Menuju konten utama

AIPGI: Industri Sudah Serap 100 Ribu Ton Garam Lokal

Kualitas beberapa garam lokal yang belum memenuhi sejumlah kriteria masih menjadi hambatan penyerapan oleh industri. Salah satunya, kadar air yang masih berada di atas satu persen.

AIPGI: Industri Sudah Serap 100 Ribu Ton Garam Lokal
Pekerja memanggul karung berisi garam seusai panen di areal tambak garam rakyat di Wedung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (13/9/2018). ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww/18.

tirto.id -

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menyebutkan bahwa industri yang bergabung dalam asosiasinya telah menyerap 100 ribu ton garam petani lokal sepanjang dua pekan terakhir.

Penyerapan dilakukan seiring dengan penandatanganan kerja sama antara 11 industri pengolah garam dengan 164 petani garam di dalam negeri.

Sebelumnya industri pengolah garam menargetkan dapat menyerap 1,1 juta ton garam petani lokal.

Kerja sama yang ditandatangani pada pekan pertama Agustus lalu itu akan berlaku hingga Juli 2020.

"Penyerapan masih jalan sampai hari ini," ucapnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kemarin (20/8/2019).

Cucu mengetahui, kualitas beberapa garam lokal yang belum memenuhi sejumlah kriteria masih menjadi hambatan penyerapan oleh industri. Salah satunya, kadar air yang masih berada di atas satu persen.

"Industri kan butuh garam yang kadar airnya maksimal 0,5 persen," imbuh Cucu.

Di sisi lain, harga di tingkat petani menjadi hambatan berikutnya bagi industri lantaran mempengaruhi daya saing industri, terutama saat bersaing dengan produk dari Cina yang jauh lebih murah.

"Kita akan kalah dan jadi negara importir," tuturnya.

Namun, dalam kerja sama dengan para petani garam itu, lanjut Cucu, industri pengolahan membeli garam kualitas II di tingkat petani dengan harga Rp700 per kilogram, sementara garam dengan kualitas pertama dibeli seharga Rp900 per kilogram.

Baca juga artikel terkait GARAM atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Nur Hidayah Perwitasari