tirto.id - Polres Bogor dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat menangkap tujuh terduga pelempar molotov ke kantor PDIP di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Dua di antaranya anggota Front Pembela Islam (FPI) Bogor.
Mereka adalah “Agus alias Ajat dan Ahmad Sihabudin alias Ihab,” kata kuasa hukum dari Pusat Hak Asasi Muslim (Pushami) Aziz Yanuar, juga pengacara FPI, kepada reporter Tirto, Senin (24/8/2020).
Ahmad Sihabudin alias Ihab Bin Mohamad Abdul Fatah pernah bermasalah. Ini diketahui dari direktori Putusan Mahkamah Agung. Nama pria itu terdaftar dalam perkara Nomor: 224/Pid.Sus/2018/PN Cbi, sebagai terdakwa penyebaran informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan sebagaimana dalam dakwaan kesatu dalam Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ihab divonis satu bulan tahanan rumah dan denda Rp1 juta subsider satu bulan kurungan. Dia terbukti mengirimkan video dan gambar ke grup Whatsapp Jamaah Majelis Imdadul Mustofa se-Jabodetabek dengan kalimat, “Antek-antek PKI yang terciduk oleh para santri di Dayeuh Cileungsi Bogor.”
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Erdi A Chaniago mengatakan Ihab dan Ajat alias Agus Sudrajat ditangkap Kamis (20/8/2020). Mereka kemudian ditahan di Polres Bogor bersama tiga orang lain, yaitu Karim, Burok, dan Deka. Mereka berdomisili di Kota Hujan dan sekitarnya.
Penetapan tersangka merupakan hasil pengembangan penyelidikan panjang, katanya. “Sudah sekian lama kami melakukan penyelidikan, kumpulkan barang bukti, kemudian pemeriksaan,” katanya, Senin (24/8/2020), dikutip dari Antara.
Aziz Yanuar menyatakan ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh polisi, yaitu tidak ada surat penangkapan maupun surat penahanan yang diberikan kepada keluarga kliennya.
Selain itu, pihak keluarga maupun kuasa hukum juga tak dapat menemui mereka. Minggu (23/8/2020) malam, pihak keluarga dan Pushami mendatangi Polres Bogor untuk mengetahui kabar mereka. “Namun malah dicegat di gerbang mapolres dan tidak dapat masuk sama sekali, tanpa alasan,” aku dia.
Ini menurutnya tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Pasal 27 ayat (1), Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, dan Pasal 114 juncto Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan tersangka maupun saksi dalam proses pemeriksaan wajib didampingi oleh penasihat hukum.
Atas dugaan malaadministrasi itu Pushami berencana mengadukan kepolisian. Yang menjadi fokus saat ini adalah “penculikan warga negara yang kini ditahan.”
Rangkaian Penyerangan dan Motif
Pelemparan molotov terjadi di tiga tempat. Pertama di kantor Perwakilan Anak Cabang (PAC) Megamendung, Selasa (28/7/2020) dini hari. Seorang saksi mata mengatakan ada tiga botol yang dilempar. Dua terbakar, satu lagi utuh. Pintu utama dan mobil rusak.
Sehari kemudian, pelemparan molotov terjadi di kantor PAC Kecamatan Cileungsi. Di sini juga ada tiga molotov dilempar, antara pukul 1.30-2.00 dini hari.
Pelemparan terakhir terjadi pada 7 Agustus, kali ini di DPC PDIP Kabupaten Cianjur, sekitar pukul 3 pagi. Api sempat berkobar 15 menit di dekat pintu dan jendela sebelum dipadamkan penjaga kantor.
Tujuh terduga pelaku diduga terkait dengan pelemparan molotov di kantor PAC Cileungsi. Erdi mengatakan belum jelas apakah mereka juga terkait dengan dua pelemparan lain. Semua masih dalam penyelidikan. “Ini masih kami dalami, mohon waktunya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat tiga lokasi ini bisa terungkap.”
Lalu apa motifnya? Menurut Erdi, “motifnya sejauh ini berdasarkan keterangannya, ada ketidaksukaan terhadap terjadinya pembakaran bendera pada saat di DPR.” Ia tak menjelaskan lebih lanjut bendera apa yang dimaksud.
Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy mengatakan aksi ini terkait pembakaran foto Rizieq Shihab, pendiri FPI, bukan bendera. “Emosi dari masing-masing pribadi, atas adanya pembakaran foto di DPR, foto Habib Rizieq.”
Seorang politikus PDIP yang rumahnya juga pernah jadi sasaran pelemparan molotov, Kapitra Ampera, mengatakan apa pun alasannya, pelemparan ini semestinya tak dilakukan. Cara-cara itu primitif, katanya.
“Konsep harus dilawan dengan konsep, pemikiran dilawan dengan pemikiran, sehingga masyarakat bisa membandingkan mana pemikiran logis dan konstruktif,” kata dia ketika dihubungi reporter Tirto, Senin (24/8/2020).
Meski demikian, ia menilai publik tak boleh menggeneralisasi. Anggota FPI Bogor terlibat, tidak serta merta membuat organisasi juga terlibat kecuali dapat dibuktikan sebaliknya oleh aparat. Misalnya, ada instruksi dari organisasi. “Karena tanggung jawab pidana itu orang per orang, siapa yang melakukan, kenapa melakukan,” katanya.
==========
(Revisi 25 Agustus 2020 pukul 14:56: Kami menambahkan keterangan dari Kapolres Bogor AKBP Roland Ronaldy soal motif tersangka.)
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino