Menuju konten utama

Alasan Alexander Marwata Tolak Jadi Saksi Meringankan Firli

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menolak menjadi saksi a de charge atau meringankan yang diajukan Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan SYL.

Alasan Alexander Marwata Tolak Jadi Saksi Meringankan Firli
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menolak menjadi saksi a de charge atau meringankan yang diajukan Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penolakan tersebut disampaikan Kepala Biro Hukum KPK kepada penyidik Polda Metro Jaya.

“Dalam surat jawaban tersebut, Alexander Marwata menyampaikan keberatan untuk menjadi saksi a de charge dan tidak dapat memenuhi panggilan tersebut dikarenakan kesibukan dalam menjalankan tugas selaku wakil pimpinan KPK RI,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak di Jakarta, Selasa (19/20/2023).

Alex sempat dijadwalkan diperiksa sebagai saksi meringankan, Kamis (14/12/2023). Sementara itu, Ade menuturkan penyidik hanya tinggal menunggu proses pemeriksaan berkas perkara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

“Kami masih menunggu hasil penelitian berkas perkara oleh jaksa penuntut umum sebagaimana penunjukan jaksa penuntut umum dalam P16 yang telah dikeluarkan kejati DKI Jakarta,” tutur Ade.

Sebelumnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Imelda Herawati, menyatakan gugatan praperadilan yang diajukan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri ditolak sepenuhnya. Gugatan tersebut berkaitan dengan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Menyatakan permohonan pra peradilan pemohon tidak dapat diterima," kata hakim Imelda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/12/2023).

Berdasarkan pertimbangannya, hakim menolak salah satu petitum gugatan bahwa penetapan tersangka tidak sah karena tidak adanya dua alat bukti yang cukup. Kemudian, mengenai tidak adanya mens rea dari pemohon untuk melakukan tindak pidana korupsi, juga tidak dapat diterima. Sebab, praperadilan hanya menilai aspek formil apakah ada alat bukti yang cukup, bukan materi perkara.

"Maka terhadap dalil permohonan pemohon tersebut tidak dapat diterima," ungkap hakim.

Baca juga artikel terkait KASUS PEMERASAN FIRLI BAHURI atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Flash news
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Intan Umbari Prihatin