tirto.id - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Chappy Hakim menilai masyarakat sebaiknya tidak terlalu nyaman dengan murahnya harga tiket pesawat. Sebab sepengetahuan Chappy, selama tahun 2007-2017, murahnya tiket sempat membuat kecelakaan pesawat dan bangkrutnya maskapai karena tak mampu beroperasi.
Bahkan yang terburuk, kata Chappy, Indonesia pernah masuk ke dalam kategori II standar Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat karena banyak hal tak memenuhi standar. Hal ini, katanya, sempat hampir mencoreng industri penerbangan di Indonesia di mata dunia internasional.
“Kita sempat masuk no compliance. Itu di era tiket murah. Kalau kita menikmati tiket murah itu something wrong. Buktinya adalah ini banyak kecelakaan penerbangan, maskapai bangkrut, dan kita masuk kategori II FAA,” ucap Chappy dalam acara bertajuk “Polemik Harga Tiket Pesawat: Perspektif Hukum, Bisnis, dan Investasi” di Hotel Sari Pacific pada Jumat (9/8/2019).
“Itu tahun 2007 sampai 2017,” tambah Chappy.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen indonesia (YLKI), Tulus Abadi memahami keresahan itu. Sebab ketika harga tiket dipaksa untuk murah tetapi di saat yang sama biaya operasional terus meningkat.
Maka mau tidak mau ada biaya yang perlu dikorbankan. Masalahnya, ketika biaya itu adalah maintenance dan yang menyangkut pada aspek keselamatan itu menjadi bencana.
“Kalau mengurangi pelayanan ya itu tapi kita enggak tau pengurangan di mana. Kan yang dilihat kan cabin service tapi mereka enggak bisa lihat di maintenance,” ucap Tulus dalam diskusi.
Namun, Tulus menilai Tarif Batas Bawah (TBB) yang dikeluarkan usai kecelakaan AirAsia pada tahun 2014 tetap perlu dihapus. Menurutnya, pemberian batas tarif bagi harga tiket terendah itu membuat maskapai menjadi tidak bersaing.
Menurut Tulus, pemerintah tidak bisa berdalih aspek keselamatan dengan menetapkan TBB. Ia mengingatkan persoalan tarif sudah ada kehadiran KPPU untuk menanganinya agar tidak sampai predatory pricing. Sebaliknya, bagi aspek keselamatan Tulus menilai itu adalah tugas Kementerian Perhubungan yang sedari dulu memang kurang optimal.
“TBB ini siluman kenapa tiba-tiba muncul. Secara historis waktu itu kita heran AirAsia jatuh 2014 dan Jonan, Menhub waktu itu lihat ini tarif. AirAsia jatuh karena selama ini masing-masing maskapai menggunakan praktik dugaannya praktik tidak sehat dengan predatory pricing,” ucap Tulus.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto