tirto.id - Policy Advisor, Kementerian Koordinator Perekonomian Lin Che Wei mengatakan, murahnya harga tiket pesawat telah melalui proses panjang.
Menurut Che Wei, setidaknya ada dua momentum besar yang telah membangun persepsi masyarakat bahwa harga tiket pesawat seolah-olah harus berada di tingkat yang sangat murah.
“Waktu itu kita lihat pesawat diterbangkan dengan harga tiket murah. Itu saya katakan enggak wajar,” ucap Che Wei dalam acara bertajuk “Polemik Harga Tiket Pesawat: Perspektif Hukum, Bisnis, dan Investasi” di Hotel Sari Pacific, Jakarta, pada Jumat (9/8/2019).
Che Wei mengatakan, hal ini bermula pada peristiwa 11 September 2001 ketika hancurnya dua menara World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat yang diduga karena ditabrak pesawat oleh kelompok teroris.
Akibat peristiwa ini, ia menyebutkan banyak pesawat di Amerika tidak terbang karena masalah peristiwa traumatis itu.
Alhasil pesawat yang ada disewakan dengan murah ke berbagai belahan dunia. Salah satu pasarnya adalah Indonesia yang saat itu, pasar penerbangan baru dapat dinikmati 16 juta orang saja. Titik ini menurut Che Wei, membuka jalan model bisnis low cost carrier (LCC).
“Jadi mulailah low cost carrier. Kita lihat Lion Air dengan motonya ‘Kita buat semua orang bisa terbang’. Kalau enggak ada 911, enggak ada kejadian itu,” ucap Che Wei.
Momentum kedua, katanya, terjadi usai pengembangan teknologi baru bagi pesawat kebutuhan LCC. Melalui teknologi ini, biaya penerbangan menjadi murah dan perkembangan menjadi pesat atau booming.
“Lalu ada kejadian kedua era di mana timbul pesawat yang efisien. Single model LCC. Jadi cost-nya murah. Waktu itu kita lihat second booming di airline. Penduduk yang bisa terbang jadi 80-90 juta,” ucap Che Wei.
Namun, kata Che Wei, masa-masa ini sebenarnya sudah memiliki tanda-tanda bahaya di masa depan. Hanya saja, potensi masalah dari murahnya harga tiket diabaikan begitu saja oleh pemerintah.
Terutama sampai ketika bisnis penerbangan Indonesia mengarah pada kompetisi berlebihan yang maksudnya masuk ke tahap saling membunuh. Bahkan pada moda transportasi lainnya
“Dulu lembaga kompetisi (KPPU) harusnya terjun. Predatory pricing. Lalu kereta api mati. Di mana kamu saat itu? Kenapa enggak ngeluh. Rakyatnya enggak ngomel. Senang (Bisa) terbang,” tukas Che Wei.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno