Menuju konten utama

Ahok Tak Mau Banyak Komentar Soal Aksi 55

Ahok mengganggap masyarakat sudah mengerti bahwa fakta-fakta yang diungkap selama persidangan membuktikan bahwa dirinya tak bisa dijerat dengan pasal pidana.

Ahok Tak Mau Banyak Komentar Soal Aksi 55
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berjalan memasuki ruang persidangan untuk menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok), tak banyak berkomentar tentang aksi simpatik 55 yang digagas GNPF-MUI dan akan digelar besok Jumat (5/5/2017) yang menuntut agar Ahok divonis berat.

"Ya, demo aja. Apa yang mau diimbau?" ungkapnya di Balai Kota, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

Ia mengganggap masyarakat sudah mengerti bahwa fakta-fakta yang diungkap selama persidangan membuktikan bahwa dirinya tak bisa dijerat dengan pasal pidana.

Untuk itu, Ahok mengaku tak memusingkan apakah aksi tersebut nantinya akan mempengaruhi putusan hakim atau tidak. "Ya itu urusan hakim. Dia ada bukti semua dia sudah punya kok. Saya kira keadilan orang bisa nonton terbuka jaman ini. Salah enggak salah bisa nonton, kenapa kita bisa meragukan hakim," kata Ahok.

Namun, ia berharap agar pihak kepolisian dapat mengamankan jalannya aksi simpatik 55 agar sesuai dengan aturan dan tak melanggar konstitusi. Ia juga meminta polisi bertindak tegas kepada mereka yang melanggar aturan.

"Kalau enggak mau ikut konstitusi suruh polisi yang tindak. Polisi harus tegas. Kalau kita bicara konstitusi urusan polisi. Kalau polisi enggak bisa tegas, rusak republik ini," kata Ahok.

Sebelumnya, Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir mengklaim aksi 55 bukan dalam rangka mengintervensi proses hukum di pengadilan, melainkan menuntut keadilan agar majelis hakim yang menangani perkara Ahok menggunakan yurisprudensi dari perkara-perkara penistaan agama sebelumnya.

Menurut Bachtiar, ketidakadilan sudah terlihat saat persidangan tidak menuntut Ahok dengan Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama, melainkan hanya menggunakan Pasal 156 KUHP tentang penodaan kepada golongan.

“Kami tidak pada posisi ingin menekan hukum. Kami hanya ingin menuntut keadilan yang merupakan hak kami. Sebab terlalu terang di depan mata ketidakadilan ini seakan-akan tidak ada yurisprudensi sebelumnya,” kata Bahtiar, di Tebet, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/5).

Seperti diketahui, Aksi 55 yang dikoordinir GNPF-MUI ini akan dilaksanakan usai salat Jumat bersama di Masjid Istiqlal. Dari Istiqlal, massa aksi akan melakukan long march ke Mahkamah Agung (MA) untuk menyampaikan aspirasi tersebut.

Namun, Tim advokasi GNPF-MUI Kapitra Ampera mengatakan, aksi simpatik 55 akan berbentuk munajat kepada Allah SWT di Masjid Istiqlal, Jakarta. Massa aksi akan berdzikir, sementara tim delegasi akan menemui Mahkamah Agung. Kapitra menjelaskan tim aksi simpatik pun sudah menentukan orang-orang yang ikut dalam delegasi.

Kapitra mengaku persiapan aksi sudah berjalan dengan baik. Mereka sudah mengurus perizinan ke Masjid Istiqlal untuk aksi besok. Sekitar 5.000 laskar diperkirakan akan turun mengawal aksi simpatik 55. Akan tetapi, pria yang juga advokat Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab itu memastikan aksi simpatik bukan lah aksi, tetapi langkah bermunajat untuk mendapatkan jawaban terbaik.

"Jadi besok itu bukan aksi, bukan demo, munajat. Kita meminta kekuatan," tutur Kapitra.

Sementara itu, pembacaan vonis dalam sidang kasus dugaan penistaan agama akan dilanjutkan pada Selasa (9/5) di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan.

Baca juga artikel terkait AKSI 55 atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto