tirto.id - Konflik antara Rusia dan Ukraina masih menjadi pemberitaan hangat. Sebab, sampai saat ini, kedua negara belum mendapatkan titik temu setelah muncul isu Rusia akan menginvasi Ukraina. Seperti apa berita terkininya?
CNN melaporkan, Amerika Serikat menuduh kalau Rusia sudah menambahkan 7.000 tentara ke dalam pasukan di perbatasan Ukraina.
Menurut pejabat senior pemerintah AS, penambahan pasukan itu membuktikan kalau Rusia tidak benar-benar menarik pasukannya di perbatasan. Pejabat itu juga menuding gagasan diplomasi Presiden Rusia Vladimir Putin hanyalah kedok.
"Setiap indikasi yang kami miliki sekarang adalah, mereka hanya bermaksud menawarkan secara terbuka untuk berbicara, dan membuat klaim tentang de-eskalasi, sementara secara pribadi [mereka] memobilisasi perang," kata pejabat itu.
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden mengatakan, dengan adanya penambahan 7.000 tentara itu, maka jumlah pasukan Rusia di perbatasan Ukraina sudah mencapai 150 ribu orang.
Biden mengatakan, penarikan pasukan Rusia adalah tindakan yang baik, tetapi dia tidak melihat bukti kalau negara itu memang menarik seluruh pasukannya.
"Analis kami menunjukkan bahwa mereka tetap berada dalam posisi yang sangat mengancam," kata Biden.
"Dan faktanya saat ini Rusia memiliki lebih dari 150.000 tentara yang mengepung Ukraina dan Belarusia dan di sepanjang perbatasan Ukraina," lanjut Biden.
Rusia Klaim Tarik Pasukan di Perbatasan Ukraina
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan kalau dia sudah memerintahkan untuk menarik sebagian pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina.
The Guardian melaporkan, ukuran penarikan ini masih belum jelas dan mungkin hanya melibatkan sebagian kecil dari pasukan Rusia di perbatasan.
Dalam berbagai kesempatan, Rusia selalu membantah rencana untuk menyerang Ukraina, sembari mengklaim kalau mereka cuma melatih pasukan di wilayahnya sendiri.
Penarikan pasukan Rusia itu pertama kali diumumkan pada Selasa pagi oleh juru bicara kementerian pertahanan Igor Konashenkov. Menurut dia, latihan yang sedang berlangsung melibatkan pasukan dari "hampir semua distrik militer, armada, dan pasukan lintas udara".
“Unit distrik militer selatan dan barat, yang telah menyelesaikan misi mereka, naik kereta api dan truk dan akan menuju garnisun mereka hari ini,” kata Konashenkov.
Saat ditanya tentang alasan penarikan pasukan pada hari Selasa, Putin tidak bersedia menjawab. “Ini penarikan sebagian pasukan dari area latihan kami,” katanya dalam menanggapi pertanyaan selama konferensi pers dengan kanselir Jerman, Olaf Scholz. “Apa yang harus dikomentari?”
Penyebab Konflik Ukraina dan Rusia
Al Jazeera, konflik antara Ukraina dan Rusia ini berawal dari bulan November 2021. Kala itu, citra satelit menunjukkan adanya penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan Ukraina.
Ukraina pun menuduh Rusia telah memobilisasi 100 ribu tentara bersama dengan tank dan peralatan militer lainnya. Hal itu langsung mendapat respons dari Presiden AS Joe Biden.
Ia memperingatkan tentang sanksi ekonomi apabila menyerang Ukraina. Tapi Rusia mengajukan tuntutan keamanan kepada Barat agar NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina.
Rusia juga meminta agar tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Uni Soviet sebagai anggota.
Jauh sebelum itu, seperti dilaporkan CNN, ketegangan antara negara bekas Uni Soviet itu meningkat pada akhir 2013 karena munculnya kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan Uni Eropa.
Pada tahun 2014, muncul revolusi di Ukraina. Protes yang terjadi selama berbulan-bulan itu telah menggulingkan presiden Ukraina yang pro-Rusia bernama Viktor Yanukovych. Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan Presiden Putin untuk mengambil alih wilayah Krimea, itu adalah semenanjung otonom di Ukraina.
Putin juga mendukung pemberontak di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk. Akhirnya, ribuan tentara berbahasa Rusia yang diakui oleh Moskow membanjiri semenanjung Krimea.
Dalam beberapa hari, Rusia menyelesaikan pencaplokannya dalam referendum yang dikecam oleh Ukraina dan sebagian besar dunia. Mereka menganggap itu sebagai tindakan yang tidak sah.
Editor: Iswara N Raditya