tirto.id - PBB adalah organisasi internasional yang didirikan di San Fransisco yang disahkan melalui Piagam PBB pada tahun 1945. Walau demikian, Indonesia baru menjadi anggota PBB pada 28 September 1950, hampir setahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.
Tujuan pembentukan PBB tertuang dalam Bab 1 Pasal 1 Piagam PBB, yakni sebagai berikut:
- Menjaga perdamaian dan keamanan internasional
- Mengembangkan hubungan kerja sama antar bangsa berdasarkan prinsip kesetaraan.
- Melakukan kerja sama internasional di bidang ekonomi, sosial, budaya, atau kemanusiaan, dan dalam mempromosikan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia.
- Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia
Peran Indonesia di PBB
Untuk dapat menjalankan tujuan PBB, Indonesia sebagai salah satu anggota mesti menjalankan peran-peran yang tertuang dalam pasal 2 Bab 1 Piagam PBB, yakni turut berperan dalam menjaga perdamaian dunia, pemimpin dan anggota tetap organisasi PBB, memberi bantuan kemanusiaan di berbagai negara, dan membantu menyelesaikan konflik di berbagai negara.
1. Indonesia berperan dalam rangka menjaga perdamaian dunia
Mengutip dari artikel yang terbit dalam Jurnal Kajian Lemhannas RI (Edisi 37, 2019), Menteri Luar Negeri Retno Lestari P. Marsudi dalam pidatonya setelah Indonesia didapuk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada 2 Januari 2019 menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi fokus Indonesia dalam menjalankan keanggotaan sebagai DK PBB, antara lain adalah “upaya untuk memperkuat ekosistem perdamaian dan stabilitas global.”
Keseriusan Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dibuktikan dengan masuknya Indonesia dalam 10 besar kontributor pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB dari 124 negara penyumbang pasukan.
“Perdamaian bukan semata-mata tidak adanya perang, ini juga tentang komitmen terhadap perdamaian. Hal ini tidak lain adalah upaya berkelanjutan untuk menjaga stabilitas dan mencegah konflik,” ujar Jusuf Kalla dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-73.
Dari pernyataan Jusuf Kalla, komitmen Indonesia dalam menjaga perdamaian tak terbatas hanya dalam menjaga perdamaian dalam bidang militer ataupun pertahanan, namun juga dalam bidang diplomasi. Hal ini dibuktikan dengan aktifnya Indonesia dalam sejumlah diplomasi perdamain seperti berikut:
- Pelopor berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).
- Mengadakan Jakarta Informal Meeting (JIM) pada 1984 untuk menyelesaikan konflik di Kamboja.
- Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang mana melahirkan Dasasila Bandung.
- Menggelar konferensi Colombo pada 1954 untuk meredakan ketegangan yang ditimbulkan oleh perang dingin dan meningkatkan perjuangan melawan penjajahan.
2. Indonesia selalu memberikan bantuan kemanusiaan di berbagai negara
Bantuan kemanusiaan ke negara lain didasarkan berdasar prinsip politik luar negeri Indonesia, yakni bebas aktif. Definisi atas politik bebas aktif tertuang dalam Penjelasan UU RI nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, yakni:
“politik luar negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Mengutip dari artikel Adipradono yang dipublikasikan di International Journal of Law, Government and Communication (Vol. 6, No. 22, 2021), dalam hal pengiriman bantuan kemanusiaan oleh pemerintah Indonesia ke negara lain yaitu tiga asas, yaitu kepastian, keadilan, dan kegunaan.
Melalui tiga asas tersebut, Indonesia mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan seperti mengirim 200 Oksigen Konsentrator untuk mengatasi pandemi COVID-19 di India dan menempatkan sejumlah pekerja kemanusiaan Indonesia untuk membantu warga Rohingya di Cox’x Bazar.
3. Membantu menyelesaikan konflik di berbagai negara
“PBB mungkin memiliki peran positif dalam mencegah perang dunia, tetapi tidak bisa
mencegah atau menghentikan konflik regional,” tulis The United Nations: A Very Short Introduction (2008, hlm. 3).
Keterbatasan PBB dalam mencegah atau menghentikan konflik regional karena tugas PBB sebagai hanya sebagai pengawas keamanan global. PBB tidak dapat mengganggu kedaulatan nasional atau melakukan intervensi atas konflik yang terjadi.
Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB mewujudkan prinsip tersebut dalam sejumlah konflik yang diatasi, yakni sebagai berikut:
Pertama, konflik Laut China Selatan yang melibatkan Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam. Konflik ini bermula dari 1947 dan belum terselesaikan hingga sekarang.
Walau demikian, Toruan dalam artikelnya yang terbit dalam Jurnal Keamanan Nasional (Volume VI, No. 1, 2020) menyatakan bahwa Indonesia selalu terdepan dalam menyelesaikan sengketa menginisiasi workshop pada tahun 1990 yang berjudul Workshop on Management of Potential Conflict in the South China Sea.
Peran lain adalah sebagai inisiator pembentukan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) pada 2002. Pada 2019, Indonesia juga mendorong negara-negara yang terlibat konflik untuk menyetujui kode etik Laut China Selatan.
Kedua, konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Dalam artikel oleh Antuli, Heryadi, dan Razasyah di Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (Vol. 11, No. 2, 2019) mengemukakan bahwa Indonesia berperan sebagai mediator dengan memfasilitasi berbagai pertemuan Thailand dan Kamboja dalam konflik ini hingga terjadi kedua belah pihak menarik mundur pasukan masing-masing pada Desember 2011 di bawah pengawasan tim pemantau dari Indonesia.
Ketiga, konflik Israel-Palestina. Analisis Mudore dalam artikel yang berjudul “Peran Diplomasi Indonesia dalam Konflik Israel-Palestina” yang dimuat di Jurnal Center of Middle Eastern Studies (Vol. 12, No. 2, 2019) mengungkapkan bahwa Indonesia berperan sebagai co-sponsor, fasilitator, mediator, partisipator, inisiator, aktor, motivator, dan justifikator dalam membantu penyelesaian konflik Israel-Palestina.
4. Sebagai pemimpin dan anggota tetap beberapa organisasi di PBB
Kepemimpinan Indonesia dalam organisasi dapat dilihat dari terpilihnya Menteri Luar Negeri Adam Malik sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Selain itu, mengutip dari Antara News Indonesia juga pernah menjadi presiden ECOSOC (Economic and Social Council) pada tahun 1970 dan 2000 dan wakil presiden di organisasi yang sama pada tahun 1969 dan 1999.
Mengutip dari laman United Nations Development Programme, Indonesia tergabung dalam 22 keanggotaan organisasi PBB, yaitu sebagai berikut:
- FAO (Food and Agriculture Organisation).
- ILO (International Labour Organization).
- IOM (International Organization for Migration).
- UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS).
- UNEP (United Nations Environment Programme).
- CAPSA (Centre for Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture).
- UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).
- UNFPA (United Nations Population Fund).
- UNHABITAT (United Nations Human Settlements Programme).
- UNHCR (The UN Refugee Agency).
- UNIC (United Nations Information Centres).
- UNICEF (United Nations Children’s Emergency Fund).
- UNIDO (United Nations Industrial Development Organization).
- UNOCHA (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs).
- UNORCID (The United Nations Office for REDD+ Coordination).
- UNOPS (United Nations Office for Project Services).
- UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime).
- UNV (United Nations Volunteers).
- UNWOMEN (The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women).
- WFP (World Food Programme).
- WHO (World Health Organization).
- UN REDD (The United Nations Programme on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation).
Penulis: Fatimatuzzahro
Editor: Agung DH