tirto.id - Di Indonesia, pelaksanaan muswarah untuk mencapai suatu mufakat harus dilakukan jika terjadi sebuah permasalahan. Bahkan, hal tersebut diungkapkan melalui dasar negara Pancasila, yakni sila ke-4.
Dalam sila ke-4 Pancasila, disebutkan bahwa segala hal yang terjadi harus dilaksanakan dengan cara “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
Melansir pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (KBBI Daring), dijelaskan bahwa musyawarah itu sendiri berarti membahas bersama sebuah permasalahan untuk menemukan keputusan atau penyelesaian.
Ciri dan Manfaat Musyawarah Mufakat
Ketika musyawarah dilakukan, maka semua orang yang hadir berhak mengeluarkan suara atau pendapatnya. Hal ini sejalan dengan paham demokrasi yang menyamakan status seluruh manusia di sebuah negara.
Pendapat yang dikemukakan tersebut musti dipikirkan secara matang serta adil dan tidak memandang siapa yang mengemukakannya. Dengan kata lain, yang terpenting dalam sebuah musyawarah adalah kepentingan bersama yang disetujui oleh semua orang yang mengikuti aktivitas tersebut.
Terlepas dari kepentingan-kepentingan individu, musyawarah bercirikan bisa mendapatkan hasil yang dapat disepakati bersama-sama.
Tentunya, faktor penerimaan pendapat juga dinilai berdasarkan akal sehat, sesuai hati nurani, mempertimbangkan moral, dan tidak memberatkan suatu pihak (Musyawarah untuk Mufakat, 2008).
Dari semua yang dilakukan atas dasar pelaksanaan musyawarah mufakat, diharapkan tercipta penyelesaian masalah, keputusan bersifat adil, menguntungkan berbagai pihak yang terlibat, dan bisa mempersatukan suara yang berbeda.
Selain itu, musyawarah ini bisa memunculkan sifat kebersamaan sesama warga negara karena pengadaannya bisa mengukur stabilitas emosi setiap orang yang menghadirinya.
Terakhir, kita juga bisa mendapatkan pelatihan untuk berani mengungkapkan pendapat serta ide yang ada dalam kepala tanpa harus takut dengan status yang kita miliki.
Pangkal Tolak Musyawarah Mufakat
Berdasarkan catatan Ai Tin Sumartini dan Asep Sutisna dalam PPKn (2018:62), tertulis lima buah pangkal tolak yang digunakan dalam musyawarah mufakat agar tercipta kebulatan pendapat. Berikut ini beberapa pangkal tolak tersebut.
1. Berlandaskan sila ke-4, yakni “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
2. Keputusan diambil berdasarkan kehendak rakyat melalui hikmat kebijaksanaan.
3. Cara mengemukakan hikmat kebijaksanaan harus sesuai akal sehat dan hati nurani demi persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan masyarakat.
4. Keputusan yang ada harus ada tanggung jawab, baik secara moral, kemanusiaan, dan keadilan.
5. Keputusan yang didapatkan harus dilaksanakan secara jujur dan bisa dipertanggungjawabkan.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yandri Daniel Damaledo