tirto.id - Haris Azhar, salah satu dari 15 saksi yang akan dihadirkan oleh Tim Kuasa Hukum BPN menolak untuk hadir pada sidang sengketa Pilpres 2019 di MK, hari ini, Rabu (19/6/2019), dengan agenda pemeriksaan saksi.
Melalui pernyataan tertulis yang ditujukan pada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI, Haris menyampaikan beberapa alasan terkait penolakan dirinya untuk menjadi saksi bagi BPN.
Pertama, Haris pernah mengadvokasi AKP Sulman Aziz, terkait dugaan pelanggaran netralitas Kapolres Garut yang merujuk ke pengakuan Kapolsek Pasirwangi AKP Sulman Aziz ke media, pada kontestasi Pilpres 2019.
Haris mengaku bekerja secara profesional, yang diharuskan netral dan tidak memihak dalam pilpres 2019, sehingga ststus Bapak AKP Sulman Aziz saat itu dapat dikatakan sebagai seorang whistleblower.
Selanjutnya, karena kedekatan pribadi Haris dengan Sulman Aziz, maka ia melakukan pendampingan dan bantuan hukum secara probono, atas dasar netralitas dan profesionalitas kerja sebagai polisi dalam Pilpres 2019.
Haris menambahkan, dalam keterangannya, Sulman Aziz menyampaikan data-data pemetaan wilayah dan nama-nama anggota kepolisian yang diarahkan untuk memberikan dukungan kepada paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Saya selaku bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini menuntut akuntabilitas dan kinerja pengungkapan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau, memandang dua kubu baik Jokowi-Ma'ruf maupun Prabowo-Sandi, sama-sama memiliki catatan pelanggaran HAM," Katanya.
Menurutnya, Joko Widodo selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, tidak menjalankan kewajibannya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Sementara Prabowo Subianto, menurut laporan Komnas HAM, merupakan salah satu yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa sepanjang tahun 1997-1998.
Karena alasan-alasan tersebut di atas, maka Haris Azhar tidak bersedia untuk hadir sebagai saksi dalam Sidang Sengketa Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Juni 2019.
Editor: Maya Saputri