Menuju konten utama
Berita Internasional Terkini

Apa Kisah Gereja Unifikasi yang Dikaitkan Pembunuhan Shinzo Abe?

Gereja Unifikasi dikaitkan dengan pembunuhan Shinzo Abe, bagaimana sejarah dan kisahnya?

Apa Kisah Gereja Unifikasi yang Dikaitkan Pembunuhan Shinzo Abe?
Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, seorang konservatif yang memecah belah dan salah satu tokoh bangsanya Tokoh paling kuat dan berpengaruh, tewas setelah ditembak dalam pidato kampanye Jumat, 8 Juli 2022, di Jepang barat, kata pejabat rumah sakit. AP/Itsuo Inouye

tirto.id - Terduga penembak, Shinzo Abe bernama Tetsuya Yamagami mengatakan, salah satu alasannya membunuh karena dia yakin mantan Perdana Menteri Jepang itu telah mempromosikan kelompok agama di mana ibunya memberikan sumbangan besar dan membuat bangkrut.

Kelompok agama yang dimaksud diduga adalah Gereja Unifikasi. Seperti dikutip NBC News, Gereja Unifikasi Korea Selatan cabang Jepang telah membuat klarifikasi. Menurut gereja itu, ibu dari tersangka memang berstatus sebagai anggota.

Tomihiro Tanaka, ketua cabang gereja di Jepang, mengatakan bahwa ibu Yamagami adalah anggota gereja dan menghadiri acara sekitar sebulan sekali, tetapi gereja tidak memiliki catatan tentang permintaan sumbangan yang besar darinya.

Tanaka menolak berkomentar lebih lanjut karena penyelidikan polisi."Kami akan sepenuhnya bekerja sama dengan penyelidikan polisi jika mereka meminta kami melakukannya," kata Tanaka kepada wartawan.

Akan tetapi, kata Tanaka, baik tersangka Tetsuya maupun Abe bukan anggota gereja. Walaupun dia menegaskan kalau Shinzo Abe adalah anggota gereja, tetapi dia mengatakan kalau mantan perdana menteri telah mendukung gereja dalam mempromosikan perdamaian.

Tetsuyo Yamagami

Tetsuyo Yamagami, terduga pelaku pembunuhan mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, dikawal oleh seorang polisi saat dibawa ke kejaksaan di kantor polisi Nara-nishi di Nara, Jepang barat, Minggu (10/7/2022). (ANTARA FOTO/Kyodo via REUTERS/hp/NBL).

Apa Itu Gereja Unifikasi?

Seperti dikutip DW, Gereja Unifikasi, menurut media Jepang, dikenal sebagai Federasi Keluarga untuk Perdamaian dan Penyatuan Dunia. Gereja ini didirikan pada tahun 1954.

Seorang juru bicara gereja mengatakan, organisasi itu memiliki sekitar 300.000 pengikut di Jepang dan hingga 200.000 di Korea Selatan. Untuk di Jepang, gereja ini telah menarik perhatian selebriti dan politikus.

Pendirinya adalah seorang anti-komunis asal Korea Selatan bernama Sun Myung Moon. Orang yang mengaku mesias ini juga menjalankan kerajaan bisnis. Dia meninggal pada tahun 2012 pada usia 92.

Para kritikus mempertanyakan keabsahan sekaligus aliran tentang kebenaran dari gereja itu. Mereka juga mempertanyakan dari mana asal pendanaannya.

Seorang profesor agama-agama Asia di North Carolina State University bernama Levi McLaughlin, mengatakan bahwa ada stigma yang melekat pada agama terorganisir di Jepang.

Menurut dia, beberapa orang Jepang mungkin sudah curiga tentang Gereja Unifikasi karena didirikan di Korea Selatan oleh orang yang mengaku dirinya mesias bernama Sun Myung Moon.

“Kelompok seperti itu dapat dilihat sebagai pengaruh jahat yang dicirikan sebagai memangsa kelemahan mereka yang sudah berjuang,” kata McLaughlin.

“Tetapi sebenarnya para penganutnya juga cerdas dan memiliki serangkaian alasan yang canggih mengapa mereka bergabung dengan ini dan merasa harus membentuk komunitas semacam ini.”

Shinzo Abe pernah menghadiri acara yang diadakan oleh sebuah organisasi yang memiliki hubungan dengan gereja tersebut pada September lalu.

Di sana Shinzo Abe memberikan pidato yang memuji pekerjaan organisasi itu, terutama dalam mempromosikan perdamaian di Korea Selatan.

Kepala Gereja Tanaka membenarkan kalau beberapa orang memberikan dana untuk disumbangkan ke gereja, tetapi dia mengklaim semua itu "atas dasar sukarela.".

"Jumlah donasi terserah masing-masing individu. Kami berterima kasih kepada yang memberikan donasi besar, tapi tidak ada yang diminta."

Baca juga artikel terkait GEREJA UNIFIKASI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya