tirto.id - Nama Lesti Kejora dan Rizky Billar ramai menjadi perbincangan warganet dan trending di Twitter maupun di pencarian Google Trend pada Kamis (29/9/2022).
Viralnya nama Lesti dan Billar di dunia maya lantaran terjadi dugaan kasus perselingkuhan hingga KDRT yang dilakukan oleh Billar.
Buntut dari masalah tersebut, Lesti melaporkan Billar ke polisi dengan nomor laporan LP/B/2348/IX/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan.
Kronologi Kasus KDRT Lesti Kejora & Rizky Billar
Kronologi kasus KDRT Lesti Kejora berawal ketika ia mengetahui adanya dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya, Rizky Billar.
Kemudian keduanya terlibat perselisihan dan Lesti meminta untuk diantar pulang ke rumah orang tuanya. Namun pada Rabu (28/9/2022) pukul 01.51 WIB berlokasi di rumah keduanya di Cilandak, Jakarta Selatan justru terjadi dugaan KDRT yang dilakukan oleh Billar sebagai buntut dari perselisihannya dengan Lesti.
Berdasarkan keterangan Lesti kepada polisi, Billar mendorong, membanting Lesti dengan keras ke kasur hingga mencekik dan kembali membanting Lesti ke lantai kamar mandi pada keesokan harinya.
Setelah kasus KDRT berulang tersebut, akhirnya Lesti Kejora melaporkan Rizky Billar dengan dugaan KDRT ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Rabu (28/9/2022) malam. Rizky Billar dilaporkan atas dugaan pelanggaran di Pasal 44 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT.
Saat ini, Polres Metro Jakarta Selatan masih terus menyelidiki laporan artis Lesti Kejora terhadap Rizky Billar. Lesti Kejora melaporkan suaminya sendiri atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Akibat kekerasan yang dilakukan oleh Billar, Lesti Kejora mengaku tangan kanan, tangan kiri, leher dan tubuhnya merasa sakit. Hal tersebut juga sudah diperkuat dengan hasil visum yang dilakukan oleh Lesti.
Apa Itu KDRT & Berapa Ancaman Hukumannya?
KDRT adalah singkatan dari kekerasan dalam rumah tangga. Dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Berdasarkan Pasal 44 ayat [1] UU KDRTAncaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.
Serta berdasarkan pada Pasal 44 ayat [4] UU KDRT,khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5 juta.
Namun, apabila dalam kasus KDRT juga terbukti terjadi kekerasan psikis terhadap istri, maka ada ancaman pidana lain yaitu pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9 juta.
Apa Saja Jenis dan Bentuk KDRT?
Adapun bentuk dan jenis KDRT, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
- Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll.
- Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu.
- Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah,sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
- Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
- Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
- Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.
- Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum.
- Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT.
Editor: Iswara N Raditya