tirto.id - Uu Ruzhanul Ulum tidak terlalu banyak bicara saat debat publik calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub dan cawagub) yang diselenggarakan KPUD Jawa Barat, Senin (13/3) malam. Dari lima segmen debat, Uu hanya berbicara di sesi ketiga, yakni saat menanyakan konsep ekonomi kreatif dan ekonomi digital yang akan diterapkan pasangan nomor urut 2 serta menjawab pertanyaan Tb Hasanuddin tentang pembubaran kegiatan sebuah tarekat di Tasikmalaya. Sementara empat sesi debat lainnya dilumat habis oleh Ridwan Kamil yang menjadi pasangan Uu.
Mengapa RK tampil begitu dominan? "Itu sudah dipersiapkan. Diatur sedemikian rupa," kata Uu saat dihubungi Tirto, Selasa (13/3).
Uu mengatakan porsi menjawab dan bertanya dalam debat tadi malam sudah disepakati bersama antara dirinya, RK, dan tim pemenangan. Uu mengungkapkan ia memang bertugas merespons isu-isu tentang persoalan desa, intoleransi, dan perbatasan wilayah, dan pemerintahan desa. Kebetulan, kata Uu, dua isu pertama yakni desa dan intoleransi lah yang muncul saat debat. "Saya ditugaskan kalau ditanya masalah desa, masalah intoleransi, masalah perbatasan keempat masalah pemerintahan desa," ujarnya.
Uu mengatakan apa yang disampaikan RK juga mewakili jawabannya. Begitu pun sebaliknya, segala pernyataan Uu juga mewakili RK. "Supaya masyarakat mengetahui kami satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan," ujarnya.
Lagi pula, kata Uu, apa yang disampaikan RK sepanjang debat tidak keluar dari koridor dari visi misi mereka. "Itu visi misi masyarakat yang dititipkan kami berdua," kata Uu.
Uu juga menjelaskan soal tampilan berpakaiannya saat debat semalam yang bernuansa islami. Uu menolak jika pakaian koko putih, kopiah putih, dan serban hitam dianggap sebagai upaya mencitrakan diri sebagai tokoh agama. Ia mengatakan gaya berpakaian seperti memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. "Memang keseharian saya begitu. Masyarakat Kabupaten Tasik sudah tahu," katanya.
Uu mengatakan ia merupakan keturunan ajengan (istilah untuk menyebut kiai dalam bahasa Sunda) Choer Affandi. Ajengan Choer adalah pendiri Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya. Meski demikian Uu mengatakan ia sama sekali bukan kiai atau ulama. "Saya bukan ulama atau kiai. Tapi saya orang pesantren. Kakek saya pendiri Pesanteren Miftahul Huda di Tasikmalaya," katanya.
"Jadi kalau ada penafsiran saya nyentrik saya terimkasih. Masyarakat Tasik sudah mengerti. Foto-foto saya saat bujangan sebelum nikah pakaiannya seperti itu."
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya