tirto.id - Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan buku karya Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal dengan sebutan R.A Kartini. Isi dari buku itu adalah kumpulan surat R.A Kartini kepada temannya di Eropa, di dalam suratnya terkandung pemikiran-pemikiran Kartini yang menjadi tonggak awal emansipasi wanita di Indonesia.
Kumpulan surat R.A Kartini pertama kali dibukukan dalam bahasa Belanda dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) pada tajun 1911.
Kemudian, di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Lalu, pada tahun 1938, dirilislah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru.
Buku Habis Gelap Terbitlah Terang memuat 106 surat Kartini kepada teman-temannya. Setidaknya ada sepuluh orang teman Kartini berkirim surat, di antaranya adalah Estelle H Zeehandelaar atau yang R.A Kartini sapa Stella, J.H. Abendanon dan isterinya (Rosa Abendanon), serta Prof. Anton.
Isi Buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Surat-surat yang dikirimkan menguraikan pemikiran Kartini terkait berbagai masalah termasuk tradisi feudal yang menindas, pernikahan paksa dan poligami bagi perempuan Jawa kelas atas, dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.
Dalam surat-suratnya, Kartini juga menulis keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
Di sisi lain, surat-surat tersebut juga mencerminkan pengalaman hidup Kartini sebagai putri seorang Bupati Jawa. Berikut ini adalah beberapa penggalan isi surat Kartini untuk para sahabatnya yang dikumpulkan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” (Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).
"Pergilah, laksanakan cita-citamu. Kerjalah untuk hari depan. Kerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas di bawah hukum yang tidak adil dan paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Pergi… Pergilah! Berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerjalah untuk kepentingan yang abadi.” (Surat Kartini untuk Ny. Van Kol, 21 Juli 1902).
“Orang Belanda menertawakan dan mencemoohkan kebodohan kami, tetapi bila kami coba memajukan diri kami, sikapnya pun terhadap kami mengancam. Alangkah sedihnya hati kami, dahulu semasa di sekolah, guru dan banyak sesama murid memusuhi kami. Tetapi, tidak semuanya guru dan murid itu membenci kami. Banyak juga yang mengenal kami dan menyayangi kami, sama saja dengan anak-anak lainnya. Banyak juga guru yang berat hatinya memberikan anak Jawa angka tertinggi, meskipun sungguh-sungguh ada hak anak itu mendapatkanya.” (Surat Kartini untuk Nn Zeehandelaar, 12 Januari 1900).
“Bagi saya hanya ada dua macam bangsawan; bangsawan pikiran dan bangsawan budi. Tiada yang lebih gila dan bodoh pada pemandangan saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya itu. Di manakah gerangan lebih jasanya, orang bereglar graaf atau baron? Tidak terselami oleh pikiranku yang picik ini. Bangsawan dan berbudi, boleh dikatakan dua perkataan yang searti! Apabila memangnya orang bangsawan, senantiasa bersifat “bangsawan”, maka barulah ada kemuliaannya bagi saya, berasal tinggi itu.” (Surat Kartini untuk Nn Zeehandelaar, 18 Agustus 1989).
Quotes Terkenal dari R.A Kartini
Ikhtiar! Berjuanglah membebaskan diri. Jika engkau sudah bebas karena ikhtiarmu itu, barulah dapat engkau tolong orang lain.
Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.
Karena ada bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh. Demikianlah pula dalam hidup manusia. Karena ada angan-angan muda mati, kadang-kadang timbulah angan – angan lain, yang lebih sempurna, yang boleh menjadikannya buah.
Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.
Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan rasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.
Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung.
Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra