Menuju konten utama

Akan Digusur, Pedagang di Pisangan Timur Tolak Relokasi ke Klender

Pedagang pisang di Pisangan Timur menolak rencana relokasi ke lantai dua Pasar Klender karena dianggap tak representatif.

Akan Digusur, Pedagang di Pisangan Timur Tolak Relokasi ke Klender
Warga melintas di depan spanduk informasi Uji Coba Penutupan Pintu Perlintasan Kereta Api di kawasan Pisangan Baru, Jakarta, Senin (29/5). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Pedagang Pisang di Jalan Raya Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur tengah resah dengan penggusuran paksa kios lantaran PT KAI akan memperluas jalur kereta untuk proyek double-double track (DDT).

Hingga kini, mereka belum punya kepastian untuk melanjutkan usaha. Mereka juga masih menolak rencana relokasi yang ditawarkan Pemprov dan PT KAI ke lantai dua Pasar Klender karena dianggap tak representatif.

"Pemerintah kasih kita tempat di Pasar Klender, kami tidak mau tidak setuju, di sana sepi pengunjung," kata koordinator pedagang pisang, Deden Mulyandi, di Jakarta, Minggu (24/11/2019) siang seperti dikutip Antara.

Selain sepi, kata dia, lantai dua Pasar Klender juga dirasa menyulitkan pedagang saat harus turun naik mengangkut pisang.

Deden berharap pemerintah merelokasi pedagang menuju lahan di dekat food station Depo Cipinang karena lokasinya yang masih berdekatan dengan Jalan Raya Pisangan Timur.

"Kita intinya tidak menolak proyek DDT, tapi relokasi tempat barunya aja yang kurang pas. Kita minta yang dekat dari sini, memadai lah yang ramai," katanya.

Sejak beberapa tahun terakhir, populasi pedagang pisang di wilayah setempat terus berkurang imbas proyek pembangunan DDT oleh PT KAI.

Pada 2016, sebagian pedagang hengkang dari lapaknya setelah KAI memperluas jalur kereta di dekat Depo Cipinang.

Para pedagang tengah resah dengan penggusuran paksa kios tanpa adanya kepastian bagi mereka untuk melanjutkan usaha.

Dihubungi secara terpisah, Camat Pulogadung Bambang Pangestu mengatakan tidak mungkin pedagang pisang direlokasi menuju lahan di dekat food station, sebab belum ada kerja sama pemerintah dengan pemilik lahan.

Selain itu, food station masuk dalam zona VIP yang tidak sembarang pedagang bisa berjualan di sana.

"Tidak mungkin bisa, tanahnya milik PT Telkom, belum ada kerja samanya dengan kita (Pemkot Jaktim). Kalau pedagang ada kerja sama, silakan saja," katanya.

Keputusan untuk merelokasi pedagang menuju lantai dua Pasar Klender dikarenakan status lokasi itu sebagai tempat transaksi jual beli.

"Pasar Klender itu pasar, tempat orang bertransaksi jual beli, bukan di pinggir jalan," imbuh Bambang.

Bambang berharap seluruh pedagang segera mengosongkan lahan di Jalan Raya Pisangan Timur paling lambat akhir November 2019.

"Sebab pada 1 Desember 2019, proyek DDT akan dimulai," katanya.

Tidak kurang dari 80 pedagang pisang yang tergabung dalam wadah Jakarta Timur 52 sudah berjualan sejak 40 tahun silam.

Sejak 2013, kata Bambang, para pedagang bersama dengan otoritas terkait menandatangani perjanjian pemanfaatan lahan.

"Bila suatu saat lahan yang mereka tempati diminta untuk dikosongkan, pedagang harus patuh," kata Bambang.

Pada 2015, kata dia, proyek DDT kembali bergulir di kawasan setempat untuk menyelesaikan sisa lintasan kereta sepanjang 9 kilometer dari Stasiun Jatinegara sampai Stasiun Cakung, Jakarta Timur.

Hingga saat ini, Dirjen Perkeretaapian telah merampungkan total 8,5 kilometer lintasan kereta.

"Sisanya sekitar 500-an meter lagi itu melintas di sisi Jalan Raya Pisangan Timur tempat pedagang pisang sekarang," katanya.

Sejak Senin lalu (18/11/2019), Bambang beserta jajaran terkait kembali menyosialisasikan rencana perluasan DDT dengan memberikan surat peringatan pertama (SP1) kepada pedagang.

"Kami sampaikan juga solusinya bahwa mereka akan ditampung di lantai dua Pasar Klender. Tapi mereka enggak mau, alasannya sepi dan susah angkut pisangnya," kata Bambang.

Bambang juga menyebut rencana para pedagang pisang untuk mengadu ke Gubernur DKI Anies Baswedan pada Senin (25/11) tidak tepat.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana