tirto.id - Mahasiswa kerap memilih jalan pintas untuk mengerjakan tugas dan skripsi. Cara pintas yang cukup sering ditempuh oleh mahasiswa adalah dengan menyewa joki. Lantas, apakah joki skripsi dan tugas melanggar etika akademik?
Untuk menuntaskan studi, mahasiswa memiliki sejumlah kewajiban yang harus dikerjakan. Dua di antaranya adalah menyelesaikan skripsi dan tugas. Namun, ketika menempuh studi banyak hambatan yang membuat mahasiswa merasa tidak sanggup atau enggan mengerjakannya.
Meski dimakan, bila ingin lulus, mahasiswa harus mengerjakan dan menyelesaikan semua beban akademik yang mereka miliki. Ketika inilah pikiran untuk melakukan hal-hal yang tak patut terbersit. Mereka lebih rela mengeluarkan sejumlah uang untuk menyewa joki ketimbang mengerjakannya sendiri.
Kondisi ini juga didukung oleh maraknya penyedia jasa joki skripsi dan tugas. Para joki ini biasanya membuka tarif tertentu untuk setiap pekerjaan akademik yang mereka kerjakan. Mahasiswa dan joki membentuk relasi yang saling membutuhkan, hal ini membuat bisnis curang joki skripsi dan tugas akademik bertumbuh subur.
Apakah Joki Skripsi dan Tugas Melanggar Etika Akademik?
Joki akan mengerjakan skripsi atau tugas akademik milik mahasiswa dengan imbalan tertentu. Hasilnya nanti akan diakui oleh mahasiswa sebagai kerja keras mereka. Singkatnya, ini adalah praktik penipuan akademik. Lalu, apakah joki skripsi dan tugas melanggar etika akademik?
Menjawab pertanyaan itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), menegaskan bahwa praktik joki skripsi dan tugas melanggar etika akademik, karena merupakan salah satu bentuk plagiarisme yang dilarang oleh undang-undang.
“Civitas akademika dilarang menggunakan joki untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah (skripsi) karena melanggar etika dan hukum,” kata Kemendikbudristek Kamis (25/7/2024) dikutip CNN Indonesia.
Kemendikbudristek juga mengingatkan bahwa aksi kecurangan akademik dalam bentuk plagiarisme dilarang dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Maraknya bisnis praktek joki skripsi dan tugas akademik membuat Kemendikbudristek memohon semua pihak untuk berpartisipasi memantau praktik kecurangan ini.
Kemendikbudristek meminta masyarakat yang menemukan praktik plagiarisme atau kecurangan akademik agar melaporkannya ke laman ult.kemendikbud.go.id atau posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id @itjen_Kemdikbud.
Dampak Negatif Praktik Joki Skripsi dan Tugas
Praktik joki skripsi dan tugas akademik memiliki sejumlah dampak negatif, termasuk memburuknya iklim akademik Indonesia, pencabutan gelar akademik, hingga pidana dan denda.
1. Iklim Akademik yang Buruk
Joki skripsi dan tugas akademik akan memperburuk iklim akademik di Indonesia. Bila tidak dihentikan, praktik perjokian ini akan mencetak mahasiswa atau civitas akademik yang tidak memiliki daya juang untuk menyelesaikan kewajiban mereka.Terpenting, mahasiswa yang lulus karena hasil joki sudah bisa dipastikan tidak memenuhi kompetensi untuk menyandang gelar akademiknya. Hasilnya, pendidikan tidak jadi tempat orang menuntut ilmu lagi melainkan sekadar formalitas untuk mendapatkan gelar saja.
2. Pencabutan Gelar Akademik
Pasal 25 ayat 2 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut bahwa “lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya”.3. Pidana dan Denda
Pada Pasal 70 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan hukum pidana dan denda bagi mereka yang terbukti melakukan kecurangan akademik.
“Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra