tirto.id - Bambang Waluyo Djojohadikusumo menjadi saksi ketiga yang dihadirkan oleh tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam sidang ke-13 kasus penodaan agama oleh Ahok.
Dalam sidang tersebut, Waluyo mengatakan, menurut informasi dari temannya yang merupakan warga Kepualauan Seribu, ia dan Ahok dipastikan tidak akan bisa kembali ke Jakarta dengan selamat apabila warga Kepulauan Seribu menganggap Ahok menistakan agama Islam.
“Kalau memang terjadi penghinaan seperti ini, abang [Waluyo] enggak akan keluar lagi dari pulau,” tutur Waluyo menirukan perkataan temannya.
“Ya, [artinya] mati di Pulau [Seribu],” tegas Waluyo, Selasa (7/3/2017).
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, warga di Kepulauan Seribu tidak ada yang merasa tersinggung atas pidato Ahok. Dan warga, kata dia, tetap bergembira saat menyambut pidato Ahok.
“Tidak ada reaksi khusus. Artinya mereka tetap bergembira, bahkan ada canda tawa ketika pak gubernur [Ahok] yang menyatakan bahwa nanti yang kuat ibu-ibunya, jadi bapak-bapak jangan macam-macam sama ibu-ibu ini. Lalu ada satu nelayan yang mengajukan protes pada pak gubernur, tapi protes itu terkait masih adanya pungli [pungutan liar] di dalam proses perdagangan ikan. Hanya itu,” kata Waluyo ketika ditanya hakim ketua Dwiarso Budi Santiarso terkait respons masyarakat terhadap pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu.
Waluyo merupakan satu-satunya saksi yang berada di tempat kejadian yang dihadirkan pada persidangan hari ini. Menurutnya, suasana yang ada di Kepulauan Seribu sama sekali tidak terpengaruh oleh omongan pidato Ahok terkait Al-Maidah yang dianggap menyinggung umat Islam. Ahok juga tidak pernah mengajak orang Kepulauan Seribu untuk membenci ajaran agama Islam.
Untuk memastikan hal ini, Fifi Lety selaku anggota tim penasihat hukum Ahok mengajukan konfirmasi terkait respons warga Kepulauan Seribu dalam memperlakukan Ahok.
“Saksi mengatakan bahwa pada akhir [Ahok] disuguhkan sukun goreng. Apakah semua tamu disuguhkan sukun goreng ataukah yang disenangi saja?” tanya Fifi.
“Yang saya dengar dari kawan saya yang kebetulan warga Kepulauan Seribu, dia menyampaikan bahwa itu adalah adat-istiadat mereka ketika mereka merasa bahwa mereka menghargai tamu yang datang, jadi tidak semuanya. Tidak semua. Jadi saya juga bukan pertama kali pergi ke Kepulauan Seribu, dan saya belum pernah disuguhi sukun goreng,” jawab Waluyo yang juga politisi dari Partai Golkar itu.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto