tirto.id - Direktur Eksekutif Institute Essential Services and Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah Indonesia perlu mewaspadai reaksi Amerika terhadap Iran lantaran dapat memengaruhi pasokan minyak dunia.
Pasalnya, pasokan minyak Iran bisa terhalang untuk memenuhi kebutuhan global sehingga berujung pada pengurangan stok.
Belum lagi, baru-baru ini juga ada gangguan pada kapal tanker di Teluk Oman, Timur Tengah Kamis kemarin sudah menimbulkan kenaikan harga minyak dunia. Menurut Fabby, kenaikan itu bisa berlanjut bila ada gangguan lain sehingga dapat memperpanjang tren penguatan harga minyak.
“Reaksi Amerika terhadap Iran [dikhawatirkan] agak keras. Nanti bisa membuat pasokan minyak Iran tidak bisa masuk [ke dunia]. Jadi suplai berkurang. Lalu kalau ada disrupsi [gangguan] lebih lanjut terhadap kejadian di Timur Tengah bisa sebabkan harga minyak naik,” ucap Fabby saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (14/6/2019).
Dalam pengamatannya, Fabby menjelaskan bahwa harga minyak memang mengalami tren penurunan. Ia menyebutkan rata-rata harga minyak bulan Juni 10-15 persen lebih rendah dari Mei 2019 lalu.
Melihat situasi, ia mengatakan ada kemungkinan harga itu dapat kembali menguat (rebound). Namun, kenaikannya diprediksi menyentuh angka sekitar 60 dolar per barel yang, menurutnya, belum terlalu mengkhawatirkan.
Indonesia, katanya, baru perlu khawatir bila harga minyak sudah mendekati harga 60-70 dolar AS per barel.
“Kalau rebound ke 60 dolar AS per barel kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan buat Indonesia. Sekarang kalau naik sedikit paling rata-rata masih di bawah 55 dolar AS per barel. Tapi kalau sudah di atas 60 atau mendekati 70 dolar AS per barel itu perlu waspada,” ucapnya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri