tirto.id - Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang dibuat mahasiswa dan menjadi salah satu persyaratan untuk bisa menyelesaikan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Mayoritas universitas di Indonesia menjadikan skripsi atau tugas akhir sebagai syarat wajib kelulusan.
Sayangnya, sejumlah mahasiswa mungkin kerap mengambil jalan pintas ketika mengerjakan skripsi dengan menggunakan joki. Artinya, mahasiswa tersebut membayar orang lain untuk menggarap skripsinya.
Akibat maraknya praktik joki, hal ini kerap dianggap lumrah karena terdapat transaksi "simbiosis mutualisme". Sang penjoki mendapat uang, dan skripsi mahasiswa tersebut bisa selesai.
Sebuah penelitian dalam jurnal berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Jasa Joki Tugas oleh Pelajar dan Mahasiswa (2023) melakukan wawancara dan observasi terhadap 10 orang pelajar dan mahasiswa.
Hasil penelitian dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan joki dilakukan karena keterbatasan waktu, kesulitan dalam mengerjakan tugas, kurangnya kemampuan dalam materi pelajaran, beban tugas yang berlebihan, dan kemudahan akses untuk mendapat joki.
Kendati demikian, alasan apapun sebenarnya tidak dapat dibenarkan. Sudah menjadi tugas seorang mahasiswa untuk mengerjakan dengan usahanya sendiri atas apa yang menjadi tanggung jawabnya.
Terlebih, skripsi dapat menjadi bukti bahwa mahasiswa tersebut memahami apa yang telah dipelajari selama masa perkuliahan.
Selain itu, perlu diketahui, terlibat dalam praktik joki skripsi bukan hanya melanggar etik tapi juga merupakan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang. Mahasiswa dapat terkena hukuman apabila melakukan hal tersebut.
Berdasarkan Pasal 9 Permendikbudristek 39/2021, pelanggaran integritas akademik dalam pembuatan karya ilmiah meliputi fabrikasi, falsifikasi, plagiat, kepengarangan yang tidak sah, konflik kepentingan, dan pengajuan ganda.
Mengacu pada pelanggaran yang disebutkan di atas, tindakan yang paling dekat maknanya dengan joki skripsi adalah plagiat dan kepengarangan yang tidak sah.
Lantas, apa hukum dan sanksi bagi mahasiswa yang terlibat joki?
Sanksi Etik bagi yang Terlibat Praktik Joki Skripsi
Joki mutlak merupakan praktik yang merugikan dan tidak jujur. Apabila seorang mahasiswa terlibat penggunaan praktik joki skripsi, sanksi etik akademik yang paling mungkin dilakukan dan berdampak adalah pencabutan gelar dan ijazah yang didapat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 25 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS):
Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.
Tindakan tersebut tentunya dilakukan sebagai langkah untuk menjaga integritas akademik dan menjaga reputasi institusi di dunia pendidikan.
Diharapkan, tindakan tersebut juga memberi efek jera bagi mahasiswa lain yang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa joki.
Sanksi dan Hukum Pidana bagi yang Terlibat Praktik Joki Skripsi
Jasa joki dan mahasiswa dapat ditindak dan/atau terkena sanksi hukum pidana dengan UU SISDIKNAS Pasal 70 dan juga Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
1. UU SISDIKNAS Pasal 70
Dalam Pasal 70 Undang-Undang yang mengatur mengenai jiplakan atau plagiasi tersebut tertulis:Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 2 terbukti merupakan jiplakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
2. Pasal 263 KUHP
Pasal 263 KUHP menjelaskan hukuman pidana tentang pemalsuan surat. Praktik joki dapat dijerat dengan pasal ini sebab tujuan utama dari jasa joki skripsi adalah membantu mahasiswa lulus dan mendapatkan ijazah.Akan tetapi, ijazah yang didapat melalui jasa joki skripsi tidak sah, sebab tidak mencerminkan kemampuan asli dari yang bersangkutan.
Adapun Pasal 263 KUHP berbunyi:
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Dipna Videlia Putsanra