Menuju konten utama

Apa Itu Pink Tax dan Penolakannya di Berbagai Wilayah

Pink Tax merujuk pada ketidaksetaraan gender atau diskriminasi penentuan harga yang ditetapkan berdasarkan gender. 

Apa Itu Pink Tax dan Penolakannya di Berbagai Wilayah
Ilustrasi Pink Tax. foto/istockphoto

tirto.id - Pajak Merah Muda atau Pink Tax adalah salah satu ketidaksetaraan gender dalam penerapan harga suaty produk atau diskriminasi harga berdasarkan gender.

Perempuan harus membayar lebih untuk produk yang “seolah” dibuat khusus untuk mereka, padahal fungsinya sama seperti produk yang dibikin untuk pria.

Secara sederhana, pink tax bukanlah pajak, tapi taktik produsen untuk mengambil laba lebih dari konsumen perempuan. Sistem penetapan harga yang diskriminatif atas produk dan layanan berdasarkan gender.

Para peneliti telah memperhatikan dan menganalisis fenomena ini sejak tahun 1990. Seperti disebutkan dalam laman Healthline, seringkali ketika Anda mengunjungi supermarket atau pusat perbelanjaan, Anda akan menemukan berbagai jenis iklan produk berdasarkan jenis kelamin.

Penjual sering membedakan produk atau layanan untuk membuatnya lebih menarik ke target pasar tertentu, misalnya dengan mengubah kemasan dan mengubah warna suatu produk.

Produk khusus pria ditampilkan dalam kemasan berwarna gelap, bisanya hitam atau biru dengan nama merek, di antaranya Bull Dog, Vikings Blade, dan Rugged and Dapper.

Sementara itu, produk khusus wanita identik dengan warna merah muda, ungu muda, bahkan dengan glitter tambahan. Jika mengandung aroma, biasanya menggunakan aroma buah, kue dan bermotif bunga.

Produk sehari-hari yang dipasarkan kepada wanita banyak dijumpai dengan label harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan versi yang hampir identik dipasarkan untuk pria.

Contohnya pada produk pisau cukur yang memiliki fungsi dan mereknya sama, tetapi harga untuk pisau cukur wanita lebih mahal dibandingkan untuk pria.

Dengan merek yang sama, pisau cukur perempuan dipasarkan lebih mahal 20-30 persen dibanding pisau cukur pria.

“Latar belakang munculnya pink tax adalah sikap kapitalis klasik: mengambil untung sebanyak-banyaknya,” kata Jennifer Weiss-Wolf, pengacara dan salah satu pendiri Period Equity, tim pengacara yang membela hak-hak perempuan dalam siklus menstruasi mereka, melansir dari Healthline.

Pink Tax memang menuai perdebatan di sejumlah negara. Beberapa pemerintahan memiliki peraturan untuk melarang diskriminasi harga gender.

Berikut ini berbagai kebijakan yang menolak adanya Pink Tax, sebagaimana dikutip dari laman Investopedia.

1. California

Pada tahun 1996, Gubernur Pete Wilson, menerapkan Undang-Undang Pencabutan Pajak Gender tahun 1995 yang mengharuskan pedagang untuk membebankan harga yang sama antara wanita dan pria.

Hal ini ditujukan untuk layanan seperti cukur rambut, laundry, permak pakaian, perbaikan mobil, dan jasa layanan lainnya, bukan pada pembelian produk.

2. New York

Pada tahun 1998, Walikota Rudy Giuliani, menandatangani undang-undang yang bertujuan mencegah perusahaan ritel seperti potongan rambut dan laundry mematok harga semata-mata berdasarkan gender.

Department of Consumer Affairs menetapkan denda apabila terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut. Jika terlihat ada praktik Pink Tax, warga New York dapat melaporkan keluhannya melalui layanan 311.

3. Miami-Dade County

Consumer Services Department di Miami-Dade County bertanggung jawab dalam mengatasi diskriminasi harga gender.

Peraturan yang ditegakkan berlaku untuk semua jenis penjual, dari individu hingga perusahaan. Tidak hanya jasa layanan, melainkan barang yang ditetapkan dengan sistem Pink Tax juga diatur dalam peraturan tersebut.

4. Amerika Serikat

Speier, yang mensponsori undang-undang California 1995, juga memperkenalkan Undang-Undang Pencabutan Pajak Merah Muda di tingkat federal pada tahun 2016.

Tujuannya untuk melarang penetapan harga produk dan layanan konsumen yang secara substansial serupa namun dihargai berbeda berdasarkan jenis kelamin.

Perusahaan yang melanggar hukum dianggap melakukan praktik Komisi Perdagangan Federal yang tidak adil atau menipu yang mempengaruhi perdagangan antarnegara bagian.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Chyntia Dyah Rahmadhani

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Chyntia Dyah Rahmadhani
Penulis: Chyntia Dyah Rahmadhani
Editor: Yandri Daniel Damaledo