Menuju konten utama

Alasan Jemaah Dilarang Membawa Pulang Pasir Jabal Malaikat

Miftah Faqih, mengimbau kepada seluruh jemaah haji Indonesia untuk tidak mengambil dan membawa pulang pasir dari Jabal Malaikat.

Alasan Jemaah Dilarang Membawa Pulang Pasir Jabal Malaikat
Jamaah calon haji duduk di kursi panjang di gedung Bir Ali sebelum diberangkatkan di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (24/5/2024). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

tirto.id - Perang Badar menjadi epos populer yang diajarkan dalam sirah-sirah perjuangan Rasulullah Muhammad SAW. Selama masa Islam, rasulullah terlibat dalam 27 peperangan, di antaranya Perang Badar itu.

Kenapa perang badar populer? Salah satunya karena di sanalah malaikat turun membantu pasukan muslimin. Seiring berjalannya waktu, lokasi perang badar ini pun ikutan populer. Namanya Jabal Malaikat. Itu adalah gunung tempat turunya ribuan malaikat yang membantu pasukan muslimin saat melawan pasukan Quraisy dalam Perang Badar.

Gara-gara epos perang badar yang pimpin rasulullah dengan dibantu pasukan malaikat itu, kini Jabal Malaikat pun acap kali menjadi jujukan peziarah di Makkah. Mereka mengambil dan membawa pulang pasir dari gunung tersebut.

Pada musim haji tahun ini, Konsultan Ibadah Haji PPIH Arab Saudi KH Miftah Faqih mengimbau kepada seluruh jamaah haji Indonesia untuk tidak berbuat demikian, mengambil dan membawa pulang pasir dari Jabal Malaikat.

"Jamaah tidak boleh mengambil pasir dari Jabal Malaikat," ujar KH Miftah Faqih di Makkah, Selasa (28/5/2024).

Ia lantas mengutip pendapat Ibnu Hazm Rahimahullah yang berkata: "Tidak dihalalakan mengeluarkan sedikitpun, baik tanah maupun batu (tanah) haram ke (tempat tanah) halal... dan Atha’ berkata: Dimakruhkan mengeluarkan tanah haram ke (tanah) halal atau memasukkan tanah halal ke (tanah) haram."

Hal itu merupakan pendapat Ibnu Abu Lailah dan lainnya. Sedangkan mengeluarkan air zam zam tidak mengapa, karena kehormatan haram terletak pada tanah, debu dan batunya.

"Maka tidak diperkenankan menghilangkan kehormatannya. Tidak ada pengharaman dalam (masalah) air (zam zam)." (Al-Muhallah, 7/262-263).

Kemudian, "Barangsiapa yang sudah mengambil sesuatu dari tanah haram ke luar (tanah) haram, hendaklah dia memohon ampun kepada Allah ta’ala atas perbuatannya. Kemudian dia harus mengembalikan ke tempat haram di mana saja jika (hal itu) memungkinkan. Tidak harus dirinya yang mengembalikannya."

"Kalau dia berikan kepada orang yang dia percaya untuk mengembalikannya, hal itu dibolehkan. Kalau yang ini dan itu tidak bisa (dia) lakukan, hendaklah dia taruh di tempat yang suci.

Allah Ta’ala berfirman: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya." (QS. Al-Baqarah: 286).

Kiai Miftah kemudian menukil kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 17/195, "Mazhab Syafi’i dengan jelas mengharamkan untuk memindahkan tanah dan batu di tanah haram serta apa yang dibuat dari tanahnya – seperti kendi dan lainnya- ke (tanah) halal, maka (jika ada yang memindahkannya) harus dikembalikan ke tanah haram."

Al-Mawardi rahimahullah berkata: "Kalau mengeluarkan batu haram atau tanah haram, maka dia diharuskan mengembalikan ke tempatnya dan memasukkan ke haram." Al-Hawi Fi Al-Fiqhi As-Syafi’i, 4/314. Dinukil dari An-Nawawi dalam Al-Majmu, 7/460 dan dikuatkannya.

"Semoga ini menjawab kegalauan jamaah dan larangan tersebut untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan Tanah Haram," kata KH Miftah Faqih menambahkan.

Baca juga artikel terkait IBADAH HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Muhammad Taufiq

tirto.id - Flash news
Reporter: Muhammad Taufiq
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Intan Umbari Prihatin