tirto.id - Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto melakukan pertemuan pada Minggu, 5 Maret 2023 di kediaman Prabowo, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Pertemuan ini merupakan kunjungan balasan Surya Paloh. Sebelumnya, Prabowo terlebih dahulu menyambangi Surya Paloh di NasDem Tower pada 1 Juni 2022 lalu. Pertemuan kedua elit politik ini dilakukan di tengah isu terkini Pemilu 2024 yang santer diperbincangkan.
Isu itu di antaranya penundaan Pemilu 2024 dan perubahan sistem pemilu proposional terbuka menjadi proposional tertutup.
Menyambut Pemilu 2024, haluan politik Prabowo dan Paloh sejatinya berlawanan, sebab Paloh yang membawa Nasdem berkoalisi dengan Demokrat dan PKS sudah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden. Koalisi tiga partai disebut Koalisi Perubahan.
Sementara itu, Koalisi Kebangsaan Indonesia Raya yang terdiri dari Gerindra dan PKB akan memajukan Prabowo sebagai calon presiden.
Namun, meski berbeda jalan, kedua belah pihak sepakat untuk saling menghormati pilihan masing-masing. Di atas segalanya, Paloh dan Prabowo berharap kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara adalah hal yang utama. Perbedaan jalan adalah hal biasa yang terpenting tujuannya sama.
“Kita dapat suatu kesimpulan-kesimpulan tertentu, kita sepakat untuk saling menghormati keputusan politik masing-masing. Kita sepakat bahwa kita ingin suasana bangsa dan negara selalu dalam keadaan damai, dalam keadaan rukun, dalam keadaan rukun, dalam keadaan bersatu,” ujar Prabowo dalam Konferensi Pers.
"Bahwa persaingan, rivalitas itu perlu, bahwa juga kita tidak boleh takut dengan oposisi, harus oposisi yang selalu konstruktif, selalu damai, selalu dalam kerangka NKRI, selalu dalam kerangka Pancasila, selalu dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika,” jelas Prabowo.
Kemudian, dijelaskan pula bahwa pertemuan Prabowo dan Paloh bertujuan untuk membangun kedewasaan berpolitik dan demi menjaga semangat kebangsaan dan nasionalisme.
“Pertemuan ini tidak hanya memberikan benefit kepada kami berdua semata-mata, atau kedua partai politik ini, tapi ada kepentingan yang lebih besar,” jelas Paloh dalam Konferensi Pers.
Isu Politik Nasional Terkini
Baru-baru ini, sejumlah isu politik pun mencuat, di antaranya rencana penundaan Pemilu 2024 dan perubahan sistem pemilu proposional terbuka menjadi proposional tertutup.
Gagasan perubahan pemilu proposional terbuka menjadi proposional tertutup diajukan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI). Gagasan tersebut diajukan saat uji materi terhadap UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Permohonan tersebut diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan atau PDIP), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Para pemohon menilai bahwa sistem pemilu proposional terbuka kerap menjadi ajang money politic para politisi yang hanya bermodal popularitas, namun awam dalam mengelola organisasi berbasis sosial politik.
Sehingga kerap menimbulkan individualisme dan persaingan bebas antar kader dalam partai politik. Pemohon juga menyebut bahwa pemilu proposional terbuka adalah sistem yang berbiaya mahal dan akan melahirkan rentetan masalah lainnya.
Menanggapi permohonan itu, sembilan fraksi DPR RI memberikan suara mereka terkait dengan sistem pemilu yang akan disepakati. Hasilnya, hanya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung perubahan sistem pemilu proposional tertutup.
Sementara delapan fraksi lainnya yang terdiri dari Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai PKS, Fraksi Partai PAN, dan Fraksi Partai PPP menolak pemilu proposional tertutup.
Penundaan Pemilu 2024
Isu penundaan jadwal Pemilu mulai menjadi topik perbincangan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima yang merasa dirugikan dalam tahapan verifikasi administrasi Pemilu 2024.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim meyakini KPU selaku tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Majelis juga memerintahkan tahapan pemilu untuk diulang lagi dari awal.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari," bunyi amar putusan.
Menanggapi putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menegaskan bahwa pemerintah tetap akan melaksanakan Pemilu 2024 sesuai jadwal, meski ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda tahapan pemilu.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menegaskan bahwa pemerintah akan tetap melaksanakan Pemilu 2024. Hal ini sesuai arahan presiden bahwa pemilu akan berjalan sesuai jadwal.
"Presiden dalam berbagai kesempatan telah menekankan dukungannya untuk pelaksanaan Pemilu 2024 sesuai jadwal dan dilaksanakan secara konstitusional. Sampai dengan saat ini, Pemerintah tetap berkomitmen mendukung pelaksanaan Pemilu 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan KPU," kata Jaleswari.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto