tirto.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ade Komarudin atau yang akrab disapa Akom mempersilahkan kepada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan undang-undang (UU) Pilkada yang telah disetujui beberapa waktu lalu, untuk melakukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Hal itu disampaikannya di sela-sela kunjungan kerjanya di wilayah Bekasi.
Akan tetapi, Akom mengingatkan, apabila uji materi itu dilakukan, maka DPR tidak akan bertanggungjawab apabila pelaksanaan Pilkada 2017 berlangsung tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
"Kalau ada yang komplen ya judicial review aja. Kalau terancam molor ya salah sendiri, kenapa judicial review," ujar Akom di Pendopo Kantor Walikota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (9/6/2016).
Selain itu, Akom juga meminta kepada seluruh calon kepala daerah yang menggunakan jalur independen untuk mematuhi peraturan yang tertera di dalam UU Pilkada, khususnya terkait persyaratan calon independen.
"Undang-undang bukan dibuat untuk perseorangan, tapi buat warga negara, bukan untuk menguntungkan satu dua pihak," kata Akom.
Dia mengatakan, keharusan verifikasi data 1 juta Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai syarat calon independen wajib dilakukan. Hal tersebut guna menghindari adanya kecurangan fotokopi KTP fiktif.
Sebelumnya dilaporkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mempertimbangkan upaya judicial review pada Mahkamah Konstitusi terkait dengan isi Pasal 9 Revisi UU Pilkada.
"Kami masih terus diskusi tentang itu, yakni melakukan upaya judicial review. Tapi ini masih terus dibahas," ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat ditemui dalam acara uji publik PKPU Pilkada 2017 di kantor KPU di Jakarta, Selasa (7/6/2016) sore.
Ferry menjelaskan, pihaknya akan melihat kondisi lebih jauh sebelum mengajukan judicial review sembari menunggu draf atau hasil UU yang telah disahkan.
Pada Pasal 9 UU Pilkada disebutkan bahwa KPU mempunyai tugas dan wewenang untuk membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) setelah berkonsultasi dan mengadakan rapat bersama Komisi II DPR dan pemerintah dengan sifat yang mengikat.
KPU menilai, persoalan kemandirian yang menjadi polemik dalam pasal tersebut dikhawatirkan bisa menghambat kinerja lembaga dalam menentukan kebijakan dan peraturan lembaga tersebut.
"Kemandirian KPU diukur ketika memutuskan sesuatu dengan mandiri. Jadi ketika KPU menghasilkan peraturan atau produk-produk lain maka itu lah kemandirian kita, " tutur Ferry.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto