tirto.id - Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan meminta pemerintah untuk menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.
Aturan tersebut sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan DPR pada 7 Oktober 2021.
“Kalau bisa jangan naik dulu, kan ini baru mau bangkit kemudian ada Omicron. Kalau PPN itu naik ya artinya akan ada perlambatan pertumbuhan, ditambah lagi kan minyak goreng, BBM naik jadi saya kira makin banyak kan beban masyarakat ini makin turun [tak belanja] ditambah lagi ini PPN naik 11 persen,” jelas dia kepada Tirto, Senin (14/3/2022).
Stefanus menjelaskan, sebagian besar masyarakat yang berbelanja ke mal dan pusat perbelanjaan adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah yang saat ini perekonominya tengah tertekan.
Berbagai komoditas yang mengalami kenaikan membuat masyarakat semakin menahan belanja di tengah ketidakpastian perekonomian ke depan dengan memperbanyak dana darurat dan tabungan.
“Artinya tambah berat saja kan, jadi saya kira ini akan berpengaruh pada pembelian barang juga. Lebih baik tunggu dulu sampai daya belinya naik,” terang dia.
Stefanus menjelaskan, para pengusaha retail juga akan tertekan dengan adanya kenaikan PPN menjadi 11 persen. Pasalnya daya beli masyarakat saat ini belum membaik, ia khawatir para pemilik usaha yang menyewa lapak di mal tidak kuat untuk membayar sewa toko dan memutuskan untuk tutup sambil munggu kondisi dan daya beli masyarakat kembali membaik.
“Jadi saya kira akan berat sekali, mal-mal juga lagi berat. Kelas atas juga orang yang berpenghasilan tinggi juga belum berani ke mal kan. Terus sekarang yang kelas bawah ini yang lebih berani ke mal-nya juga daya belinya juga masih belum pulih ya. Kalau konsumen gak bisa beli kan kita gak ada penghasilan juga apalagi toko toko mana tahan dia. Begitu gak tahan dia kan gak bayar, sewanya gak bayar kemudian minta pengurangan ke pengusaha malnya,” tutur dia.
Pemerintah masih menimbang kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan DPR pada 7 Oktober 2021, dan rencananya akan direalisasikan pada 1 April 2022 mendatang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih mengkaji rencana pemberlakuan tarif PPN baru tersebut. Sebab, hingga saat ini aturan turunan dari UU HPP masih digodok bersama tim terkait.
"Ini tim sedang melakukan pembahasan, ketentuan aturan turunan dari UU HPP ini juga sedang difinalkan. Jadi kita belum tahu. Kita masih lihat perkembangan karena kita belum mendapatkan informasi dari tim itu," kata dia kepada wartawan, ditulis Rabu (9/3/2022).
Dia mengatakan, tim tersebut berperan untuk melakukan pembahasan dalam menyiapkan aturan turunan UU HPP. Mulai dari pelaksanaanya seperti apa, hingga melihat perkembangan dinamika terjadi saat ini, termasuk perkembangan harga komoditi di Indonesia.
"Di dalamnya pasti melakukan analisa terkait kondisi terkini perhitungan inflasi dan makro di BKF," sebutnya.
Meski begitu, dirinya tidak berani memastikan apakah aturan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen bisa berlaku pada 1 April mendatang.
"Kalau saya bilang 1 April nanti saya bilang tetap, ternyata ada penundaan. Tidak tau. Karena lagi dibahas dengan situasi terkini. Walaupun UU menyatakan berlaku 1 April," pungkas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Fahreza Rizky