tirto.id - Sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) diduduki oleh Polres Mimika sejak Senin (31/12/2018). Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menilai tindakan polisi merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan seharusnya mereka meninggalkan tempat itu secepatnya.
Hak asasi yang dilanggar oleh kepolisian adalah melarang kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Meski polisi mengatakan bahwa motif pendudukan itu adalah mencegah diskusi bernuansa makar dan memecah belah NKRI, tapi mereka tidak memiliki bukti.
“Banyak kasus tuduhan makar dan sebagainya di Papua yang akhirnya polisi tidak bisa membuktikan itu di persidangan,” kata Usman kepada Tirto, Jumat (4/1/2019).
Dalam kasus ini, polisi juga tidak bisa memberikan bukti tegas. Diskusi, yang menurut KNPB adalah ibadah itu sudah dibubarkan sebelum dimulai. Dalam surat pemberitahuan kepada Polres Mimika, KNPB juga menyebut kegiatan mereka sebagai ibadah perayaan hari ulang tahun ke-5 KNPB. Oleh sebab itu, tindakan polisi bisa dikatakan sebagai bentuk kesewenangan lainnya dari polisi.
“Saya kira polisi sudahilah kependudukan itu. Berlebihan. Disproporsional itu,” ucapnya. “Polisi nggak boleh menggunakan kekuatan secara berlebihan untuk sebuah ancaman yang sifatnya ‘katanya’ dan belum bersifat nyata dalam konteks penegakan hukum.”
Ketua Umum KNPB Agus Kosay melalui kuasa hukumnya, Gustaf Kawer dan Veronika Koman mengirim surat somasi ke Kapolres Mimika AKBP Agus Marlianto, Kamis (3/1/2019).
Gustaf dan Veronika yang merupakan pengacara di PAHAM menyatakan bahwa pendudukan itu dilakukan atas dasar kesalahan yang tak pernah dilakukan KNPB pada malam tahun baru.
Dalam perihal surat pemberitahuan, KNPB menuliskan bahwa acara itu hanyalah ibadah hari ulang tahun yang akan dilaksanakan jam 09.00 WIT. Saat itu tidak ada masalah apapun.
Sedangkan Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa Kamal menampik pendapat dari PAHAM dan KNPB bahwa mereka melakukan ibadah untuk peringatan hari ulang tahun. Menurutnya, tindakan yang dilakukan adalah upaya untuk melepaskan diri dari NKRI.
“Setiap kegiatan yang berafiliasi kepada bukan ke Pancasila, maka kita bubarkan, apalagi mau merdeka?” kata Kamal kepada Tirto.
Kendati demikian, Kamal tidak menunjukkan surat ataupun bukti bahwa tindakan daripada KNPB kala itu adalah makar dan ingin keluar dari NKRI. Dia hanya menegaskan bahwa tindakan KNPB mengarah kepada perlawanan terhadap negara.
“Makar,” tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri