tirto.id - Passing grade digunakan untuk memprediksi kemungkinan diterima di perguruan tinggi, tetapi bukan patokan resmi. Setiap tahun, sebagian besar siswa kelas akhir di sekolah menengah akan mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, baik di universitas atau sekolah tinggi.
Salah satu yang diminati yaitu dapat masuk ke universitas negeri. Mereka mesti berkompetisi melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan SBMPTN.
Dengan kuota penerimaan mahasiswa yang terbatas untuk setiap jurusannya, ribuan hingga puluhan calon mahasiswa berjuang agar bisa lolos. Lembaga bimbingan belajar khusus untuk lolos SNMPTN pun tak jarang menjadi ramai.
Salah satu yang menjadi acuan, meski belum pasti benar, calon mahasiswa yang ikut seleksi berharap bisa mendapatkan nilai di atas skor passing grade.
Passing grade merupakan persentase nilai yang digunakan untuk acuan dalam meluluskan seseorang di program studi perguruan tinggi tertentu.
Skor yang muncul akan berubah setiap tahunnya. Perubahan ditentukan oleh tinggi tendahnya penggemar program studi yang bersangkutan.
Sampai sekarang, skor passing grade diprediksi sendiri. Pasalnya, setiap kampus tidak pernah merilis nilai passing grade di tempat mereka secara resmi. Prediksi nilai passing grade seringkali dipakai sebagai acuan nilai terendah yang harus bisa diraih agar bisa lolos di program studi idaman.
Biasanya daftar prediksi passing grade beredar di lembaga bimbingan belajar atau media online. Skor yang muncul tidak 100 persen valid, tetapi bisa sebagai acuan dalam memprediksi seberapa kuat persaingan dan potensi untuk bisa lulus ujian.
Perlu diingat, bukan berarti saat nilai ujian di bawah atau di atas skor passing grade sudah pasti gagal maupun lulus.
Contohnya, Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Sebelas Maret memiliki kuota 250 mahasiswa baru. Sebuah lembaga bimbingan belajar merilis passing gradenya 50 persen. Artinya, peserta harus mendapatkan nilai maksimal ujian SNMPTN sebesar 50 persen agar diterima di fakultas tersebut.
Pada saat SNMPTN selesai dilangsungkan, ternyata nilai tertingginya mencapai 48,9% saja. Dengan demikian, apakah kuota 200 mahasiswa di fakultas tersebut akhirnya kosong karena tidak nilai peserta tidak mencapai 50%? Tentu saja tidak, dan tetap akan ada yang diterima.
Begitu pula sebaliknya, saat peserta yang mendapatkan nilai SNMTN di atas 50% mencapai 300 orang, apakah semua peserta diterima? Tentunya, akan ada seleksi nilai lagi di internal dalam menentukan siapa saja peserta yang lolos.
Oleh sebab itu, passing grade tidak bisa dipakai sebagai patokan resmi bagi peserta SNMPTN. Skor passing grade hanya digunakan sebagai prediksi saja. Namun, ketika eksekusi saat tes SNMPTN, peserta tetap harus mengerjakan dengan kemampuan terbaik sehingga dapat diterima di fakultas idamannya.
SNMPTN adalah proses seleksi masuk perguruan tinggi yang tidak dapat dikuantifikasi. Oleh sebab itu, peserta yang ikut tidak bisa langsung divonis pasti lolos atau gagal. Ada dua hal yang ikut memainkan peran terhadap hasil SNMPTN, yaitu nilai rapor sekolah selama ini dan indeks sekolah.
Penilaian SNMPTN dilakukan tertutup. Indikator penilaiannya juga tidak dipublikasikan dengan rinci. Namun dengan bekal dua modal tersebut, peserta dapat memperkirakan pilihan PTN dan jurusan yang punya peluang besar tanpa harus asal-asalan memilih.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra