Menuju konten utama

Akademisi: Tak Semua Simbol Ekonomi Menguntungkan Daerah

Kehadiran simbol-simbol ekonomi tidak semuanya menguntungkan ekonomi daerah. Wilson M.S Therik menjelaskan, simbol-simbol ekonomi seperti mall, hotel, restoran, pabrik dan lain sebaginya menciptakan rantai ekonomi yang menyebabkan kerugian pada produsen kecil

Akademisi: Tak Semua Simbol Ekonomi Menguntungkan Daerah
Pengunjung bermain di wahana yang terbuat dari balon pada festival Dunia Balon di Trans Studio Mall, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (3/12). Festival balon berbagai bentuk dan warna tersebut berlangsung hingga 8 Januari 2016. ANTARA FOTO/ Dewi Fajriani.

tirto.id - Kehadiran simbol-simbol ekonomi tidak semuanya menguntungkan ekonomi daerah. Wilson M.S Therik menjelaskan, simbol-simbol ekonomi seperti mall, hotel, restoran, pabrik dan lain sebagainya menciptakan rantai ekonomi yang menyebabkan kerugian pada produsen dengan modal kecil, contohnya petani.

Menurut peneliti Kawasan Timur Indonesia (JIKTI) dan UKSW-Salatiga tersebut, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi, Maluku, Papua dan Papua barat, serta Nusa Tenggara kecuali Pulau Bali mengalami trend pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun setelah kehadiran simbol-simbol ekonomi.

“Hal itu terjadi sejak tahun 2012-2015 menurut pantauan dari Badan Pusat Statistik (BPS) setempat,” kata Wilson dalam diskusi bertema “Tantangan Masa Depan Perkotaan Indonesia Timur” dalam Urban Social Forum (USF) yang diselenggarakan di SMA N 1 Semarang, Sabtu (3/12/2016).

Ia menggambarkan lebih lanjut kondisi perekonomian di salah satu kota yang pernah ditelitinya, yakni Kupang. Ia mengatakan petani di daerah tersebut menghasilkan produk yang langsung dijual untuk konsumsi, atau masyarakat di sana dari bahan mentah langsung dijual ke konsumen untuk dikonsumsi, sehingga tidak tercipta pengolahan produk yang dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Dari pengamatannya, pabrik yang tumbuh di sanalah yang memanfaatkan peluang ini. Para produsen yang bermodal besar mengambil kesempatan untuk menjadikan makanan olahan pada masyarakat baik turis maupun lokal, sehingga menyebabkan rantai ekonomi yang tidak menguntungkan bagi masyarakat petani dan pemodal kecil.

Dari kondisi tersebut, menurutnya, ancaman pembangunan tata ruang kota bagi masyarakat timur ialah setiap transaksi ekonomi yang terjadi di sana hanya mementingkan nilai transaksi tersebut bukan pada produksinya. Sehingga hal ini akan menguntungkan pemilik modal besar dalam berbagai hal.

“Masyarakat di Kupang sudah menjadi masyarakat yang konsumtif saat ini, spirit berwirausaha mereka sangat minim,” paparnya.

Wilson memberi saran agar simbol-simbol ekonomi yang muncul di daerah dapat dimanfaatkan oleh pemerintah kota setempat sebagai langkah membangun industri lokal.

“Bisa dimulai dari membangun industri rumah tangga, sehingga bisa menciptakan aktifitas di kalangan masyarakat, dan dibantu untuk memiliki pasokan bahan yang jelas,” ujarnya.

Menurutnya untuk membangun rantai ekonomi yang menguntungkan baik bagi pemerintah dan masyarakat daerah ialah dengan memperhatikan keterkaitan antara faktor tersier dan sekunder (infrastruktur dan modal), serta nilai tambahnya bagi masyarakat agar menjadi basis pertumbuhan ekonomi.

Baca juga artikel terkait HOTEL atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh