitar lima hingga enam hari bagi seseorang untuk menunjukkan gejala setelah terinfeksi. Namun, beberapa orang yang membawa virus tetap tidak menunjukkan gejala apa pun.

COVID-19 merusak Paru-paru

Orang yang lebih tua biasanya memiliki kondisi medis kronis dan berisiko mengembangkan penyakit ini lebih parah. Kondisi ini juga memengaruhi bagaimana COVID-19 menginfeksi paru-paru.

Beberapa orang mungkin hanya memiliki gejala pernafasan minor, sementara yang lain mungkin mengalami kerusakan paru-paru parah.

"Apa yang sering kita lihat pada pasien yang sakit parah dengan [COVID-19] adalah suatu kondisi yang kita sebut sindrom gangguan pernapasan akut, atau ARDS," kata Dr. Laura E. Evans, anggota Society of Critical Care, sebagaimana dilansir Healthline.

ARDS tidak terjadi hanya dengan COVID-19. Sejumlah kejadian dapat memicu itu, termasuk infeksi, trauma, dan sepsis (kondisi atau sindrom yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme atau racunnya dalam jaringan atau aliran darah).

Kondisi ini menyebabkan kerusakan pada paru-paru, yang menyebabkan cairan bocor dari pembuluh darah kecil di paru-paru.

Cairan itu terkumpul di kantung udara paru-paru, atau alveoli. Ini membuat paru-paru sulit untuk mentransfer oksigen dari udara ke darah.

Sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa kerusakan itu mirip dengan yang disebabkan oleh SARS dan MERS.

Satu penelitian baru-baru ini terhadap 138 orang yang dirawat di rumah sakit menemukan bahwa rata-rata, orang mulai mengalami kesulitan bernapas 5 hari setelah menunjukkan gejala. Sementara ARDS berkembang rata-rata 8 hari setelah gejala.

Perawatan untuk ARDS melibatkan oksigen tambahan dan ventilasi mekanis, dengan tujuan mendapatkan lebih banyak oksigen ke dalam darah.

Bagaimana ARDS dapat merusak paru-paru?

Pasien yang menderita ARDS akhirnya mengalami kerusakan pada dinding kantung udara di paru-paru mereka - yang membantu oksigen masuk ke dalam sel darah merah kita. Itulah yang oleh dokter disebut kerusakan alvelolar difus.

Dalam paru-paru yang sehat, oksigen di dalam kantung udara ini (alveolus) bergerak ke pembuluh darah kecil (kapiler). Pembuluh kecil ini, pada gilirannya, mengirimkan oksigen ke sel darah merah Anda.

"Alam telah berevolusi dengan cara yang membuat dinding alveolus sangat, sangat tipis pada orang normal sehingga oksigen dapat dengan mudah didapat dari ruang udara di antaranya ke sel darah merah," Dr. Mukhopadhyay menjelaskan, sebagaimana dilansir Clevelandclinic.

Virus corona merusak sel-sel dinding dan selaput alveolus serta kapiler. Puing-puing yang menumpuk karena semua kerusakan itu melapisi dinding alveolus dengan cara yang sama dengan cat yang menutupi dinding, Dr. Mukhopadhyay menunjukkan.

Kerusakan kapiler juga menyebabkan mereka membocorkan protein plasma yang menambah ketebalan dinding.

"Akhirnya, dinding alveolus menjadi lebih tebal dari yang seharusnya," katanya. "Semakin tebal dinding ini, semakin sulit untuk mentransfer oksigen, semakin Anda merasa sesak napas, dan semakin banyak Anda mulai bergerak menuju penyakit parah dan mungkin kematian."

Kondisi yang dialami pasien satu dengan lainnya mungkin berbeda

Dr. Yale Tung Chen, salah satu dokter yang terinfeksi virus corona baru atau COVID-19 saat menangani pasien di Hospital Universitario La Paz di Madrid, Spanyol menceritakan perjalanan penyakitnya itu dari hari ke hari.

Dalam unggahannya di laman Twitternya, dokter berusia 35 tahun itu menunjukkan gejala dan kondisi antara satu pasien dengan pasien lainnya mungkin berbeda.

Di satu sisi, pasien bisa saja sulit bernapas namun hal berbeda dirasakan Tung Chen. Sang dokter bahkan tidak demam dan nyeri dada.

Berikut kondisi sang dokter yang sudah diwawancara berbagai media di luar negeri itu dalam laman Twitternya:

Hari pertama: Setelah diagnosis. Sakit tenggorokan, sakit kepala (kuat), batu kering tapi napas tidak pendek. Tidak ada tanda tak normal pada paru-paru.

Hari ke dua: Sakit tenggorokan, batuk dan sakit kepala berkurang. Napas tidak pendek atau nyeri dada.

Hari ke tiga: Tidak ada sakit kepala atau sakit tenggorokan. Kemarin, batuk masih ada, masih tidak ada nyeri dada dan napas pendek. Mulai diare tetapi batuknya membaik.

Hari ke empat: Batuk lebih sering, kelelahan (sangat parah), masih tidak ada dispnea atau nyeri dada.

Hari ke lima: Batuk dan lelah berkurang, masih tidak ada nyeri dada.

Hari ke enam: batuk berkurang, agak lelah, masih tidak ada dispnea. Tidak ada demam. Saturasi oksigen 98 persen (presentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen. Normalnya antara 95-100 persen).

Hari ke tujuh: Batuk dan lelah jadi memburuk lagi, tidak ada nyeri dada, tidak demam, tingkat saturasi oksigen 96 persen.

Hari ke delapan: Batuk berkurang dan lemas, masih tidak ada nyeri dada atau gejala berbahaya, tidak demam dan saturasi oksigen 96 persen.

Hari ke sembilan: Merasa lebih baik. Batuk lebih sering. Tidak ada nyeri dada dan tanda-tanda berbahaya. Tidak demam. Tingkat saturasi oksigen 97 persen.

Hari ke-10: Lelah berkurang, tapi batuk lebih sering, ageusia (tidak bisa mengecap rasa) dan anosmia (tidak bisa mencium bau). Tidak ada nyeri dada atau tanda berbahaya. Tidak demam. Tingkat saturasi oksigen 97 persen.

Hari ke-11: Lelah dan batuk berkurang. Tidak ada gejala dispnea atau tanda berbahaya. Tidak ada demam. Saturasi oksigen 98 persen.

Hari ke-12: Merasa lebih baik, gejala batuk, mual dan diare. Tidak ada nyeri dada. Tidak demam. Tingkat saturasi oksigen 98 persen.

Hari ke-13: batuk ringan, lemas, mual dan diare. Tidak ada gejala dispnea atau tanda berbahaya. Tidak ada demam. Tingkat saturasi oksigen 97 persen.

Hari ke-14: Lebih sedikit gejala - batuk, lemas, mual, sakit kepala ringan. Nafsu makan, kemampuan mencium bau. Tidak ada demam atau dispnea. Saturasi oksigen 98 persen.